, ,

Penyelundupan Ratusan Coral dari NTB Digagalkan di Bali

Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) kembali menggagalkan upaya penyelundupan produk kelautan berupa terumbu karang (coral) yang berasal dari Nusa Tenggara Barat (NTB). Penggagalan itu dilakukan di Pelabuhan Gilimanuk, Bali, akhir pekan lalu.

Informasi awal adanya coral yang akan dikirim secara ilegal, didapat dari petugas BKIPM Mataram Wilayah Kerja Pototano. Petugas tersebut kemudian pada Sabtu (23/04/2016) mengabarkan kepada petugas BKIPM Denpasar Wilayah Kerja Gilimanuk. Informasi tersebut menyebutkan coral diangkut dalam sebuah bus.

terumbu karang

Menurut petugas yang enggan disebutkan namanya itu, bus yang masuk ke Gilimanuk disinyalir membawa hasil perikanan yang bernilai cukup tinggi tetapi tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan, yaitu tidak melaporkan kepada BKIPM di Pototano.

Kemudian, informasi yang masuk itu langsung ditelusuri kebenarannya oleh petugas BKIPM di Gilimanuk yang berkoordinasi dengan Kepolisian Sektor Gilimanuk dengan cara memeriksa setiap bus yang akan masuk ke dalam pelabuhan.

Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan tersebut, petugas gabungan akhirnya menemukan satu bus berinisial TM yang diketahui membawa 6 (enam) boks coral sebanyak 440 buah dan ditempatkan seluruhnya di dalam bagasi. Coral-coral tersebut diketahui dikirim ke Gilimanuk kepada seseorang bernama Akiong.

Tak menunggu waktu lama, petugas langsung mengamankan biota laut tersebut dan kemudian langsung mengembalikannya ke lautan di Pulau Serangan, Bali, pada esoknya, Minggu (24/4/2016). Pelepasliaran tersebut dilakukan langsung oleh BKIPM Denpasar.

Seperti diketahui, coral adalah biota laut yang masuk kelompok invertebrata dan biasa hidup di perairan dangkal dengan suhu yang hangat dengan perairan yang jernih. Sebaran coral ada di seluruh dunia dan tidak terbatas pada satu wilayah saja.

Tempat hidup coral yang masih terpapar sinar matahari membuatnya mampu menghasilkan sumber makanan dan membuat sebagian besar organisme laut menjadikan coral sebagai tempat tinggal mereka.

Dua Kali dalam Sebulan

Sebelum di Bali, BKIPM juga sudah menggagalkan penyelundupan produk kelautan berupa ikan Arwana yang jumlahnya mencapai 1.171 ekor. Penggagalan itu dilakukan di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, oleh BKIPM Kantor Balai Besar I Jakarta, pada Kamis (14/4/2016).

Kepala BKIPM Rina mengatakan, aksi penyelundupan yang akan dilakukan eksportir nakal tersebut berhasil menyelamatkan uang negara sebesar Rp1,946 miliar.

“Itu jumlah yang besar. Kalau penyelundupan itu berhasil, kita rugi. Sekarang, kita akan kembalikan mereka pada lembaga riset atau konservasi. Jika memang harus dilepasliarkan, nanti akan dicari lokasinya,” ucap dia.

Rina bercerita, upaya penggagalan penyelundupan tersebut dilakukan di bagian kargo Bandara Soekarno-Hatta yang menjadi titik terakhir pengiriman barang sebelum naik ke atas pesawat. Saat melewati pemeriksaan petugas, petugas mendapatkan keterangan bahwa dua kotak yang akan dikirim adalah berisi ikan Botia.

“Namun, ternyata saat diperiksa lebih detil, ikan yang akan dikirimkan adalah Arwana. Sementara, ikan Botia justru tidak ada satu ekor pun. Dari situ, kami langsung menahan dua kota tersebut,” jelas dia.

Adapun, dari hasil penyitaan oleh petugas, menurut Kepala Balai Besar Jakarta I BKIPM Siti Khodijahh, didapatkan bukti berupa 793 ekor Arwana Golden (Schleropagusformosus) yang termasuk dalam Apendiks 1 CITES, ukuran 10 cm dan 378 ekor Arwana SilverBrazil (Osteoglossumbicirchosum) ukuran 5-10 cm. Saat ini, seluruh ikan Arwana tersebut ada di instalasi BBBKIPM Jakarta I.

Digagalkan rencana penyelundupan itu, kata dia, menjadi bagian dari pelaksanaan sistem control pada Convention on International Trade I nEndangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES)

Rina mengakui, meski saat ini pihaknya berhasil menggagalkan upaya penyelundupan produk kelautan dan perikanan, tetapi sebenarnya dari jumlah sumber daya manusia (SDM) di lingkungan BKIPM hingga saat ini masih belum mencukupi.

Karena keterbatasan personel itu, Rina menyebut, saat ini BKIPM baru memiliki 47 pos pemantauan di seluruh Indonesia. Jika menilik pada luas daratan dan lautan serta jumlah pulau yang ada, jumlah pos dinilainya masih jauh dari ideal.

“Kita inginnya memang ada penambahan personel sekaligus penambahan anggaran. Tapi, dengan kondisi sekarang yang tidak memungkinkan dilakukan rekrutmen baru (karena moratorium CPNS), kita hanya bisa mengoptimalkan personel yang ada saja,” tutur dia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,