, ,

Penyu-Penyu Itu Akhirnya Kembali Berenang Bebas di Lautan…

Sekelompok orang terlihat bergerombol memenuhi salah bagian di Pantai Kuta, Bali pada Kamis kemarin (14/04/2015). Beberapa polisi berseragam biru turut terlihat.

Beberapa orang terlihat memegang, menggotong dan menyiapkan penyu-penyu hijau (Chelonia mydas) untuk dilepaskan. Ya, hari itu, 31 ekor penyu dilepasliarkan kembali ke habitatnya, berenang bebas ke lautan. Sejumlah turis terlihat ikut menyemangati para penyu agar berenang dengan cepat ke laut lepas.

31 ekor penyu itu merupakan bagian dari 40 ekor penyu hijau dewasa berusia 20-30 tahun yang diselundupkan ke Bali dan ditangkap petugas di perairan Kabupaten Karangasem pada 6 April lalu. Selama 10 hari, penyu yang ditangkap di perairan Madura itu ‘disekap’ di kapal, mengalami dehidrasi dan terluka.

Pasca penggrebegan, empat ekor penyu mati. Satu ekor mati saat tiba di pusat perawatan Turtle Conservation and Education Centre (TCEC) Serangan, dua ekor menyusul mati karena dehidrasi, ditambah satu-satunya jantan yang mengalami parapimosis. Kelaminnya menjulur akibat dehidrasi berat. Kemungkinan saat dijerat penyelundupnya, sedang siap membuahi.

Petugas TCEC Serang, dibantu Polisi dan relawan menggotong 31 ekor penyu hijau hasil penangkapan penyelundupan untuk dilepasliarkan di Pantai Kuta Bali, pada Kamis (14/04/2015). Foto : TCEC Serang
Petugas TCEC Serang, dibantu Polisi dan relawan menggotong 31 ekor penyu hijau hasil penangkapan penyelundupan untuk dilepasliarkan di Pantai Kuta Bali, pada Kamis (14/04/2015). Foto : TCEC Serang

Sedangkan tiga ekor dijadikan barang bukti dan dua ekor lain sedang perawatan akibat amputasi bagian flipper setelah patah tulang dan pembusukan karena infeksi parasit.

Salah satu yang diamputasi sudah mendapat nama panggilan, Neto, diberikan oleh dokter hewan dan relawan mahasiswa Kelautan yang merawatnya selama seminggu di TCEC.

“Neto masih dirawat setelah amputasi bagian flippernya,” kata Maulid Dio Suhendro, tim medis TCEC yang juga membantu pelepasan yang dihadiri Kapolda Bali. Pelepasan ke laut lepas ini juga dihadiri puluhan relawan perawat para penyu ini seperti komunitas Turtle Guard dan mahasiswa Fakultas Kelautan Universitas Udayana.

Pantai Kuta merupakan kawasan langganan penangkaran telur penyu sekaligus pelepasan hasil penyelundupan. Pantai ini masih menjadi pesisir yang ramai bagi turis domestik dan mancanegara. Unit konservasi sementara ini juga menarik perhatian turis.

Di Bali ada sejumlah area penangkaran lain seperti TCEC, Perancak-Jembrana, dan Pantai Sanur. Pulau Serangan, kawasan langganan penyu bertelur sebelum reklamasi pada 1994 oleh investor baru tahun ini disinggahi penyu hijau lagi.

Saat diterima tim medis di TCEC, Dio mengingat para penyu mengalami dehidrasi terlihat dari elastisitas kulitnya. Ketika segera dimasukkan kolam penampungan, mereka segera berenang dan menyentuh lantai porselin kolam. Hasil observasi menemukan beberapa mengalami luka terbuka akibat benda tumpul. Kemungkinan karena tali plastik seperti pengikat koper di bandara yang membuat flippernya tak bergerak. Ada juga luka teratur di kerapas kemungkinan karena ditumpuk-tumpuk dalam kapal.

Petugas TCEC Serang, Kuta, Bali  merawat sejumlah penyu hijau hasil penangkapan penyelundupan. Foto : TCEC Serang
Petugas TCEC Serang, Kuta, Bali merawat sejumlah penyu hijau hasil penangkapan penyelundupan. Foto : TCEC Serang

Dari 40 ekor hanya satu yang jantan. “Bisa jadi dampak pemanasan global, ketika suhu makin panas main banyak tukik betina. Kalau kurang dari 29 derajat kemungkinan jantan,” papar pria muda ini.

Menurutnya hal ini bisa mengurangi populasi karena perilaku betina yang biasanya harus dibuahi lebih dari satu pejantan. Kalau jantan langka, reproduksi bisa terhambat. Belum lagi sedikitnya tukik sukses jadi penyu dewasa karena banyaknya predator, termasuk manusia.

Setelah diberikan terapi selama 3 hari, 34 ekor penyu telah aktif berenang, dehidrasi telah pulih dan penyu sudah aktif makan.Mengingat banyaknya penyu-penyu yang harus ditangani secara cepat, TCEC juga melibatkan calon dokter hewan muda yang bernaung dalam komunitas Turtle Guard dari Universitas Udayana. “Kami berlomba dengan waktu untuk menyelamatkan nyawa penyu- penyu ini,” ujar Dio.

Modus penyelundupan

Kapolda Bali  Inspektur Jenderal Polisi Sugeng Priyanto yang ikut melepaskan 34 penyu menyebut salah satu motif penyelundupan adalah konsumsi dagingnya. “Selama ada permintaan untuk konsumsi masih akan ada. Kita akan potong lingkarannya baik pengguna yang konsumsi dan supliernya,” katanya.

Pada 6 April 2016, Intel Polair Polda Bali menginformasikan terdapat sebuah perahu di wilayah perairan Kubu, Karangasem yang diindikasikan menyelundupkan penyu ke daratan Bali. Selanjutnya dilakukan pengejaran dan berhasil ditangkap satu kapal nelayan kayu bersama 5 anak buah kapal dengan barang bukti 40 ekor penyu dewasa serta 1 kerapas dengan ukuran panjang antara 50 -90 cm.

Hampir tiap tahun ada kasus penyelundupan penyu di Bali. Ini salah satu tangkapan dengan jumlah besar.

Dua Undang-undang yang digunakan untuk melindungi spesies ini dari kepunahan yakni UU No.5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE) serta UU No.31/2004 tentang Perikanan disebut tidak menghentikan para pedagang dan konsumen untuk memburu penyu.

I Made Kanta, kepala TCEC Serangan mengatakan pihaknya juga sering menerima penyu terluka dari nelayan akibat terjaring atau terpancing tanpa sengaja sehingga membutuhkan rehabilitasi. “Penyu lalu dirawat oleh para dokter hewan sebelum dilepaskan kembali, namun ada juga yang tidak bisa dilepaskan karena sirip depannya telah diamputasi,” ujarnya.

Konservasi Penyu

TCEC diinisiasi pada tahun 2006 dengan tujuan mengakhiri perdagangan penyu dengan mendorong masyarakat berhenti mengonsumsi produk-produk penyu baik untuk keperluan agama atau lainnya. Caranya dengan konservasi penyu, menyediakan penyu untuk upacara keagamaan tanpa harus membunuhnya, dan memonitor ukuran dan jumlah penyu.

Pengunjung memotret di area edukasi dan penangkaran penyu Pantai Kuta, Bali. Foto : Luh De Suriyani
Pengunjung memotret di area edukasi dan penangkaran penyu Pantai Kuta, Bali. Foto : Luh De Suriyani

Kanta mengatakan pihaknya menyediakan 100 ekor penyu muda ukuran 10-20 cm untuk kuota upacara adat tiap tahunnya. Umat Hindu di Bali ada yang meyakini penyu sebagai bagian dari persembahan ritual, biasanya untuk upacara skala besar saja. Ini juga masih pro kontra. Kuota penyu muda untuk upacara ini disebut dijual dari hasil pembesaran di TCEC bukan penangkapan dari laut.

Dalam situs menlh.go.id disebutkan sejak tahun 1970-an, Bali merupakan pusat konsumsi penyu terbesar di dunia. Dalam upacara-upacara adat dan keagamaan di Bali, daging penyu dijadikan hidangan khas sate.

Kebutuhan daging penyu di Bali tidak cukup dipasok dari wilayah Bali saja, namun seringkali didatangkan dari luar seperti dari sekitar Sorong, Papua, Sulawesi Selatan (daerah Takabone Rate), Maluku dan Nusa Tenggara. Selain di Bali, khususnya Kabupaten Badung (Denpasar).

Pembantaian penyu juga terjadi di kota-kota lain, seperti Manado, Ambon dan Makassar. Ironisnya, hidangan sate penyu sekarang ini tidak hanya untuk upacara adat acara ritual, tetapi sudah menjadi kebiasaan untuk jamuan para tamu.

Tingginya permintaan penyu menyebabkan populasi penyu merosot drastis. Kenyataan menunjukkan, jumlah penyu yang naik ke darat untuk bertelur di beberapa pantai di Indonesia semakin berkurang setiap tahun.

IUCN dalam Red Data Book mengkategorikan semua jenis penyu langka dan terancam punah (threatened species). Dalam rangka pengawasan lalu lintas dan perdagangan satwa secara Internasional, semua jenis penyu telah dicantumkan dalam appendix I-CITES (Convention on Intemational Trade of Endangered Species of Wild Fauna and Flora), yang artinya merupakan jenis yang terancam kepunahan dan tidak boleh diperdagangkan secara internasional.

Di Indonesia terdapat 6 jenis penyu, yaitu penyu hijau/green turtle (Chelonia mydas), penyu sisik/hawksbill turtle (Eretmochelys imbricata), penyu belimbing/leatherback turtle (Dennochelys coricea), penyu lekang, penyu/oliveridley turtle (Kepidchelys olivacea), penyu tempayani/loggerhead turtle (Caretta caretta) dan penyu pipih/flatback turtle (Natator depressa).

Keenam jenis penyu yang ada di Indonesia dilindungi UU No.5/1990 tentang Konservasi SDA Hayati dan Ekosistemnya dengan aturan pelaksanaannya Peraturan Pemerintah No.7 /1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,