,

Begini Kondisi Habitat Blekok Di Tengah Pembangunan Bandung Teknopolis

Pagi itu langit sedikit mendung. Sisa hujan kamarin sore, membuat buaian angin terasa dingin. Suasana kampung ini begitu tenang, tidak ada raung mesin yang beradu kencang. Hanya celoteh burung yang kadang memecah keheningan.

Rimbun pohon bambu yang berjajar di kampung ini nampak tak mau diam. Bergoyang seiring kepakan sayap  – sayap burung yang hinggap bergantian. Di cabangnya menjadi tempat peraduan para burung kala terbit dan tenggelamnya sang fajar.

Masalah di kampung ini bukan asap atau kebisingan knalpot dari deru kendaaraan bermotor. Tapi kotoran ribuan burung yang kadang  membuat pengap. Kampung Blekok merupakan rumah megah bagi burung – burung penikmat sawah. Sarang yang cukup besar di pinggiran kota yang kasar.

Menemukan kampung ini ternyata susah -susah gampang. Hanya sedikit orang yang mengenal kampung Ranca Bayawak di Gedebage, Kota Bandung, Jawa Barat. Namun, begitu menyebutkan kampung blekok, lebih banyak orang mengetahuinya.

Sudah hampir setengah abad burung blekok atau kuntul sawah, bernama latin  Ardeola speciosa itu menghuni Kampung Ranca Bayawak, kelurahan Cisarinten Kidul, Kecamatan Gedebage. Burung yang memiliki paruh serta kaki panjang dan berleher jenjang. Memiliki bulu di punggungnya yang berwarna hitam dan coklat di dadanya ini berukuran sekitar 46 centimeter dan masuk dalam famili ardeidae.

“Sudah sejak lama kami hidup berdampingan dengan burung blekok dan kuntul. Mulanya sekitar tahun 1975 kawanan burung itu datang, namun hingga sekarang keadaan masih sama bertahan dengan harmonis,” Kata Ujang Safaat (39), Ketua RW 02 kampung Ranca Bayawak saat mengenang sejarah kampung blekok, yang ditemui Rabu (13/04/2015).

Dia mengungkapkan ada 3 jenis burung yang menghuni kawasan tersebut. Selain burung blekok ada juga burung yang masih satu ordo yaitu burung kuntul (Bubulcus ibis) berparuh hitam dan putih. Ukuran kuntul lebih besar ketimbang burung blekok. Keberadaan burung, kata Ujang sudah menjadi indentitas tersendiri bagi kampung Ranca Bayawak.

Ujang menambahkan, awalnya warga menanam pohon – pohon  bambu itu bukan disengaja, hanya untuk menahan hembusan angin. Ketika rumpun bambu telah rindang, rombongan burung itu mulai datang lalu hinggap dan menetap. Lama kelamaan berkembang biak dan populasinya mencapai ribuan.

Bandung Teknopolis  

Itulah blekok yang akhir – akhir ini mendapat sorotan terkait rencana pembangunan kawasan terpadu Bandung Teknopolis di daerah Gedebage, kawasan yang menurut Walikota Bandung, Ridwan Kamil sebagai kota kecil dalam kota Bandung yang berbasis teknologi informasi.

Banyak peneliti burung, penggiat lingkungan serta beberapa universitas di Bandung yang datang berbondong – bondong kampung blekok. Dengan satu tujuan yaitu ingin melestarikan kawasan tersebut dari gemuruh pertumbuhan kota.

Sejumlah burung kuntul (Bubulcus ibis) dan blekok (Ardeola speciosa) terbang dan bertengger di rimbunya pohon bambu di kampung Ranca Bayawak, Cisarinten Kidul, Gedebage, Kota Bandung, Jabar, Rabu (13/04/2016). Habitat burung itu terganggu oleh rencana pembangunan pembangunan dan alih fungsi lahan di kawasan tersebut, seperti rencana kawasan Bandung Teknopolis. Foto : Donny Iqbal
Sejumlah burung kuntul (Bubulcus ibis) dan blekok (Ardeola speciosa) terbang dan bertengger di rimbunya pohon bambu di kampung Ranca Bayawak, Cisarinten Kidul, Gedebage, Kota Bandung, Jabar, Rabu (13/04/2016). Habitat burung itu terganggu oleh rencana pembangunan pembangunan dan alih fungsi lahan di kawasan tersebut, seperti rencana kawasan Bandung Teknopolis. Foto : Donny Iqbal

“Sebetulnya, yang namanya laju pertumbuhan kemajuan itu tidak dapat ditahan. Namun, memang perlu ada kajian – kajian yang lebih mendalam terhadap pengaruh keberadaan satwa di kampung dalam hal ini terkait rencana Bandung Teknopolis,” Kata koordinator program  Bird Conservation Sosiety (Becons) Bandung, Abdul Rahman  Hafif, saat di hubungi via telepon.

Dia menjelaskan pihaknya pernah diminta konsultasi terkait sisi ruang habitat dan sarang burung blekok oleh pihak pengembang. Namun meski belum dapat konfirmasi langsung dari pengembang, kata dia, dari hasil mengikuti studi Analis Dampak Lingkungan (Amdal), pembangunan kawasan Bandung Teknopolis tidak masuk ke lokasi kampung blekok tersebut.

Dia menambahkan belum bisa menyimpulkan pembangunan kawasan tersebut dapat berpengaruh terhadap keberadaan satwa yang ada disana. “Saya belum bisa bilang itu berpengaruh atau tidak berpengaruh. Tapi tentu pasti mengurangi daerah jelajah si blekok dan si kuntul saat mencari makan,” ujarnya.

Hafif mengatakan pernah dilakukan penelitian tahun 2013 tentang jelajah makan burung tersebut. Hasilnya menunjukan bahwa burung blekok dan kuntul ini tidak mencari makan di sekitan Gedebage, tapi memiliki jelajah yang cukup jauh. Dia menyebutkan lokasi jelajah burung tersebut seperti di Rancaekek, Cileunyi, seputar Jalan M. Toha,  Cimahi dan di daerah sekitar tol Bandung.

Berdasarkan data dari peneliti, jumlah burung yang berada di kampung blekok, sebanyak 2700 – 3000 ekor.  “ Jadi kalau pagi mereka pergi mencari makan, sore hari meraka pulang ke sarang di pohon – pohon sekitar sini. Tetapi sisa yang ada disini yang tidak pergi, mereka yang sedang mengerami telur atau sedang membuat sarang,” ungkap Ujang.

Rencana Desa Wisata

Sudah seharusnya Kota Bandung berbangga memiliki potensi wisata blekok yang selama ini tumbuh berkembang secara mandiri dalam lingkaran kepedulian masyarakat. Baru – baru ini muncul gagasan terkait rencana Pemerintah Kota Bandung dibawah arahan Walikota Ridwan Kamil akan membuat menjadi desa wisata.

Hafif menilai, ada dampak negatif dan positif apabila rencana ini dilakukan. Mungkin saja bisa dijadikan sebagai percontohan kawasan dimana satwa dan manusia bisa hidup berdampingan. “Berhasil dan tidaknya hal itu, tergantung treatment dari pemerintah daerah terhadap keberadaan si satwa tersebut,” paparnya.

Sedangkan menurut Ujang upaya untuk dijadikan desa wisata belum terlihat keseriusan dari pemerintah sendiri. Hanya baru pemasangan plang saja sebagai penanda memasuki wilayah belekok. “ Sampai saat ini hanya sekedar rencana saja, namun untuk faktor penunjang seperti fasilitas yang harus tersedia belum ada dan bantuan. Adapun ada itu semua hasil dari swadaya masyarakat yang berasa memiliki terhadap keberadaan blekok. Beberapa waktu kebelakang sempat ada istri walikota beserta rombongan bertandang kesini untuk meninjau,” ucapnya.

Ujang juga meminta Pemkot Bandung untuk mempertahankan sawah – sawah sekitar sebagai sawah abadi. Selain untuk mempertahankan kenyamanan blekok, sawah juga menjadi tumpuan warga setempat.

Burung kuntul atau blekok sawah Ardeola speciosa). Foto : Apris Rakhmadani/Biodiversity Society
Burung kuntul atau blekok sawah Ardeola speciosa). Foto : Apris Rakhmadani/Biodiversity Society

“Kami meminta 5 hektar tanah milik Pemkot masih sekitaran Cirinteun Kidul dijadikan lahan abadi. Kami juga meminta pemerintah untuk memberdayakan masyarakat agar siap menghadapi kemajuan dari segi keahlian. Kemudian banyak warga beralih propesi dari pertanian ke pertenarkan, kami harapkan pemerintah juga memperhatikan akan kesejahteraan kami,” ucapnya lirih.

Upaya Pelestarian

Dekat dengan kampong blekok, Summarecon Bandung berencana membangun perumahan di kawasan Bandung Teknopolis di Gedebage. Summarecon mempunyai lahan sekitar 300 hektar dari total 800 hektar kawasan Bandung Teknopolis milik berbagai pihak seperti Pemprov Jabar, Pemkot Bandung, dan swasta.

Summarecon sendiri telah menghentikan pembangunan awal perumahan berupa kantor pemasaran dan contoh unit rumah di Bandung Teknopolis, setelah didemo oleh warga Gedebage, dan setelah anggota DPRD melakukan sidak pada Maret 2015 di kawasan tersebut. Summarecon menghentikan pembangunan tersebut, kata Ridwan Kamil, karena belum mempunyai izin pembangunan perumahan.

Sementara itu Humas dari Summarecon Bandung melalui Asep Sofyan Ansori menegaskan akan melakukan langkah prefentif guna mengantisipasi kemungkinan yang akan terjadi baik sebelum fase pembangunan atau pasca pembangunan di kawasan Bandung Teknopolis terhadap kelestarian blekok.

“Tentu kami sudah siapkan metodenya sedemikian rupa dengan melibatkan para pakar yang kompeten. Dan telah kami sampaikan terhadap tim pengkaji Amdal dan sudah di panelkan dengan berbagai unsur,” katanya saat di hubungi Mongabay lewat telepon.

Salah satu metodenya kata dia, sebagai pelestarian lingkungan dan ekosistem satwa akan dilakukan pembuatan beberapa danau yang bisa berfungsi ganda. Dia menambahkan selain berfungsi sebagai kolam retensi atau sumur resapan raksasa nantinya juga bisa difungsikan tempat burung blekok untuk mencari makan.

Asep melanjutkan pembangunan tersebut selain 80 persen akan di bangun kawasan komersil dan sebagainya. Sebanyak 20 persen sudah diperuntukan untuk menambah RTH Kota Bandung.

“Perlu kami sampaikan, sampai detik ini pihak Summarecon belum mulai action membangunan kecuali rumah contoh di depan kampung blekok dan itupun jumlahnya tidak banyak. Adapun pengerukan tanah itu bukan pembangunan melainkan membangun akses untuk suksesi penyelenggaraan PON Jabar,” pungkasnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,