, ,

Petani Rakyat Kembangkan Desa Sawit Lestari

Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) bersama Forum Pengembangan Pembaharuan Desa (FPPD) menginisiasi Desa Sawit Lestari guna pengembangan sawit berkelanjutan.

”Langkah ini menjadi best practice memperbaiki citra sawit di Indonesia, yang selalu dianggap buruk dunia Internasional,” kata Ketua SPKS, Mansuetus Darto dalam diskusi di Jakarta, Selasa (19/4/16).

Dia mengatakan, produktivitas dan kapabilitas sawit rakyat minim dan jarang diterima perusahaan. Kondisi ini, mendorong petani memperbaiki kualitas. SPKS pun menjadi perantara mengomunikasikan kepada pemerintah daerah maupun perusahaan.

Melalui langkah ini, katanya, dapat mendorong kelembagaan petani terintegrasi dengan sistem desa, seperti organisasi tani, kelompok petani, koperasi dan SPKS kabupaten dan desa.

Inisiatif ini, katanya, muncul dari petani kecil. Tahap awal, ada tiga lokasi pilot project. yakni Desa Sei Kijang, Desa Simpang Beringin, dan Desa Muda Setia di Pelalawan, Riau, dengan luas 3.400 hektar.

Pelalawan itu, petani mandiri banyak, pilot awal mendorong sawit keberlanjutan di wilayah rentan bersama pemda dan perusahaan.

Konteks keberlanjutan, katanya, terkait sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dan Roundtable Sustainable on Palm Oil (RSPO).

Permasalahan mendasar lain petani sawit, katanya, dalam bercocok tanam minim dokumen hukum terhadap lahan. Hingga, bantuan keuangan dari lembaga atau bank sangatlah sulit. ”Padahal ini mampu memfasilitasi replanting, pembukaan lahan tanpa bakar, membeli bibit berkualitas hingga produktivitas tinggi.”

Pada 2016, SPKS menargetkan inisasi 20.000 hektar lahan, antara lain Pelalawan, Rokan Hulu dan Labuhan Batu. ”SPKS ada pada 320 desa. Nanti dibentuk Asosiasi Desa Sawit Berkelanjutan.”

Petani Sawit Desa Dosan, Siak, Riau, Dahlan berkomitmen menerapkan standar ramah lingkungan. ”Supaya intensifikasi produktivitas kebun meningkat dan dapat RSPO,” katanya.

Sejak 2008, mereka selalu terkendala mendapatkan sertifikasi. Padahal komitmen mereka melindungi hutan agar zero deforestasi.

Dengan petani memiliki komitmen berkelanjutan, katanya, diharapkan juga terhindar tangan-tangan jahat tengkulak. Pasalnya, banyak tandan buah segar (TBS) petani tak memiliki pasar di perusahaan dan lain-lain hingga terjerak tengkulak.

SPKS dan FPPD merangkul perusahaan agar bisa membeli TBS dari petani. ”Ini sudah sawit hijau, akan diurus ISPO.”

Perwakilan FPPD, Farid Hadi Rahman menyebutkan, bersama SPKS akan mendorong petani menuju lahan legal. Salah satu, memiliki surat tanda daftar buah (STBD) dari Dinas Perkebunan.”Ini tidak membuat desa jadi sawitisasi. Ini celah petani membentuk lembaga,” katanya.

Melalui ini, katanya, bisa menjadi gagasan meracik tradisi di masyarakat. Antara desa dan sawit secara fisik dekat.”Bukan semata industrialisasi, juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan pendekatan tradisi petani. Karena desa memiliki otoritas sendiri.”

 

Dukungan pemerintah

Bito Wikantosa, Kepala Sub Bidang Pembangunan Partisipatif, Kementerian Desa, Pembangunan dan Desa Tertinggal menyambut baik gagasan Desa Sawit Lestari. ”Sudah saatnya pemerintah desa hadir dan turut membantu petani memperjuangkan sawit berkelanjutan.” Jadi, manfaat masyarakat lebih jelas. Ia juga potensi dan inisiatif ekonomi desa setempat.

Walhi dan Greenpeace menyambut baik inisiasi ini. Direktur Eksekutif Walhi Nasional, Abetnego Tarigan mengatakan, ini bisa jadi kesadaran petani untuk peningkatan produktivitas dibandingkan ekspansi.”Pembangunan desa lebih memerhatikan living cost dibandingkan komoditi.”

Ratri Kusumohartono, Juru Kampanye Hutan Greenpeace mengatakan, perlu ada upaya pemerintah mendorong sawit berkelanjutan. ”Perlu intensif pemerintah yang selama ini mengambil keuntungan dari TBS.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , ,