,

Alex Noerdin: Jika Menjalankan Amanat Sriwijaya, Gambut Pasti Terjaga

Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) Alex Noerdin mengatakan jika pembangunan terdahulu dijalankan dengan amanat Prasasti Talang Tuwo, prasasti ekologi milik Kerajaan Sriwijaya, maka kerusakan lahan gambut yang menjadi persoalan pada saat ini tidak akan terjadi. Dia pun harus  berpikir mencari siapa yang bertanggung jawab atas kerusakan tersebut, sebab pemerintah Sumsel tidak pernah mengeluarkan izin penggunaan lahan gambut.

“Kita bodoh atau dibodohi, sehingga lahan gambut tersebut rusak, dan kita terpaksa mengeluarkan dana yang besar untuk merestorasi sedikitnya 2 juta hektare. Padahal jika lahan gambut tidak rusak, dana tersebut dapat digunakan untuk hal yang lebih bermanfaat,” kata Alex Noerdin, saat membuka Rapat Koordinasi Tim Restorasi Gambut Sumsel, di Hotel Aston Palembang, Kamis (28/04/2016).

Namun, kata Alex, upaya merestorasi lahan gambut bukanlah hal yang sia-sia. “Saya tidak mengatakan kerja ini sia-sia. Kerja ini, tugas ini, harus. Tapi, coba gambut itu tidak dieksploitasi secara salah, secara keliru, barangkali kita tidak perlu rapat seperti sekarang ini. Tapi, apa boleh buat. Inilah adanya, ini harus kita selesaikan, tidak boleh mengeluh,” ujarnya.

“Saya pikir, siapa dulu yang bertanggung jawab ini. Siapa itu? Kerusakan ini masif. Jadi, enak saja orang membuka gambut, menanam apapun, kalau kita akhirnya bantu bikin sekat kanal, water bombing dan sebagainya. Saya dan kawan-kawan lain kan terlibat langsung kemarin, memadamkan yang terbakar ini,” katanya.

Dijelaskan Alex Noerdin, nenek moyang masyarakat Sumatera Selatan sejak dulu selalu menjaga lingkungan. “Hal tersebut tertuang dari peninggalan Kerajaan Sriwijaya, melalui Prasasti Talang Tuo.”

“Artinya, sebelum BRG (Badan Restorasi Gambut) dibentuk, kami sudah menjaga lingkungan ini. Tapi tidak tahu keturunan berapa yang selip (menyimpang, red) sehingga mengeksploitir gambut. Tetapi, pasti bukan dari pemerintah Sumatera Selatan. Sebab, saya merasa tidak pernah mengeluarkan izin tersebut. Barangkali itu dari luar-luar inilah,” kata Alex, disambut tawa para peserta rapat.

“Kita tetap membawa spirit Talang Tuwo dalam menata kembali lahan gambut ini. Saya percaya apa yang kita inginkan bersama akan tercapai,” katanya.

Dalam rapat koordinasi pertama tim restorasi gambut daerah di Indonesia tersebut, selain dihadiri seluruh tim ahli dan pengurus harian Tim Restorasi Gambut (TRG) Sumsel, juga dihadiri Deputi Bidang Perencanaan dan Kerja Sama Badan Restorasi Gambut (BRG) Nasional Budi Wardhana. Sumsel merupakan provinsi pertama dari delapan provinsi target BRG yang membentuk TRG. Selain Sumsel, TRG yang sudah terbentuk berada di Jambi, Riau, dan Kalimantan Selatan.

Keramik amphora. Foto: Nurhadi Rangkuti

Taman Sriwijaya

Nurhadi Rangkuti, arkeolog yang juga anggota Tim Ahli TRG Sumsel, menawarkan konsep restorasi berbasis ekologi, budaya dan ekonomi. “Modelnya berupa taman yang dinamakan Taman Sriwijaya. Taman ini bukan seperti yang dipahami saat ini. Taman ini berupa hutan yang tertata.”

Taman itu berada di lahan gambut yang selama ini sering terbakar, restorasinya selain dilakukan pembuatan kolam atau sekat kanal sebagai upaya pembasahan, juga ditanami beragam jenis tumbuhan yang disebutkan dalam Prasasti Talang Tuwo yang merupakan jenis tanaman di Taman Sriksetra. Misalnya bambu, aren, sagu, pinang, kelapa, dan beragam jenis tanaman yang sesuai karakter lahan gambut.

Bedanya, lokasi Taman Sriwijaya ini terdapat situs Sriwijaya. “Beberapa lokasi kebakaran di lahan gambut memang ditemukan situs Sriwijaya,” katanya.

Sebaran situs arkeologi di pantai timur Sumatera Selatan. Peta: Balai Arkeologi Palembang

Gagasan ini mendapat dukungan dari sejumlah pihak. “Saya pikir itu dapat dilakukan. Perlindungan cagar budaya sebagai penanda kearifan lokal terhadap gambut. Artinya, lahan gambut yang direstorasi tersebut bukan hanya berdasarkan kekayaan hayati, tanaman khas masyarakat, air, juga budaya yang membentuknya,” kata Budi Wardhana.

“Jelas konsep tersebut akan diperjuangkan, dan diharapkan mendapat dukungan semua pihak. Apalagi Taman Sriwijaya tersebut ke depannya menjadi potensi masyarakat, baik dari hasil tanaman maupun manfaat wisata dari keberadaan situs Sriwijaya. Artinya restorasi dengan pola ini lebih memungkin termanfaatkan bagi semuanya,” kata Dr. Najib Asmani, Koordinator TRG Sumsel.

“Menata gambut itu jelas terkait dengan manusia. Manusia yang sempurna itu yang memiliki kesadaran budaya. Penguatan pemahaman budaya jelas sangat dibutuhkan dalam merestorasi gambut yang rusak tersebut,” kata Prof. Dr. Rubiyanto H. Susanto, Ketua Tim Ahli TRG Sumsel.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,