, ,

Presiden : Jika Jakarta Tak Mau Tenggelam, Teluk Jakarta Harus Reklamasi  

Presiden RI Joko Widodo mengingatkan kepada semua pihak bahwa saat ini kondisi DKI Jakarta sudah semakin rentan terhadap perubahan alam. Di antaranya, setiap tahun sudah terjadi penurunan permukaan tanah rata-rata 7,5 cm sampai 12 cm dan itu terjadi di wilayah Jakarta Utara yang berbatasan langsung dengan lautan.

Untuk itu, semua pihak yang terlibat dalam pembangunan, harus bisa mengedepankan konsep yang berkelanjutan dengan memerhatikan aspek ketahanan dan daya dukung lingkungan yang berkelanjutan. Kata dia, konsep tersebut bisa diwujudkan dalam hal penyediaan kualitas air bersih dan air minum, mitigasi penurunan permukaan tanah, pengelolaan air limbah, revitalisasi alur sungai, dan pengendalian banjir.

Pernyataan Joko Widodo tersebut diungkapkan saat memimpin rapat terbatas (ratas) yang digelar di Kantor Presiden RI, Jakarta, Rabu (27/4/2016). Ratas tersebut digelar untuk membahas tentang perkembangan kasus reklamasi Teluk Jakarta yang saat ini sedang berpolemik.

Jika dalam setiap pembangunan tidak mengedepankan konsep berkelanjutan, Joko Widodo menyebut, pada 2030 nanti Jakarta Utara seluruhnya akan berada di bawah permukaan laut.

“Akibatnya, pada saat tersebut 13 sungai yang melewati Jakarta tidak bisa mengalirkan airnya secara gravitasi ke teluk Jakarta,” ujar Presiden.

Agar prediksi tersebut tidak terjadi, Joko Widodo mengatakan, semua pihak harus terlibat aktif dalam setiap pembangunan yang ada dan harus bisa melaksanakan pengendalian sumber daya air dan lingkungan di DKI Jakarta secara terpadu, terintegrasi dari hulu ke hilir.

Bagi Presiden, untuk bisa memecahkan persoalan tersebut, jalan satu-satunya adalah dengan melakukan reklamasi di kawasan pesisir Jakarta. Menurut dia, konsep yang disebut dengan National Capital Coastal Development (NCICD) itu merupakan jawaban yang paling pas dari semua pertanyaan tersebut.

“Jangan dipersempit yang berkaitan dengan reklamasi Jakarta. Sekarang kita tidak berbicara masalah hukum yang berkaitan dengan reklamasi meskipun kita undang Ketua KPK,” ujar Presiden.

Visioner 2030

Secara terperinci, Joko Widodo melanjutkan, melihat kondisi yang terjadi saat ini, yang harus dikedepankan adalah hal-hal strategis, besar dan visioner ke depan untuk mengantisipasi yang mungkin terjadi pada 2030 mendatang, yaitu dimana Jakarta Utara berpotensi berada di bawah permukaan laut.

Presiden kemudian mengungkapkan, saat dia berkunjung ke Belanda pada pekan lalu, saat itu yang menjadi fokus adalah bagaimana mempelajari keunggulan negeri Kincir Angin itu untuk mengelola air. Termasuk, water supply and sanitation, water for food and ecosystem, water governance, serta water safety.

“Tentunya dalam konsep pengembangan perkotaan, infrastruktur pengelolaan air harus terintegrasi dengan infrastruktur pembangunan. Pengembangan pelabuhan, bandara, jalan tol, perumahan, perkantoran dan sistem transportasi massal harus betul-betul terintegrasi dengan baik,” jelas dia.

Dalam ratas, Presiden menekankan tiga hal yang harus dipenuhi dalam pembangunan pesisir Ibukota negara. Pertama, dari aspek lingkungan, baik biota laut maupun mangrove. Kedua, aspek hukum, mengikuti kaidah-kaidah serta aturan-aturan hukum yang berlaku. Ketiga, aspek sosial, khususnya berkaitan dengan kehidupan  nelayan.

Presiden juga menegaskan bahwa proses pembangunan pesisir ibukota negara harus dikendalikan sepenuhnya oleh Pemerintah bukan oleh swasta. Untuk itu, Bappenas diperintahkan untuk menyelesaikan desain besar pembangunan pesisir yang terintegrasi sehingga jadi pegangan dalam implementasinya.

Joint Committe

Sementara itu, Pemerintah Indonesia di bawah koordinasi Menteri Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli, mulai mengintensifkan kerja tim joint committe yang sengaja dibentuk untuk menyelesaikan persoalan reklamasi Teluk Jakarta yang terganjal peraturan hukum. Tim tersebut bekerja mulai pekan ini.

Deputi IV Kemenko Maritim dan Sumber Daya Safri Burhanuddin mengatakan, tim akan bekerja setiap hari secara maraton untuk mengejar setiap masalah yang ada hingga ditemukan solusinya. Untuk evaluasi, setiap Kamis akan digelar rapat tertutup yang dihadiri seluruh anggota tim.

Adapun, tim yang dimaksud terdiri dari tim yang menangani kajian lingkungan dan diketuai oleh Direktur Jenderal Planologi dan Tata Ruang KLHK San Afri Awang. Kemudian tim kedua yang bertugas menyelesaikan bidang teknis dan kebijakan reklamasi, dipimpin Dirjen Pengelolaan Ruang Laut (PRL) KKP Bramantya Satyamurti Poerwadi.

“Sementara tim tiga membidangi perizinan dan penyelarasan peraturan perundang-undangan, dengan Deputi II Bidang Sumber Daya dan Jasa Kemenko Maritim dan Sumber Daya ketua Agus Kuswandono,” ucap dia.

Masing-masing tim nantinya akan dibantu kementerian-kementerian terkait, seperti KLHK, KKP, Kemendagri, Sekretariat Kabinet, dan Kemenko Maritim. Termasuk juga  Pemprov DKI, ada deputi gubernur, kepala BAPPEDA, asisten pembangunan, dan juga tim percepatan Gubernur.

Safri juga mengatakan dalam tiga tim yang terbentuk dan yang sudah mulai bekerja tetap melibatkan Pemprov DKI. “Kita akan selalu libatkan Pemprov DKI Jakarta, karena mereka memiliki data yang lebih akurat. Jadi mereka bertugas menyuplai data buat tim,” tandas dia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,