,

BRG: Kriteria Gambut yang Direstorasi di Sumatera Selatan, Bukan hanya Ketebalan

Badan Restorasi Gambut (BRG) Nasional menetapkan delapan Kawasan Hidrologis Gambut (KHG) prioritas di Sumatera Selatan (Sumsel). Delapan KHG ini berdasarkan kriteria perlindungan gambut.

“Kriteria itu, pertama berdasarkan ketebalan tiga meter atau lebih. Kedua, kawasan plasma nutfah spesifik atau endemik. Ketiga, adanya spesies yang dilindungi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Keempat, perlindungan cagar budaya. Kelima, ekosistem gambut yang berada di kawasan lindung sebagaimana ditetapkan dalam rencana tata ruang wilayah, kawasan hutan lindung, dan kawasan hutan konservasi,” kata Budi Wardhana, Deputi Bidang Perencanaan dan Kerjasama Badan Restorasi Gambut (BRG) Nasional, dalam Rapat Koordinasi Tim Restorasi Gambut (TRG) Sumatera Selatan, Kamis (28/04/2016).

Delapan KHG tersebut adalah: Pertama, KHG Sungai Air Hitam Laut-Sungai Buntu Kecil di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) dan Banyuasin. Tepatnya berada di Kecamatan Bayunglincir dan Muaratelang.

Kedua, KHG Sungai Sugihan-Sungai Saleh yang berada di Kabupaten Banyuasin. Tepatnya di Kecamatan Banyuasin I. Ketiga, KHG Sungai Cawang-Sungai Air Lanang di Muba. Tepatnya Kecamatan Bayunglincir. Keempat, KHG Sungai Medak-Sungai Cawang di Muba. Di Kecamatan Bayunglincir. Kelima, KHG Sungai Sembilang-Sungai Cawang di Muba dan Banyuasin. Di Kecamatan Bayunglincir dan Muaratelang.

Keenam, KHG Sungai Sibumbung-Sungai Batok di Ogan Ilir (OI) dan Ogan Komering Ilir (OKI) OKI, yang meliputi Kecamatan Rantau Alai, Air Sugihan, Cengal,  Kayuagung, Lempuing, Pampangan, Pedamaran, dan Tulungselapan.

Ketujuh, KHG Sungai Lumpur-Sungai Jeruju di Ogan Komering Ilir (OKI). Tepatnya di Kecamatan Cengal. Kedelapan, KHG Sungai Sugihan-Sungai Lumpur di OKI di Kecamatan Pampangan.

Total luasan KHG di Sumsel mencapai 2.356.286 hektare. Sekitar 1.083.128 hektare merupakan luas gambut indikatif, dan 637.815 hektare merupakan kubah gambut. Namun, bagi BRG prioritas restorasi gambut di Sumsel seluas 448.954 hektare.

Dijelaskan Budi Wardhana, alur analisis prioritas restorasi dimulai dari draf peta indikatif peluang restorasi dan rehabilitasi gambut. Draf peta ini berdasarkan sebaran gambut, hutan primer, lahan terbakar, dan area terdampak kanal.

Draf peta indikatif tersebut kemudian dianalisis dengan kawasan lindung dan konservasi, yang kemudian menghasilkan rehabilitasi dan penegakan hukum, peta usulan moratorium, konsesi, dan lahan masyarakat.

Selanjutnya melahirkan penataan ulang, penugasan atau kerja sama dengan perusahaan, prioritas restorasi rewetting dan rehabilitasi ekosistem, prioritas restorasi ekonomi sosial, serta pengembangan budidaya gambut basah atau alternatif komoditas.

Kondisi gambut di Indonesia. Foto: Rhett Butler

Prioritas di kawasan budidaya

Berdasarkan klasifikasi indikatifnya, restorasi gambut di Sumatera Selatan fokus pada: Pertama, gambut tidak berhutan yang terbakar kurang tiga kali dari tahun 2000, minimal satu kali terbakar antara 2012-2015, atau tanpa tutupan lahan perkebunan atau HTI. Pada kawasan hutan produksi (dalam konsesi) seluas 55.500 hektare, dan (luar konsensi) 32.302 hektare. Sedangkan di luar kawasan hutan (APL) di dalam konsesi seluas 1.316 hektare dan di luar konsensi 34.307 hektare.

Kedua, gambut tidak berhutan terbakar kurang tiga kali dari tahun 2000, minimal satu kali terbakar antara 2012-2015, tapi memiliki tutupan lahan perkebunan atau HTI. Pada kawasan hutan produksi (dalam konsesi) seluas 148.302 hektare, dan luar konsensi sekitar 10.577 hektare. Sedangkan di luar kawasan hutan (APL) di dalam konsesi seluas 3.039 hektare dan di luar konsensi 47.115 hektare.

Ketiga, gambut berhutan tidak terbakar 2012-2015 dengan dan tanpa tutupan lahan perkebunan atau HTI. Pada kawasan hutan produksi (dalam konsesi) seluas 17.527 hektare, dan (luar konsensi) 17.483  hektare. Sedangkan di luar kawasan hutan (APL) dalam konsesi seluas 119 hektare dan di luar konsesi 1.360 hektare.

Keempat, gambut berhutan terbakar 2012-2015 dengan dan tanpa tutupan lahan perkebunan dan HTI. Pada kawasan hutan produksi (dalam konsesi) seluas 26.080 hektare, dan (luar konsensi) 24.162 hektare. Sedangkan di luar kawasan hutan (APL) dalam konsensi seluas 520 hektare dan di luar konsesi 3.114 hektare.

“Ringkasnya, target restorasi gambut di Sumsel 407.163 hektare. Yang terdiri kawasan budidaya seluas 386.334 hektare dan kawasan lindung seluas 20.829 hektare,” kata Budi.

Peta Indikatif Restorasi dan KHG Sumsel. Peta: WRI dan Deltares 2016
Peta Indikatif Restorasi dan KHG Sumsel. Peta: WRI dan Deltares 2016

Model restorasi yang tepat

Dr. Yenrizal menilai target yang dibebankan BRG Nasional kepada TRG Sumsel tersebut cukup baik guna mengembalikan fungsi lahan gambut. Tapi restorasi tersebut harus memiliki model yang mencakup semua hal, baik perbaikan dan perlindungan lahan gambut, juga adanya manfaat ekonomi, sosial, dan budaya bagi masyarakat.

“Oleh karena itu, gerakan restorasi gambut bukan sebatas perhutanan dan penataan hidrologi gambut, tapi juga memberikan akses bagi masyarakat terkait kebutuhan pangan, sumber ekonomi, budaya, dan pendidikan,” kata anggota Tim Ahli TRG Sumsel ini, Sabtu (30/04/2016).

“Jangan sampai budidaya gambut basah atau alternatif komoditas terjadi monokultur tanaman. Meskipun itu berkarakter melindungi lahan gambut, tapi juga harus dilihat manfaatnya bagi masyarakat, dan kekayaan flora dan fauna lainnya.”

Yenrizal pun sepakat konsep restorasi gambut di Sumsel menggunakan model Taman Sriksetra yang diambil dari Spirit Talang Tuwo, yang mana taman ini disebutkan adanya penanaman beragam seperti bambu, aren, sagu, pinang, kelapa, dan lainnya, dengan penataan kolam dan kanal yang baik. “Saya yakin betul konsep ini bukan hanya menjaga lingkungan juga memberikan manfaat bagi semua makhluk hidup,” katanya.

Jika model ini ditambah dengan perlindungan cagar budaya, yang digagas Nurhadi Rangkuti, sebagai Taman Sriwijaya itu jauh lebih bermanfaat. Sebab, memberi peluang pendidikan dan potensi ekonomi di sektor pariwisata, serta membangun moral masyarakat untuk menjaga lahan gambut,” kata Yenrizal.

Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut_ Presentasi Budi Wardhana

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,