,

Hampir Saja, 1.171 Ekor Ikan Arwana Diselundupkan ke Singapura

Indonesia hampir saja kehilangan 1.171 ekor arwana yang berstatus dilindungi pada akhir Maret kemarin. Ribuan ekor ikan cantik itu tadinya akan diselundupkan ke negara tetangga Singapura oleh eksportir nakal dari Pekanbaru, Riau.

Aksi penyelundupan tersebut berhasil digagalkan oleh tim dari Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Ikan-ikan yang diambil dari laut lepas itu, saat ini diamankan oleh BKIPM dan rencananya akan diberikan kepada lembaga konservasi atau lembaga penelitian.

Kepala BKIPM Rina yang memberikan keterangan resmi di Kantor Balai Besar I Jakarta BKIPM, Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (14/4/2016), mengatakan, aksi penyelundupan yang akan dilakukan eksportir nakal tersebut berhasil menyelamatkan uang negara sebesar Rp1,946 miliar.

“Itu jumlah yang besar. Kalau penyelundupan itu berhasil, kita rugi. Sekarang, kita akan kembalikan mereka pada lembaga riset atau konservasi. Jika memang harus dilepasliarkan, nanti akan dicari lokasinya,” ucap dia.

Rina bercerita, upaya penggagalan penyelundupan tersebut dilakukan di bagian kargo Bandara Soekarno-Hatta yang menjadi titik terakhir pengiriman barang sebelum naik ke atas pesawat. Saat melewati pemeriksaan petugas, petugas mendapatkan keterangan bahwa dua kotak yang akan dikirim adalah berisi ikan botia.

“Namun, ternyata saat diperiksa lebih detil, ikan yang akan dikirimkan adalah arwana. Sementara, ikan botia justru tidak ada satu ekor pun. Dari situ, kami langsung menahan dua kota tersebut,” jelas dia.

Adapun, dari hasil penyitaan oleh petugas, menurut Kepala Balai Besar Jakarta I BKIPM Siti Khodijah, didapatkan bukti berupa 793 ekor arwana golden (Schleropagus formosus) yang termasuk dalam Apendiks 1 CITES, ukuran 10 cm dan 378 ekor arwana silver brazil (Osteoglossum bicirchosum) ukuran 5-10 cm. Saat ini, seluruh ikan arwana tersebut ada di instalasi BBBKIPM Jakarta I.

Digagalkan rencana penyelundupan itu, kata dia, menjadi bagian dari pelaksanaan sistem kontrol pada Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES)

Kendala Teknologi dan Personel

Berkaitan dengan penjagaan kedaulatan di wilayah perbatasan, Rina menjelaskan bahwa hingga saat ini kondisinya harus terus ditingkatkan. Hal itu, karena jumlah personel maupun pos pemantauan yang ada di seluruh Indonesia masih kurang. Padahal, dengan luas wilayah daratan dan lautan yang dimiliki Indonesia,

Saat ini, kata Rina, BKIPM baru memiliki 47 pos pemantauan yang tersebar di seluruh Indonesia. Jumlah tersebut, idealnya ditambah lagi karena itu akan memudahkan kinerja petugas di lapangan. Dia menyebut, kendala lain yang juga sedang dihadapi pihaknya saat ini, adalah keterbatasan jumlah petugas di lapangan.

“Kita inginnya memang ada penambahan personel sekaligus penambahan anggaran. Tapi, dengan kondisi sekarang yang tidak memungkinkan dilakukan rekrutmen baru (karena moratorium CPNS), kita hanya bisa mengoptimalkan personel yang ada saja,” tutur dia.

Selain permasalahan personel di lapangan, Rina juga menyebut ada kendala teknologi yang seharusnya tersedia di lapangan saat memeriksa produk kelautan dan perikanan. Selama ini, petugas biasanya hanya menggunakan cara manual, atau teknologi yang masih standarnya biasa.

“Sekarang kita sedang membuat alat baru, berupa detektor yang bisa mendeteksi dengan lebih baik. Dan juga kita siapkan alat lain, ini canggih. Sekarang masih dibuat. Semoga saja ini bisa menjadi awal baru untuk memperbaiki kinerja,” cetus dia.

bkipm penggagalan penyelundupan  ikan bkipm

bkipm penggagalan penyelundupan ikan bkipm

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,