,

Penyelundupan Burung Dalam Botol Plastik Terulang Lagi

Penyelundupan burung menggunakan botol plastik air minum kemasan terjadi kembali. Kali ini, polisi mengamankan 34 individu burung yang dibawa menggunakan KM Gunung Dempo dari Sorong, Papua Barat, yang disimpan di dek 4 kelas ekonomi, menuju Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Rabu (20/4/2016) malam.

Dari 34 burung yang diamankan itu, hanya cendrawasih botak (1), cendrawasih kecil (3), kakaktua jambul-kuning (6), nuri bayan jantan (4), dan nuri bayan betina (11) yang hidup. Sisanya mati akibat kekurangan oksigen selama perjalanan.

“Kami mengamankan dua tersangka yang menjadi pelaku penyelundupan, inisialnya CA dan S. Mereka kurir dan penadah,” kata AKBP Arnapi, Kapolres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Jumat (22/4/2-16).

Lolosnya burung-burung ini tidak lepas dari keterlibatan salah seorang tersangka yang merupakan anak buah kapal. Polisi menduga, ada pelaku lain dalam jaringan ini, karena nilai burung yang diperdagangkan cukup mahal. Sementara pemasok berinisial FH sudah diketahui identitasnya, dan akan diupayakan ditangkap.

“Kami menduga ada pemodal yang terkait karena rencananya burung ini akan dikirim ke pemesan yang ada di Jakarta,” lanjut Arnapi.

Nuri bayan jantan yang mati akibat diselundupkan menggunakan botol. Foto: BB Karantina Pertanian Surabaya
Nuri bayan jantan yang mati akibat diselundupkan menggunakan botol. Foto: Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya

Kecurigaan petugas gabungan mengenai adanya barang selundupan, muncul setelah rencana sandar kapal KM Gunung Dempo molor dua jam dari jadwal semula. Kepala Bidang Pengawasan dan Penindakan, Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya, Retno Oktorina mengatakan, upaya penggagalan penyelundupan satwa liar dari pelabuhan ini dilakukan bekerja sama dengan semua otoritas yang ada di pelabuhan serta informasi dari tempat asal satwa.

“Selama ini kami terus melakukan pengawasan, dan kami juga berbagi informasi dengan polisi, BKSDA maupun Bea Cukai,” ujar Retno.

Semua barang bukti sementara waktu diamankan di Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya, untuk dilakukan pemeriksaan dan pemulihan kondisi. Sejauh ini tidak ada penyakit khusus yang diderita, meski kebanyakan dari burung tersebut stres karena lamanya perjalanan dan dalam kondisi dikurung.

“Kondisi awal sangat memprihatinkan, dimasukkan botol plastik dan sebagian dalam kardus. Kita rawat dan pulihkan kondisinya, setelah itu dikoordinasikan dengan BKSDA,” terang Retno.

Nuri bayan betina

Nuri bayan betina dan cendrawasih kecil yang berhasil diamankan saat akan diselundupkan. Foto atas dan bawah: BB Karantian Pertanian Surabaya
Nuri bayan betina dan cendrawasih kecil yang berhasil diamankan saat akan diselundupkan. Foto atas dan bawah: Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya

Indikasi

Kepala Balai Besar Koservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Timur, Ayu Dewi Utari kepada Mongabay Indonesia mengatakan, maraknya penyelundupan satwa liar menunjukkan kesadaran masyarakat menjaga kelestarian lingkungan masih rendah.

Ayu mengakui sulitnya mencegah atau mengurangi perdagangan satwa liar, karena permintaan masyarakat akan hewan peliharaan masih tinggi. Mantan Kepala Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru ini menekankan pentingnya kerja sama dan keterlibatan semua pihak dalam memberantas praktik perburuan dan perdagangan satwa. “Upaya penangkapan yang dilakukan polisi, karantina maupun BKSDA tidak akan ada artinya bila masyarakat masih membeli satwa liar terutama yang dilindungi.”

Ketua PROFAUNA Indonesia, Rosek Nursahid menyatakan, terjadinya penyelundupan satwa membuktikan lemahnya pengawasan di daerah asal burung itu, seperti di Maluku dan Papua. “Buktinya masih banyak penangkapan satwa liar di daerah tersebut.”

Rosek juga menyebut, banyaknya komunitas yang mengatasnamakan pencinta satwa, menjadi salah satu faktor meningkatknya perburuan satwa di alam liar. “Sampai sekarang permintaan parrot atau burung paruh bengkok masih sangat tinggi, terutama di Jawa,” ujarnya.

Ria Saryanthi dari Burung Indonesia mengungkapkan, pemerintah perlu melakukan penegakan hukum secara tegas bagi pelaku perdagangan satwa. Kampanye ke masyarakat terus dilakukan, khususnya di daerah perburuan satwa. “Harus ada patroli dan pengawasan yang melibatkan semua pihak, baik itu di tempat asal burung maupun daerah yang banyak permintaan. Regulasi  status perlindungan burung yang banyak diburu harus jelas,” lanjutnya.

Kakatua jambul kuning yang tak luput dari perburuan. Foto: BB Karantina Pertanian Surabaya
Kakatua jambul kuning yang tak luput dari perburuan. Foto: Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya

Komitmen

AKBP Arnapi berharap, pengamanan pelabuhan tidak hanya mengadalkan petugas. Diperlukan peralatan keamanan yang menunjang, berupa X-ray mengingat, belum semua pelabuhan memiliki peralatan tersebut terutama di Indonesia timur seperti Papua, Sulawesi, dan Maluku. “Langkah paling tepat adalah pemasangan X-ray di masing-masing pelabuhan.”

Pelindo (Pelabuhan Indonesia) III yang membawahi pelabuhan di Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, mengaku telah berupaya melengkapi sistem keamanan pelabuhan dengan X-ray.

Kepala Humas Pelindo III Edi Priyanto mengatakan, penempatan X-ray telah dilakukan di semua pelabuhan wilayah Pelindo III. “Pemeriksaan ekstra untuk barang yang dicurigai, termasuk narkoba dan satwa liar memang harus dilakukan.”

Edi menekankan pentingya keterlibatan semua isntitusi yang berwenang di pelabuhan. Pelindo kata Edi, tidak hanya bertugas untuk pengamanan, tapi lebih pada operator pelabuhan. “Untuk pengawasan hewan, tumbuhan, dan benda-benda langka, ada tugas khusus. Dibutuhkan kerja sama dengan semua pihak,” tandasnya.

Berbagai jenis burung yang diselamatkan dari penyelundupan. Foto: BB Karantina Pertanian Surabaya
Berbagai jenis burung yang diselamatkan dari penyelundupan. Foto: Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya
Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,