, ,

Bersepeda dari Jakarta, Samsudin Mendongeng Badak buat Anak-anak di Jambi

“Nama saya Wira, umur 14 tahun, kelas III SMP. Selamat Hari Bumi, semoga bumi menjadi rumah untuk kita semua,” katanya menggunakan bahasa isyarat. Perempuan bernama lengkap Cut Wira Ramayanti, siswi Sekolah Luar Biasa Prof Dr Sri Soedewi Masjchun Sofwan Jambi ini mengikuti kegiatan mendongeng tentang Badak bersama Samsudin.

Wira bersama teman-teman begitu bersemangat mendengarkan dongeng Samsudin. Suara monyet dan cericit tikus hutan diperankan Samsudin dengan sangat baik. Anak-anak ini riuh, bertepuk tangan. Mereka senang melihat ulah Samsudin memperagakan badak memakan ranting-ranting pohon jatuh.

Samsudin, relawan yang bersepeda berkeliling mendongeng tentang badak (Rhinocerotidae). Dengan mengayuh sepeda, warga Indramayu, Jawa Barat ini, melintasi Jakarta, Lampung, Bengkulu. Kala peringatan Hari Bumi dia di Jambi. Dia menyuarakan pelestarian badak karena satwa ini hampir punah. Samsudin, pendiri Rumah Baca Bumi Pertiwi di Indramayu.
Ketertarikan dengan badak berawal dari pertemuan dengan Mini Nagendra dari US Fish and Wildlife Service di Taman Nasional Ujung Kulon. Dari sana, dia merasa bangga karena hanya Indonesia yang memiliki badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) dan badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis).

“Kita harus bangga, banyak orang tak peduli itu, padahal populasi mereka terancam punah,” katanya. Selama 21 hari, dia menjelajahi Sumatera mulai Lampung, Bengkulu dan Jambi menyusuri jalur sepanjang Taman Nasional Bukit Barisan Selatan-Merpas-Pinoroyo-Bengkulu- Jambi, merupakan perjalanan sangat luar biasa.

Dia memilih merayakan Hari Bumi bersama anak-anak yang memiliki kemampuan luar biasa. Dia kagum dengan anak-anak SLB ini. “Saya terharu dan tak bisa berkata apa-apa lagi begitu melihat mereka antusias mendengarkan dongeng badak ini. Walaupun mereka banyak tak tahu dan belum pernah lihat badak .”

Samsudin menyiapkan waktu seminggu untuk belajar dan memahami komunikasi dengan anak-anak berkebutuhan khusus ini. “Saya harus belajar dulu memahami mendongeng bersama anak-anak ini. Januari lalu, saya ke sini dan didampingi seorang guru,” katanya.

Samsudin (tengah), usai berdongeng badak di Jambi. Pria dari Indramayu ini, mulai berdogeng dari Jakarta, ke Jambi, menggunakan sepeda. Foto: Elviza Diana
Samsudin (tengah), usai berdongeng badak di Jambi. Pria dari Indramayu ini, mulai berdogeng dari Jakarta, ke Jambi, menggunakan sepeda. Foto: Elviza Diana

Saat in,i ada sekitar 460 siswa belajar di SLB Sri Soedewi. Mereka dari kelas tuna netra, tuna rungu, tuna grahita dan autis. Mereka mendapatkan pendidikan konservasi melalui pelajaran-pelajaran tematik seperti IPA dan IPS. Untuk penyampaian dengan mendongeng baru pertama kali khusus pengenalan satwa.
Budi, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan menyebutkan, khusus pengenalan satwa liar melalui mendongeng, menjadi bentuk baru penanaman cinta lingkungan yang efektif.

Sejak dini
Kegiatan mengusung tema “Kami Sayang Badak” diadakan 1-22 April 2016, berawal di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Manggala Wanabakti, Jakarta, berakhir di Jambi. Selain mengkampanyekan pelestarian alam, mendongeng keliling ini salah satu upaya pelestarian budaya yang sudah mulai ditinggalkan banyak orang.

Samsudin berharap, lewat media dongeng , pesan-pesan luhur mengenai pelestarian alam lebih mudah ditangkap masyarakat luas, terutama anak-anak. Dia menggunakan wayang kardus sebagai alat bantu mendongeng. Wayang ini kreasi pribadi dibuat setelah dia menggali banyak informasi mengenai badak dan habitat di Taman Nasional Way Kambas dan Taman Nasional Ujung Kulon.

Selama perjalanan menuju Jambi, Samsudin membagikan buku cerita anak eksklusif tentang badak berjudul “Badak Tak Bercula (The Hornless Rhinoceros)” karya Dr. Robin Radcliffe.

Bermacam-macam cerita disampaikan sesuai pendekatan di setiap daerah masing-masing, namun selalu badak jadi tokoh utama. Ada 12 tokoh wayang sudah disiapkan, seperti badak Jawa dan badak Sumatera, penjahat, berbagai satwa lain seperti monyet, tikus, bebek, hingga Sofia, puteri semata wayangnya. Di Bengkulu, pendekatan ulayat dengan masalah pencemaran air menjadi tema besar dalam mendongeng, namun badak selalu hadir dan mendominasi cerita dongeng. “Macam-macam ya, ada tentang kebakaran, sampah, hingga pencemaran sungai. Tapi lagi-lagi badak menjadi tokoh utama.”

Selama dua minggu ini, Samsudin akan menetap di Kota Jambi guna beristriahat dan melanjutkan mendongeng di beberapa sekolah dan taman bacaan di kota ini. Setelah itu, Samsudin berencana ke Taman Nasional Gunung Leuser.

Jambi, dengan Taman Nasional Kerinci Seblat menjadi spesial karena pernah menjadi tempat hidup badak Sumatera selain di Way Kambas, Bukit Barisan Selatan dan TN Gunung Leuser.

Andjar Rafiastanto, Country Director ZSL Indonesia menyebutkan, populasi badak terancam punah perlu penyelamatan melalui pendidikan konservasi sejak dini.”Saat ini populasi badak Sumatera kurang lebih 100, badak Jawa hanya 60. Ini angka sungguh memprihatinkan. Kami melihat upaya Pak Samsudin, mulia. Anak-anak titik awal memberi pemahaman sejak dini,” katanya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,