,

Hebatnya Perempuan dalam Pengelolaan Lingkungan

Perempuan mempunyai peran penting dalam pengendalian perubahan iklim. Dengan potensinya, perempuan bisa memperbaiki lingkungan.

“Perempuan ini agen perubahan untuk individu dan sekitarnya. Perempuan punya potensi untuk mengelola sumber daya alam dan lingkungannya,” ujar Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise pada seminar Gaya Hidup Hijau yang Mendukung Kesetaraan Gender dan Ramah untuk Anak di acara Indonesia Climate Change Education Forum & Expo 2016, Jakarta Convention Center, Jumat (15 April 2016).

Menteri Yohana mengatakan bencana banjir terjadi karena pengelolaan lingkungan yang tidak tepat. Perempuan juga sering mendapat diskriminasi dari keadaan seperti ini. Dia mencontohkan masalah sampah sering diidentikkan dengan perempuan. “Yang buang sampah tidak hanya perempuan, laki-laki juga. Jadi harus dikaji dulu, jangan sampai didiskriminasi,” ujarnya.

Dia pun menyampaikan, perempuan dan masalah lingkungan seperti sampah ini bisa dimulai dari lingkungan terkecil. Mulai dari dirinya dan keluarga. Dia mencontohkan seperti pemilahan sampah, selektif terhadap produk yang ramah lingkungan atau memberikan edukasi terhadap anak-anak. “Tapi, hal ini tak bisa berjalan tanpa mitra di keluarga,”ujarnya.

Puluhan Perempuan di Desa Lampoko Kecamatan Balusu, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan ramai-ramai melakukan penanaman mangrove di Pantai Lampoko. Mereka merasa punya kewajiban melindungi kawasan tersebut dari degradasi yang semakin meluas. Foto: Wahyu Chandra

Hal senada juga disampaikan oleh Haruki Agustina, Kepala Sub Direktorat Sampah dan Daur Ulang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Menurutnya, perempuan dan keluarga berperan untuk mengendalikan lingkungannya. Karena, 50 persen sampah berasal dari rumah tangga.

“Dengan pemilahan, komposting akan mengurangi sampah ke tempat pembuangan akhir (TPA) cukup siginifikan,”ujarnya.

Sampah organik dimanfaatkan menjadi kompos, sedangkan non organik bisa dimanfaatkan. Perempuan juga bisa cerdas memilih produk-produk rumah tangga dan konsumsi untuk keluarga. “Misalnya dengan membeli isi ulang, tidak memilih kemasan sachet yang kecil atau styrofoam,” ujarnya. Dia juga mencontohkan edukasi kepada anggota keluarga terhadap barang konsumsi keluarga dan prinsip (tiga R: reuse, reduce, recycle).

Dia pun menekankan pengelolaan sampah anorganik yang bisa dimanfaatkan melalui bank sampah dan TPA. “Di TPA tidak hanya sebagai sampah dengan sistem dumping, tapi bisa gas metan yang ada bisa dimanfaatkan sebagai energi,” ujarnya.

Pemanfaatan sampah oleh bank sampah saat ini juga menurutnya cukup membantu. Hingga kini, di seluruh Indonesia terdapat lebih dari 3.500 unit bank sampah dengan jumlah sampah terkelola mencapai 5.550. 335 kilogram sampah atau menghasilkan Rp34 miliar per bulan dengan 173 ribu penabung sampah.

Karena itu Kementerian LHK bekerja sama dengan Menteri Koperasi dan UKM mengupayakan Kredit Usaha Rakyat untuk Pengelola Bank Sampah. “Untuk bank sampah yang layak industri kreatif,” papar Haruki.

Tas dari ujung-ujung limbah gelas plastik air mineral. Kreasi kreatif perempuan di Kota Yogyakarta yang memanfaatkan sampah plastik menjadi barang bernilai ekonomi. Foto: Tommy Apriando

Program kolaborasi dari dua kementerian ini diluncurkan 5 Maret 2016 lalu. Beberapa bank sampah di Makassar yang menjadi percontohan mendapat kucuran dari bank.

Dua perempuan pengelola bank sampah di Kotabaru, Bekasi, dan Cilandak, Jakarta Selatan yakni Sofi dan Dewi berbagi pengalaman mengelola bank sampah di wilayah masing-masing. Mereka juga mencontohkan bagaimana edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat di lingkungan masing-masing.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,