Tak banyak yang tahu, keindahan alam Raja Ampat di Provinsi Papua Barat ternyata juga menjadi rumah yang nyaman bagi hewan laut berkharisma, pari manta.
Hewan laut yang berukuran raksasa namun sangat jinak itu, menyukai perairan Raja Ampat sebagai rumah utamanya. Tak tanggung-tanggung, ada dua spesies pari manta di sana, yakni manta karang dan oseanik.
Menurut Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Raja Ampat Yusdi Lamatenggo, kawasan perairan di Raja Ampat menjadi favorit bagi dua spesies pari manta tersebut, karena di Raja Ampat menjadi tempat pertemuan dua perairan, yakni Samudera Pasifik dan Samudera Hindia.
“Itu jadi keunikan tapi sekaligus juga tantangan untuk kita bisa menjaganya. Bagaimana dua spesies tersebut tetap merasa nyaman ada di perairan Raja Ampat,” tutur dia, akhir pekan lalu di Jakarta.
Karena menjadi tempat yang nyaman, Yusdi menyebutkan, Raja Ampat juga menjadi tempat perkembangbiakan Pari Manta dari sejak di kandungan induknya hingga lahir dan besar menjadi dewasa (nursery). Temuan itu menjadikan Raja Ampat sebagai satu-satunya tempat di Indonesia, dan yang pertama di Asia Tenggara yang memiliki nursery pari manta.
Di kawasan Raja Ampat, kata Yudsi, pola migrasi pari manta memperlihatkan temuan menarik, yakni pari manta yang berasal dari daerah tersebut umumnya tidak menjelajah dengan jarak terlalu jauh dan akan kembali ke area yang sama. Studi ini telah mengkonfirmasi Laguna Wayag sebagai tempat berkembangbiak dan pembesaran pari manta (nursery area).
“Dengan ditemukannya kawasan nursery manta di Wayag, pengelolaan pariwisata pari manta yang lebih baik akan menjadi prioritas dalam memastikan keberlangsungan populasi pari manta di Raja Ampa,” tutur dia.
Yusdi menambahkan, nursery area yang dimaksud, adalah wilayah perairan kolam Wayag yang tersohor ke seluruh dunia sebagai perairan indah yang memiliki pemandangan dramatis dihiasi gugusan bukit-bukit yang hijau.
Karena ada aktivitas rutin yang dilakukan pari manta, Yusdi mengaku sangat berhati-hati dalam mengembangkan pariwisata di daerahnya. Dia mengaku tak mau, setiap biota laut yang ada menjadi korban dan punah karena pengelolaan yang salah.
“Untuk itu, kita selalu dilindungi oleh perangkat hukum, agar pengelolaan berjalan benar. Di Raja Ampat, sudah ada Perda (peraturan daerah) yang melarang penangkapan pari manta,” papar dia menyebut Perda Kab Raja Ampat No.9 Tahun 2012 tentang Larangan Penangkapan Ikan Hiu, Pari Manta, dan Jenis-jenis Ikan Tertentu di Perairan Raja Ampat.
Terancam Punah
Keindahan alam dan kekayaan sumber daya alam di Raja Ampat, juga diakui oleh Marine Program Director Conservation International (CI) Indonesia Victor Nikijuluw. Menurut dia, Raja Ampat adalah salah satu kawasan perairan yang harus selalu dilindungi, karena di dalamnya menyimpan banyak kekayaan laut. Kata dia, apa yang ada di dalam lautan Raja Ampat, ternyata tak dimiliki oleh negara lain.
“Jangankan oleh negara lain, oleh daerah lain di Indonesia saja, itu tidak. Raja Ampat sangat eksklusif,” ucap dia akhir pekan lalu.
Victor menuturkan, di antara kekayaan laut yang harus dilindungi, adalah biota laut seperti pari manta. Di Raja Ampat, dua spesies pari yaitu manta karang dan manta oseanik bisa hidup berdampingan dan tumbuh berkembang dengan baik. Kata dia, hanya di Raja Ampat keajaiban seperti itu bisa terjadi.
“Di daerah lain, di Indonesia saja, pari manta itu biasanya hanya ada satu jenis saja di perairan tertentu. Di negara lain juga sama. Tidak ada di satu perairan ada dua spesies pari manta. Ini namanya keajaiban,” sebut dia.
Kedua spesies tersebut, tidak hanya ajaib, menurut Victor, saat ini statusnya sudah masuk dalam kelompok hewan angka dan kini sudah terdaftar Daftar Spesies Terancam Punah International Union for Conservation of Nature (IUCN). Tidak cukup disitu, pada 2013, spesies tersebut juga masuk dalam kelompok Appendix II Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES).
“Masuknya kedua jenis pari manta dalam daftar ini menekankan bahwa kepunahan pari manta akan terjadi jika perdagangan internasional terus berlanjut tanpa adanya pengaturan,” jelas dia.
Victor menambahkan, menjaga pari manta dari kepunahan merupakan tantangan tersendiri bagi Indonesia. Selain hanya melahirkan 1 anakan dalam kurun waktu 2 hingga 5 tahun, ancaman penurunan jumlah populasi semakin meningkat, mengingat semakin tingginya perburuan liar karena permintaan terhadap pelat insang manta dari Cina.
“Tercatat, dalam 10-15 tahun belakangan, telah terdokumentasi penurunan jumlah tangkapan sebesar 70-95% di beberapa lokasi,” ucap dia.