, ,

Sulteng Siapkan Perda Pengelolaan Kebun Berkelanjutan

Pemerintah Sulawesi Tengah sedang menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah Pengelolaan Usaha Perkebunan Berkelanjutan. Gagasan yang digulirkan sejak 2014 melalui dialog antar lembaga swadaya masyarakat dan stakeholder ini dimotori Sawit Watch bersama Perkumpulan Evergreen Indonesia (PEI) dan Perhimpunan Bantuan Hukum Rakyat.

Deputi Direktur Sawit Watch Ahmad Surambo dalam dialog konsultasi penyiapan sosialisasi Raperda di Kantor DPRD Sulawesi Tengah, Senin (11/4/2016), menyampaikan, draf Raperda Perkebunan Berkelanjutan ini bisa menjadi instrumen mendorong DPRD mengawasi dan pintu masuk terlibat penyelesaian masalah sektor perkebunan sawit.

Draf Perda ini belum final jadi masukan dan koreksi berbagai pihak perlu untuk menyempurnakan gagasan ini.

Rambo mengatakan, Perda Pengelolaan Perkebunan Berkelanjutan ini penting bagi Sulteng yang perkebunan sawit belum terlalu masif. Hingga, peluang legislasi daerah semacam ini bisa lebih efektif. “Catatan kami, beberapa perusahaan sawit di Sulteng over lapping dengan kawasan hutan dan beberapa masalah berkaitan izin.”

Saat ini, katanya, Sawit Watch mengajukan peninjauan kembali Undang-undang Perkebunan Nomor 39 Tahun 2014. Pasal 42 UU ini dianggap bermasalah. Ia berbunyi,” kegiatan usaha budidaya tanaman perkebunan dan atau/usaha pengolahan hasil perkebunan, sebagaimana yang dimaksud Pasal 41 ayat 1 hanya dapat dilakukan perusahaan perkebunan apabilah telah mendapatkan hak atas tanah dan/ atau izin usaha perkebunan.”

Pasal ini, katanya, harus agar terjadi sinkronisasi pusat dan daerah untuk memperkuat peran berbagai pihak dalam pengawasan perkebunan sawit. “Kalau pasal itu tak diubah, potensi liberalisasi besar-besaran di sektor perkebunan sawit akan terjadi.” Sawit Watch menilai, perusahaan mendapatkan ruang sangat besar dalam pasal itu.

Kepala Bagian Perundang-undangan dan Humas DPRD Sulteng, Dahlia menyampaikan, Raperda Perkebunan Berkelanjutan masih tahap perbaikan. Beberapa hal teknis terutama ketentuan pidana perlu disesuaikan dengan aturan. “Setiap Perda harus melalui asistensi pemerintah pusat berdasarkan Permendagri No 80 tahun 2015, tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah,” katanya.

Dia mengatakan, tahapan raperda ini cukup maju. Dalam waktu dekat anggota legislatif dan Badan Pembentuk Legislasi, sebagai inisiator akan berkonsultasi dan sosialisasi ke daerah yang ada perkebunan sawit, yaitu Kabupaten Morowali dan Buol.

Tahapan berikutnya, kata Dahlia, perbaikan draf, pengajuan inisiatif pada pimpinan dewan, harmonisasi, sinkronisasi baru rapat umum. “Perda bisa berlaku kalau nomor registrasi dari Kemendagri sudah keluar.”

Anggota Badan Pembentuk Perda Edmond Leonardo Siahaan, menyampaikan, substansi Raperda Perkebunan Berkelanjutan adalah penguatan semangat, dan tujuan pembentukan. “Ini sudah masuk Prolegda, bahkan sudah sampai Mendagri. Proses tinggal sosialisasi dan konsultasi di kabupaten.”

Edmond berharap, aturan ini menjadi rujukan hukum tata cara investasi dan penyelesaian konflik serta masalah-masalah di perkebunan sawit. “Dalam waktu dekat kita akan panggil dinas terkait, seperti Kehutanan, Perkebunan, dan dari eksekutif untuk memberikan pandangan.”

Sementara itu, Anggota Badan Pembentuk Perda Huisman Brant, menilai, masih ada beberapa hal perlu dikongkritkan dalam raperda ini karena tema yang diusung masih terlalu umum. “Beberapa hal mungkin bisa dipertegas, termasuk soal mendudukkan hak-hak masyarakat hingga terlindungi dan bisa diselesaikan.”

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,