, ,

DPR Minta Pemerintah Hentikan Proyek Reklamasi Teluk Jakarta

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI akhirnya meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk mengeluarkan kebijakan penghentian proyek reklamasi di Teluk Jakarta yang saat ini sedang berlangsung. Kesepakatan tersebut dicapai bersama KKP yang ikut hadir dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi IV DPR RI, Rabu (13/4/2016).

Kesepakatan tersebut dibacakan Pimpinan Sidang yang diketuai Ketua Komisi IV Herman Khaeron. Saat membacakan kesimpulan tersebut, Herman sempat meminta Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti apakah menyetujuinya atau tidak. Dia bahkan meminta ketegasan lagi apakah kesimpulan tersebut iya atau tidak.

“Ibu Susi, bagaimana? Sepakat?” ucap Herman meminta ketegasan Susi yang saat itu terlihat kurang ceria.

Munculnya kesimpulan akhir kasus reklamasi dari RDP yang dimulai pukul 11.00 WIB itu, memang menjadi harapan semua orang yang hadir dalam pertemuan tersebut. Hal itu, karena hampir seluruh anggota Komisi IV mempertanyakan perkembangan kasus reklamasi yang kini menjerat sejumlah nama dan ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Wakil Ketua Komisi IV Viva Yoga Mauladi mengungkapkan, kejelasan tentang respon KKP atas kasus reklamasi, sangat ditunggu oleh masyarakat luas. Meski sebelumnya sudah pernah mengatakan bahwa KKP menilai ada pelanggaran yang dilakukan dalam reklamasi Teluk Jakarta, tetapi itu hanya berupa tanggapan saja.

“Sementara untuk tertulis  alias yang resmi berupa surat atau pun keputusan itu belum dilakukan oleh KKP. Apakah KKP sudah mengeluarkan surat yang meminta proyek reklamasi dihentikan? Hingga saat ini kan belum ada,” ucap dia.

Revisi Peraturan Menteri KP

Selain menyoroti proyek reklamasi di Teluk Jakarta yang bermasalah, RDP tersebut juga menyoroti implementasi Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan yang dinilai masih bermasalah dan berdampak negatif untuk nelayan dan pelaku usaha di industri perikanan dan kelautan.

Salah satu kebijakan yang dinilai merugikan nelayan, adalah Permen No.01 dan No.02 Tahun 2015. Kedua Permen tersebut dinilai menjadi sumber masalah yang saat ini terjadi di lingkup nelayan Indonesia. Permen No.1 Tahun 2015 adalah tentang pembatasan penangkapan lobster, kepiting, rajungan. Sementara, Permen No.2 Tahun 2015 adalah tentang larangan pengguanaan alat tangkap pukat hela (trawl) dan pukat tarik (seinenets).

Wakil Ketua Komisi IV Titiek Soeharto sampai mengeluarkan pandangan bahwa kedua Permen tersebut menjadi Permen yang paling banyak dibicarakan saat dia melakukan kunjungan kerja ke daerah. Kedua Permen tersebut, dinilainya harus direvisi oleh KKP sesegera mungkin.

“Saya paham kalau Ibu Menteri bermaksud baik dengan dikeluarkan Permen tersebut. Tapi, sebaiknya memang direvisi, karena itu berdampak negatif. Nelayan yang sudah susah, janganlah lagi dibuat semakin susah,” tutur dia.

Sementara itu, Anggota Komisi IV dari Fraksi PKB Daniel Johan mengungkapkan, kebijakan Permen No.2 Tahun 2015 terbukti sudah memakan korban di kalangan nelayan. Hal itu, karena hingga sekarang sudah banyak nelayan yang ditangkap di laut saat sedang mencari ikan. Mereka semua, masuk dalam kelompok kriminalisasi dari Permen tersebut.

“Nelayan yang ditangkap itu adalah mereka yang menggunakan alat tangkap dilarang. Mereka tidak tahu dan mereka tidak punya biaya untuk mengganti alat tangkap kalaupun tahu. Mereka adalah korban,” sebut dia.

Yang membuat Daniel heran, meski sudah ada nelayan yang ditangkap oleh kepolisian perairan (Polari) karena menggunakan alat tangkap cantrang, tapi sebenarnya aturan larangan tersebut masih belum berlaku. Sesuai dengan kesepakatan antara Ombusdman RI dan KKP, larangan tersebut akan berlaku setelah melalui masa sosialisasi selama dua tahun hingga akhir 2016.

“Ini yang aneh. Jadi, yang salah siapa? Apakah Polair atau memang KKP? Tapi, korbannya tetap saja nelayan kan? Ini harus segera dicarikan solusinya. Nelayan itu adalah nelayan tradisional yang melaut dengan menggunakan kapal kecil,” papar dia.

Sosialisasi Cantrang Hanya untuk Jawa Tengah

Menanggapi tentang keluhan nelayan yang disampaikan anggota Komisi IV, Susi Pudjiastuti mengatakan bahwa pelarangan Cantrang memang sudah disepakati berlaku mulai awal 2017 atau setelah masa dua tahun sosialisasi selesai dilaksanakan pada akhir 2016 mendatang.

Namun, dia mengaku, pemberitahuan tersebut hanya diberikan kepada Provinsi Jawa Tengah yang memang selama ini menjadi basis utama nelayan yang menggunakan alat tangkap cantrang. Kata dia, informasi tersebut dikirimkan langsung kepada Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.

Sementara, terkait dengan penghentian proyek reklamasi di Teluk Jakarta, Susi yang dimintai komentarnya setelah sidang, menyebut itu sebagai hasil keputusan sidang saja. Karena, secara internal di tubuh KKP belum ada pembahasan mengenai proyek reklamasi akan seperti apa.

“Saya mengeluarkan izin untuk reklamasi, bukan untuk apa-apa, tapi hanya untuk pembuatan Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) saja. Jadi, kalau saya diminta untuk menghentikan, saya tidak tahu. Saya belum bicara dengan tim saya,” tandas dia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,