,

Akankah Ekonomi Hijau Membuat Jantung Borneo Tetap Berdenyut?

Jantung Kalimantan kembali dapat perhatian khusus dari dunia internasional. Melalui sentuhan kolaboratif antara pemerintah dengan lembaga swadaya masyarakat, kawasan seluas 22 juta hektar yang lebih dikenal dengan sebutan Heart of Borneo (HoB) ini, siap digodok dengan lima pilar yang bermuara pada pembangunan ekonomi hijau.

Bupati Kapuas Hulu, AM Nasir menyambut baik inisiatif tersebut. “Program ini baik karena ada kolaborasi antara pemerintah, pelaku bisnis, masyarakat, serta masyarakat sipil sebagai implementasi dari ekonomi hijau dalam mendorong pembangunan yang berkelanjutan,” katanya di Putussibau, Selasa (19/4/2016).

Program ini, kata Nasir, sangat strategis karena mendukung implementasi komitmen Kapuas Hulu sebagai Kabupaten Konservasi yang dicanangkan sejak Oktober 2003. Semua bermuara agar sumber daya alam di Kapuas Hulu tetap mampu menyediakan fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial secara berimbang.

Bupati menyampaikan hal itu sesaat sebelum menandatangani kontrak kerja sama program antara Pemerintah Kapuas Hulu dengan Manajer Program Kalbar WWF-Indonesia, Albertus Tjiu. Penandatanganan kontrak dihelat oleh Inisiatif HoB bersama WWF-Indonesia dan dihadiri berbagai pemangku kepentingan, termasuk perwakilan dari pemerintah negara bagian Sarawak, Malaysia, dan Pemerintah Jerman, serta WWF Network (Jerman, Malaysia, dan Jepang).

Ke depan, kata Nasir, program ini diharapkan lebih banyak menjalankan kegiatan fisik agar masyarakat yang tinggal di sekitar HoB dapat menikmati ketersediaan listrik dan air bersih yang bersumber dari kekayaan alam yang tersedia. “Sebenarnya, pemerintah sudah mencoba mengalirkan listrik ke desa melalui bantuan mesin diesel. Namun terkendala bahan bakar minyak. Nah, melalui program ini saya berharap bisa disiasati dengan teknologi ramah lingkungan,” pintanya.

Kalimantan Regional Leader WWF-Indonesia, M. Hermayani Putera mengatakan, program ini akan difokuskan di wilayah selatan Kapuas Hulu. Ia diintegrasikan dengan pengembangan Kawasan Strategis Kabupaten (KSK) Agropolitan sebagaimana tertuang dalam visi 20 tahun Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) Kapuas Hulu 2014-2034. “WWF akan memberikan bantuan teknis dalam menyusun dokumen pendukung dalam membangun KSK Agropolitan Kapuas Hulu,” katanya.

Pada pelaksanaannya, kata Hermayani, program ini akan mendokumentasikan semua pembelajaran yang bisa diambil selama implementasi. Tujuannya agar dapat menjadi panduan dalam perencanaan penggunaan lahan secara berkelanjutan pada lansekap yang jauh lebih luas antara pemerintah Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam.

Staf Ahli Menko Perekonomian Bidang Hubungan Ekonomi, Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Raldi Hendro Koestoer mengatakan, program ini selaras dengan rencana strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

“Sesuai dengan kerangka rencana strategis nasional Kementerian LHK, dalam kaitan ini WWF yang memayungi hubungan antara Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu dan Negara Bagian Sarawak, berupaya mensinergikan program-program kelestarian lingkungan. Untuk itu kita dorong pemerintah daerah dapat menjalankan aspek-aspek yang lebih operasional, “ ujar Raldi.

Warga Sub-Suku Dayak Suy’uk di Desa Tanjung sedang menyeberangi Sungai Suy’uk usai menjalankan aktivitas sehari-hari, baik menoreh karet maupun berladang. Foto: Andi Fachrizal
Warga Sub-Suku Dayak Suy’uk di Desa Tanjung sedang menyeberangi Sungai Suy’uk usai menjalankan aktivitas sehari-hari, baik menoreh karet maupun berladang. Foto: Andi Fachrizal

Inspirasi dari Kampung

Direktur Regional Sumatera-Kalimantan WWF Indonesia, Anwar Purwoto mengatakan program ini adalah hasil diskusi bertahun antara Indonesia dengan Malaysia. “Sejauh yang kami ketahui, program ekonomi hijau ini adalah kegiatan pertama. Ini adalah jaringan ekonomi hijau, yang akan mengintegrasikan pembangunan di bidang ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan,” katanya.

Menurut Anwar, program ini ingin menyeimbangkan kegiatan pembangunan di Kapuas Hulu khususnya di bagian selatan, termasuk pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Kolaborasi pembangunan ini diharapkan dapat membantu masyarakat.

Lebih jauh Anwar menjelaskan bahwa kegiatan tersebut juga terinspirasi dari program yang sudah berjalan di koridor Labian-Leboyan di Kapuas Hulu. “Di sana kita sudah memerkuat Forum DAS Labian-Leboyan, merestorasi kawasan kritis, dan mengembangkan produk hasil hutan bukan kayu seperti karet, madu, dan kerajinan,” katanya.

Hal lain yang sudah diperbuat adalah program air bersih dan pipanisasi serta pembangunan rumah pengeringan ikan di Desa Melemba, Kecamatan Batang Lupar, Kabupaten Kapuas Hulu. “Jadi, selain program pemberdayaan masyarakat, kita juga sudah menerapkan program fisik untuk membantu masyarakat di wilayah dampingan,” jelasnya.

Masyarakat di jantung Kalimantan memanfaatkan sungai secara bijak untuk menopang kehidupan keluarga. Foto: Andi Fachrizal
Masyarakat di jantung Kalimantan memanfaatkan sungai secara bijak untuk menopang kehidupan keluarga. Foto: Andi Fachrizal

Ekonomi Hijau

Berdasarkan fact sheet (lembar fakta) yang dirilis WWF-Malaysia, program ekonomi hijau di jantung Kalimantan berupaya mengintegrasikan pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan demi kesejahteraan masyarakat di Jantung Borneo.

HoB merupakan lansekap alam seluas 22 juta ha dengan kawasan hutan yang utuh. Jantung Borneo merupakan rumah bagi jenis-jenis hidupan liar yang beraneka ragam seperti orangutan, macan dahan, gajah kerdil (Pygmy elephant), dan badak sumatera.

Terlepas dari wilayah ini menjadi salah satu kawasan konservasi prioritas WWF secara global, wilayah HoB juga merupakan kawasan pengembangan sosial ekonomi penting bagi sumber mata pencarian masyarakat lokal dan adat.

Kawasan seluas dua juta hektar, yang terbentang mulai dari bagian utara Kalbar hingga ke barat daya Sarawak, sudah menjadi lokasi proyek Koridor Lintas Batas HoB, dengan dukungan pendanaan dari International Climate Initiative, Kementerian Federal Lingkungan, Konservasi Alam, dan Keselamatan Bangunan dan Nuklir Jerman.

Program koridor ini ditujukan untuk pengembangan konsep pengelolaan ekonomi hijau yang menekankan pada produksi dan penggunaan sumberdaya ramah lingkungan dalam kawasan koridor lintas batas HoB di Kalimantan dan Sarawak. Diharapkan melalui program tersebut dapat memberikan manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan bagi manusia dan alam.

Program ekonomi hijau berkontribusi pada lima pilar dalam Rencana Aksi HoB seperti yang disahkan oleh pemerintah Malaysia dan Indonesia, yaitu pengelolaan lintas batas, pengelolaan kawasan lindung, pengelolaan sumberdaya berkelanjutan, ekowisata, dan peningkatan kapasitas. Program ini akan mendemonstrasikan bagaimana pengembangan ekonomi berkelanjutan diintegrasikan dengan konservasi.

Program tersebut berada di wilayah koridor inisiatif HoB yang bertujuan menciptakan konektivitas ekologi antara kawasan-kawasan lindung dan penggunaan-penggunaan lahan yang berbeda, yang ada di Brunei Darussalam, dua negara bagian di Malaysia yaitu Sabah dan Sarawak, serta 4 provinsi di Indonesia yaitu Kalbar, Kalteng, Kaltim, dan Kaltara.

Peta rencana monitoring laju peluruhan sarang orangutan di Bukit Peninjau, Dusun Meliau, Desa Melemba, Kecamatan Batang Lupar, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalbar. Peta: WWF-Indonesia
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,