,

Babat Hutan Lindung, 14 Pembalak Liar di Aceh Timur Ditangkap

Polres Aceh Timur, Aceh, Kamis (21/4/2016), menangkap 14 pembalak liar di Desa Rantau Panjang Bidari, Kecamatan Simpang Jernih, Kabupaten Aceh Timur. Selain menangkap para tersangka, polisi juga mengamankan lebih dari 100 ton kayu kualitas tinggi, mesin pemotong kayu, dan alat berat buldozer.

Kapolres Aceh Timur, AKBP Hendri Budiman mengatakan, satu dari para tersangka tersebut merupakan pemodal atau cukong yang merupakan warga Sumatera Utara. Jenis kayu yang ditebang adalah merbau dan meranti. Para tersangka sudah dua bulan merambah hutan lindung, dan langsung mengolah kayu menjadi papan. Mereka juga membawa mesin ketam. “Setelah menjadi papan, mereka menghanyutkan melalui Sungai Tamiang, Kabupaten Aceh Tamiang, untuk dijual ke Medan, Sumatera Utara, karena harganya lebih mahal.”

Untuk proses lebih lanjut, sambung Hendri, polisi hanya membawa alat berat, mesin pemotong, dan beberapa ton kayu. Sisanya ditinggalkan, karena lokasinya yang sulit. “Mereka dijerat Pasal 12 UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dengan ancaman hukuman minimal satu tahun dan maksimal lima tahun penjara.”

Kasat Reskrim Polres Aceh Timur, AKP Budi Nasuha, yang dihubungi Senin (25/4/2016) menambahkan, dari 14 pelaku tersebut, yang ditetapkan tersangka dan ditahan sebanyak delapan orang. Peran mereka adalah lima orang operator chainsaw, dua operator buldozer, dan seorang cukong. “Sisanya, yang bekerja sebagai tukang masak telah dilepaskan, mereka hanya dikenakan wajib lapor.”

Hasrul Asri, masyarakat Simpang Jernih, mengatakan, di Simpang Jernih memang sering terjadi pencurian kayu. Letaknya di pedalaman dengan jalan yang sulit, memuluskan para pembalak melancarkan aksinya. “Alat transportasi yang mudah hanya menyusuri Sungai Tamiang. Jika melalui jalur darat, harus menggunakan mobil khusus,” ujarnya.

Polisi Daerah Aceh menyita sekitar enam meter kubik kayu ilegal yang di tebang di hutan lindung di Kecamatan Leupung, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh pada 25 Februari 2016 lalu. Foto: Junaidi Hanafiah

Apresiasi

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Aceh, Husaini Syamaun memberikan apreasiasi atas penangkapan tersebut. Menurutnya, Dinas Kehutanan akan membantu kepolisian dalam pemeriksaan dan pengembangan kasus tersebut, termasuk menyediakan saksi ahli dan hal yang dibutuhkan.

Kawasan Simpang Jernih, sambung Husaini Syamaun, memang sering terjadi perambahan. Sebagian besar kayu yang dicuri dijual ke Sumatera Utara. “Pada 2 April 2016, polhut juga mengamankan puluhan ton kayu yang dihanyutkan melalui Sungai Tamiang. Kayu-kayu berkualitas tinggi itu juga berasal dari Simpang Jernih yaitu 200 potong kayu belahan dan 48 potong berbentuk balok,” ungkap Husaini.

Husaini juga memastikan, polhut akan terus beroperasi untuk melakukan penegakkan hukum terhadap para pembalak yang berada di hutan lindung maupun hutan produksi. “Polhut telah memperketat pengawasan di Aceh Timur, Aceh Tamiang dan beberapa daerah lain yang rawan pencurian.”

Manager Forum Korservasi Leuser (FKL) Rudi Putra menjelaskan, illegal logging di Aceh, mulai meningkat sejak 2006. Bahkan di Aceh Timur, dalam satu bulan terakhir, sekitar 150 ton kayu telah disita baik oleh kepolisian maupun polhut. Kayu-kayu tersebut hendak dijual ke Sumatera Utara. “Kami perkirakan, setiap hari, sekitar 30 ton kayu hasil perambahan hutan dijual ke Sumatera Utara, hanya sebagian kecil yang dijual ke pasar lokal.”

Rudi menambahkan, perambahan yang terjadi ini akan berdampak buruk pada lingkungan dan memicu terjadinya konflik satwa dengan manusia. “Banjir pasti akan terjadi. Konflik satwa khususnya gajah, juga akan meningkat karena penebangan kayu tersebut merusak hutan yang merupakan habitatnya,” ujarnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,