, ,

Cara Asik Ajak Generasi Muda Peduli Lingkungan, Seperti Apa?

“Berani punya ide dan berani mewujudkan.” Tagline ini terus disuarakan dalam Diskusi Climate Youth Innovator In The Green Digital oleh Oxfam. Peran generasi muda dalam menjaga lingkungan hidup sangat perlu guna menekan emisi karbon di Indonesia.

Sebagai paru-paru dunia, Indonesia diharapkan menjaga ekosistem satwa dan tumbuhan. Novia Fadhilla Sari, pembicara sesi Oxfam menyebutkan, perlu ada aksi nyata dari generasi muda kini.

”Tak hanya membuat status galau, kita bisa kampanyekan peduli lingkungan di sosial media,” katanya seraya becanda usai diskusi, di JCC Senayan, Minggu (17/4/16).

Aksi nyata perlu diaplikasikan dalam keseharian mulai dari diri sendiri. Menurut Oxfam, anak muda harus menjadi agen menginspirasi dalam melihat kepekaan masalah lingkungan.

Diskusi yang diisi siswa SMP PGRI, IPB, UI dan masyarakat umum inipun mengharapkan aksi nyata diri menjadi poin tersendiri seperti bawa kantong belanja sendiri, bawa tumbler, naik angkutan umu, pakai listrik seperlunya.

Ulil Ahsan, Koalisi Rakyat tentang Kedaulatan Pangan menyebutkan, pangan mampu jumlah emisi. ”Oxfam pernah meneliti padi dengan sustainable agriculture dengan efisiensi air, itu mampu meminimalkan emisi,” katanya.

Batik alami di Pameran Indonesia Climate Change Education Forum and Expo 2016. Foto: Sapariah Saturi
Batik alami di Pameran Indonesia Climate Change Education Forum and Expo 2016. Foto: Sapariah Saturi

Memutus rantai pangan dalam proses distribusi pun menjadi salah satu langkah yang seringkali tidak disadari oleh generasi muda. Misalnya, kebiasaan membeli makanan dari tempat yang cukup jauh.

”Memilih pangan lokal dari tempat yang kamu makan mampu mengurangi dampak perubahan iklim.” Harapannya, melalui pangan lokal selain distribusi besar, juga mampu menghidupi petani sekitar.

Beragam suguhan

Diskusi ini salah satu bagian dari Pameran Indonesia Climate Change Education Forum and Expo 2016. Tak hanya remaja yang memadati pameran itu, juga anak-anak sampai dewasa. Hari minggu menjadi hari berlibur. Tempat perbelanjaan, rekreasi ataupun kumpul bersama keluarga menjadi pilihan tersendiri. Sebagian ke pameran ini.

Riuh ramai terdengar sorakan ataupun bisikan anak-anak saat saya memasuki pintu masuk pameran. Beberapa murid dengan seragam sekolah maupun baju bebas bersliweran di antara stand.

Beberapa aktivitas interaktif terlihat dari setiap stand. Pameran yang berlangsung sejak Kamis (14/4/16) menampilkan beragam suguhan, baik pameran maupun diskusi.

Pameran yang menampilkan penjelasan berisi beragam informasi, dari soal sampah, perubahan iklim dan lain-lain. Foto: Lusia Arumingtyas
Pameran yang menampilkan penjelasan berisi beragam informasi, dari soal sampah, perubahan iklim dan lain-lain. Foto: Lusia Arumingtyas

Pameran ada dari perusahaan-perusahaan berkampanye keberlanjutan sampai usaha mitra binaan . Ada stand Batik Alami. Ia batik beragam motif yang menggunakan warna-warna alam. Ada juga pernak pernik, seperti tas, dompet, bahkan kalung dibikin dari pewarna alami. Ada juga stand organisasi lingkungan seperti Forest Watch Indonesia sampai sekolah yang memberikan pelajaran soal lingkungan, seperti SD Tarakanita.

Masing-masing stand memberikan beragam cara mengedukasi. Ada penjelasan soal perubahan iklim, papan informasi pengelolaan sampah, games menarik tentang lingkungan hidup pun terpampang secara interaktif bagi para pengunjung. Sampai pohon harapan tentang alam dari para pengunjung.

”Ini inspiratif, seperti cara memilah sampah menggunakan papan magnet,” kata Febri, yang berpartisipasi dalam pameran. Ajang ini bisa mengajarkan masyarakat, terutama anak-anak untuk peduli lingkungan.

Panggung Musik, yang membawakan lagu-lagu bertemakan lingkungan. Foto: Sapariah Saturi
Panggung Musik, yang membawakan lagu-lagu bertemakan lingkungan. Foto: Sapariah Saturi

Barang-barang daur ulangpun terpampang rapi di beberapa stand seperti baju bahan daur ulang, hiasan dinding sampai wadah.

Salah satunya, M.C. Anindya P, siswa kelas 6 SD Tarakanita III ini aktif membuat prakarya dari barang-barang bekas. Mulai hiasan bros, gantungan kunci ataupun hiasan meja. ”Iya saya sudah biasa, juga membuat verti-culture,” katanya.

Keuletan ini didukung sekolah. Mereka ada pelajaran pembiasaan peduli lingkungan/ pendidikan lingkungan hidup. Disini, kata Anin, mempelajari hiasan dinding, mengumpulkan barang bekas, snack dan sisa-sisa sampah untuk daur ulang. Pelajaran ini diikuti kelas 1-6 SD setiap Jumat.

Tak hanya itu, adapula mahasiswa mengajak masyarakat sekitar mengelola limbah kayu. ”Jadi ini kita jadikan kacamata, bisa kacamata hitam atau biasa,” kata Novia Fadhilla Sari, Chief Executive Officer Kayonara.com.

Perempuan asal Jawa Timur ini mempekerjakan empat orang tak lulus sekolah. Mereka mendapatkan pemahaman soal betapa penting lingkungan sekitar.

Sebelumnya, banyak pemuda Dusun Banyu Meneng, Panggang, Gunung Kidul, Yogyakarta, menebang pohon. Limbah dibuang begitu saja. ”Jadi kacamata ini hasil reject-an, handmade juga.,” katanya seraya mengatakan, produksi mereka baru prototype. Mereka juga buat karya seni pahat dari sisa kayu peti kemas dan serbuk kayu untuk hiasan dinding.

Kacamata kayu di Pameran Indonesia Climate Change Education Forum and Expo 2016. Foto: Lusia Arumingtyas
Kacamata kayu di Pameran Indonesia Climate Change Education Forum and Expo 2016. Foto: Lusia Arumingtyas
Tas dompet dari bahan daur ulang dan warna alami. Foto: Sapariah Saturi
Tas dompet dari bahan daur ulang dan warna alami. Foto: Sapariah Saturi
SD Tarakanita, yang mengajarkan anak-anak didik mereka peduli lingkungan dalam teori maupun praktik. Foto: Sapariah Saturi
SD Tarakanita, yang mengajarkan anak-anak didik mereka peduli lingkungan dalam teori maupun praktik. Foto: Sapariah Saturi
Membuat beragam karya menggunakan limbah atau kertas koran bekas. Foto: Lusia Arumingtyas
Membuat beragam karya menggunakan limbah atau kertas koran bekas. Foto: Lusia Arumingtyas
Stand FWI menampilkan, tampilan bak hutan yang kering kerontang. Stand ini seakan ingin memberi pesan, semua pihak harus peduli alam (hutan) yang kini kondisi makin kritis. Foto: Sapariah Saturi
Stand FWI menampilkan, tampilan bak hutan yang kering kerontang. Stand ini seakan ingin memberi pesan, semua pihak harus peduli alam (hutan) yang kini kondisi makin kritis. Foto: Sapariah Saturi
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,