Jawa Timur mengawali rangkaian penyelenggaraan Kongres Sungai Indonesia II Tahun 2016, yang dipusatkan di Bendungan Selorejo, Malang pada 20-24 Agustus 2016.
Berbagai kegiatan dilakukan di Gedung Negara Grahadi, Selasa (19/4/2016). Ada lokakarya, serta susur Sungai Brantas dan Bengawan Solo. Susur sungai yang digelar 25 April-23 Mei ini bertujuan mencari catatan ekologis, ekonomi, politik, sosial dan budaya masyarakat yang tinggal di sekitar sungai, serta tata ruang daerah aliran sungai.
Sekjen Kongres Sungai Indonesia (KSI) Agus Gunawan Wibisono menuturkan, penanganan sungai sungai saat ini perlu dilakukan semua elemen masyarakat bersama pemerintah. “Sungai merupakan pusat kehidupan manusia masa lalu hingga kini. Kerusakan ekosistem yang terjadi di Indonesia menjadi dasar utama diselenggarakannya Kongres Sungai Indonesia.”
Pada Kongres Sungai Indonesia I Tahun 2015 di Purbalingga, Jawa Tengah, dihasilkan Maklumat Serayu yang berisi ajakan melakukan revolusi pengelolaan sungai beserta kawasan daerah aliran sungai. Maklumat ini berisi kesadaran mengenai kondisi sungai-sungai di Indonesia yang tercemar, banjir, kekeringan yang ekstrim, hingga hilangnya keanekaragaman hayati.
Penanganan masalah sungai diakui Agus tidak dapat berjalan sendiri atau oleh satu pihak saja. Perlu kesadaran dan upaya bersama mengatasi persoalan sungai dan air. “Kami ingin, gerakan ini menjadi motor. Sekarang sudah muncul sekolah sungai, jaga kali, dan kami berharap masih banyak lagi,” terang Agus.
Komitmen Pemerintah
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang hadir dalam launching Kongres Sungai Indonesia mengatakan, kerusakan sungai memang tinggi, sehingga pemerintah berkomitmen memfasilitasi dan mengawal revitalisasi. “Jawa Timur dan Jawa Tengah serius melakukannya. Dari awal, kita komit untuk memfasilitasi gerakan ini, yang ke depan dapat melibatkan lebih banyak masyarakat.”
Kerusakan ekosistem sungai disebabkan oleh tingginya pencemaran, peruntukan sungai yang tidak sesuai ketentuan, sehingga mengakibatkan matinya biota yang menjadi indikator tingkat kesehatan sungai. Ganjar menekankan pentingnya penataan kembali kawasan sungai yang rusak, serta pemanfaatan sungai secara baik dan beradab. Gerakan revolusi sungai dengan melibatkan masyarakat, diyakini dapat membantu mengembalikan kondisi sungai menjadi lebih baik.
“Harapan kita semua, nanti di seluruh Indonesia ada gerakan memperbaiki kondisi sungai yang rusak. Yang belum rusak diharapkan lebih bijaksana pemanfaatannya.”
Gubernur Jawa Timur Soekarwo menyatakan dukungannya terhadap upaya penyelamatan sungai yang rusak, melalui pelibatan seluruh elemen masyarakat seperti aktivis lingkungan, mahasiswa, akademisi, hingga instansi pemerintahan terkait.
Soekarwo menyatakan, pesoalan air menjadi masalah serius di Jawa Timur, karena kebutuhan air di Jawa Timur sebesar 21,9 juta meter kubik, namun yang dipenuhi hanya 19,8 juta meter kubik saja. “Jawa Timur sebenarnya daerah kering, sehingga sungai sangat penting. Ini pekerjaan kita bersama untuk mengatasinya.”
Mengembalikan kondisi sungai menjadi kembali baik, menurut Soekarwo, membutuhkan energi besar dan keterlibatan semua pihak. “Data 2013 menyebutkan, limbah Kali Brantas, 55 persen dari limbah domestik dan 45 persen dari industri dan pertanian. Limbah domestik ini salah satunya kegiatan buang air besar di sungai.”
Melalui Kongres Sungai Indonesia II di Jawa Timur, Soekarwo berharap kejayaan peradaban sungai seperti pada Kerajaan Majapahit dapat dipulihkan. Karena sungai, merupakan sumber kehidupan bagi banyak makhluk hidup.
“Ini harus jadi gerakan bersama, dan masyarakat menjadi kekuatan besarnya. Dari sungai dan air, semua sektor dapat dihidupkan, seperti pertanian, perikanan, industri, air minum, hingga ekowisata,” pungkasnya.