,

Tinjau Pulau Reklamasi Teluk Jakarta, Ini Kata Para Menteri

Menteri Koordinator bidang Maritim Rizal Ramli, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar serta Gubernur Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) mengunjungi beberapa pulau buatan hasil reklamasi Teluk Jakarta, Rabu (4/5/16). Mereka pergi ke Pulau C dan D,  dekat Pantai Indah Kapuk.

“Pulau C, D dari sisi Amdal ada beberapa persoalan harus koreksi. Dari analisis dokumen, tak dikaji baik potensi ketersediaan air bersih seperti apa? Termasuk bagaimana kegiatan vital terpengaruh misal, kabel, pipa gas bawah laut dan lain-lain,” kata Siti Nurbaya.

Dia mengatakan, sudah kajian lapangan dan beberapa hari ke depan akan mengeluarkan hasilnya. “Kalau gak nanti malam atau Senin surat keputusan terhadap izin lingkungan itu akan diterbitkan,” katanya.

Soal moratorium, ada dua bentuk penerapan. Pertama, moratorium hingga ada penyesuaian rencana keseluruhan. “Sampai selesai seluruh analisis dikaitkan dengan yang disiapkan Bappenas.” Kedua, soal praktik lapangan per pulau,  selama syarat-syarat belum terpenuhi, reklamasi harus setop.

Menteri KKP Susi Pudjiastuti mengatakan, pemerintah akan membereskan carut marut seputar reklamasi ini. “Kalau dibiarkan seolah kita pembiaran. Kita ingin koreksi. Walaupun putusan di pengadilan kalah. Ini niat baik pemerintah. Kita ingin membuktikan pemerintah mau hadir,” katanya.

Reklamasi, sebenarnya hal biasa tetapi pemerintah harus mengatur dan memastikan tak menyalahi aturan. “Kalau reklamasi komersil, harus dipastikan apapun yang dibuat tak menjadikan degradasi lingkungan, stakeholder terganggu, terutama arus laut, kehidupan biota laut dan variasi ekosistem sekitar.”

Dari 17 pulau, katanya, sebagian tak berupa pulau, tetapi sudah menyatu dengan daratan. Jadi semacam penambahan wilayah pesisir.

“Contoh pulau C dan D, dari pulau ke daratan harus ada jarak 300 meter. Kedalaman delapan meter. Ada ketentuan itu agar tak mengganggu arus laut. Untuk memastikan jalan air tak terganggu.”

Menteri KLHK, Siti Nurbaya, (paling kiri), Gubernur Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama, Menteri Maritim, Rizal Ramli, Menteri KKP, Susi Pudjiastuti, kala kunjungan ke pulau reklamasi. Foto: Indra Nugraha
Menteri LHK, Siti Nurbaya, (paling kiri), Gubernur Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama, Menteri Maritim, Rizal Ramli, Menteri KKP, Susi Pudjiastuti, kala kunjungan ke pulau reklamasi. Foto: Indra Nugraha

Jika pengembang tetap memaksakan Pulau C, D bersatu, harus memperbaiki izin dari awal. Kalau tidak, wilayah lebih 500 hektar, izin dari pusat.

Reklamasi 17 pulau, katanya, datang belakangan. Awalnya, pemerintah fokus membangun giant sea wall. Karena sudah terjadi, pemerintah ingin memperbaiki agar dampak lingkungan tak makin meluas.

Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli angkat bicara. Dia mengatakan, penegakan hukum reklamasi terus berjalan agar menjadi ‘pengingat’ bagi proyek di daerah lain. “Kami akan review proyek reklamasi di wilayah lain,” katanya.

Rizal mengatakan, reklamasi hal biasa tetapi ada risiko, misal, bagi lingkungan hidup, kemungkinan banjir, jalur lalu lintas laut dan lain-lain. Juga kehidupan nelayan. Untuk itu, perencanaan harus betul-betul baik dan benar.

“Masa nelayan mau disingkirkan lagi? Sudah empat kali digusur. Itu gak bener. Rakyat kita punya hak hidup. Apalagi kehidupan nelayan Indonesia termasuk paling miskin.”

Dia tak mau dalam reklamasi, semua dikendalikan swasta. Negara, katanya, menentukan aturan, UU dan pengembang harus melaksanakan. “Kalau gak, mau jadi apa negara jika dikendalikan swasta?”

Gubernur Jakarta Ahok mengatakan, dalam reklamasi ini ada Analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal). Hanya, yang tercantum dalam dokumen dengan terjadi di lapangan berbeda.

Di Pulau C, D, sudah berdiri beberapa bangunan seperti ruko dan rumah tanpa izin mendirikan bangunan. Menurut Ahok, masih ada perdebatan terkait IMB. Apakah IMB bisa atas dasar perda lama atau harus menunggu aturan baru. “Itu yang kita enggak tahu, maka nunggu petunjuk pusat.”

Jika mengacu aturan yang ada di Jakarta, kalau bangunan tak ber-IMB bisa kena denda.  Kalau dibangun di zona hijau akan dibongkar.

“Contoh Agung Sedayu membangun golf  di Kemayoran, ya kita bongkar. Terus bangun lagi di Fatmawati, kita bongkar. Kalau masyarakat, punya bangunan luas enggak sampai 100 meter itu kita bebaskan. Malahan untuk gambar arsitek kami bantu gambarkan. Enggak mungkin masyarakat bisa bayar arsitek buat gambar IMB. Kami bantu.”

Mengenai pulau reklamasi, katanya, kemungkinan besar pengembang kena denda dengan besaran dan rumusan tersendiri. Namun, soal Pulau C, D, menyatu, kata Ahok, harus segera dibongkar. Pengembang wajib membangun kanal sesuai persyaratan.

Semua pulau reklamasi, katanya,  harus punya settifikat hak penggunaan lahan atas nama Pemda Jakarta dan menyerahkan 45-48% untuk fasilitas umum dan fasilitas sosial. “Dari 5% pulau yang bisa dijual harus dikasih ke DKI. Tanah diatas pulau ini, 15% dari NJOP (nilai jual obyek pajak-red) harus untuk membantu pemda membereskan infrastruktur. Jadi, harapan pulau ini dihuni masyarakat miskin dan kaya itu akan terjadi,” katanya.

Ahok mengatakana, 15% luasan pulau akan dibangun rusun terpadu untuk mereka yang bekerja di dalam pulau.

Direktur III PT Kapuknaga Indah Nono Sampono mengatakan, perihal tak ada kanal pemisah antara Pulau C,D, hanya sementara. Jika reklamasi selesai, pembangunan kanal dimulai.

“Soal harus ada kanal, kondisi di lapangan berbeda. Kami di depan ada hutan. Sekarang sudah bertambah penebalan 17 hektar hutan bakau. Ada sedikit masalah teknis. Menurut pemahaman kami, Pulau C,D kita lekatkan sementara. Sampai proses ini menguat lalu kita gali lagi untuk pembangunan kanal,” katanya.

Jadi, katanya, harus menunggu tiga tahun agar tanah padat, baru bisa dikeruk kembali untuk kanal. Namun, dia bersedia langsung membangun kanal manakala izin beroperasi terbit.

Pulau D 100% selesai, Pulau C baru 30%. “Ini masalah teknis, kalau diambil tanah di depan laut, pulau kecil gak begitu labil, jadi harus ditempelkan abis itu dibelah. Masalah teknis saja.”

Setelah moratorium ini, katanya, semua aktivitas terhenti. Di Pulau itu, bekerja 20.000 orang, sekarang berhenti total hampir sebulan. Warung-warung dan tempat sewa kamar juga setop.

Terkait ketiadaan IMB,  tetapi ada pembangunan, Nono mengaku siap menerima konsekuensi jikapun Pemprov Jakarta memberikan denda.

“Kita juga instropeksi apa yang masih kurang. Ini momen paling bagus hingga semua terbuka. Jadi tak ada main belakang.”

Nono berharap, Gubernur Jakarta segera mengeluarkan IMB. Mereka mengajukan IMB sejak dua tahun lalu.

Protes nelayan Muara Angke, yang makin kesulitan kala laut wilayah tangkap mereka menjadi pulau-pulau reklamasi. Foto: Sapariah Saturi
Protes nelayan Muara Angke, beberapa waktu lalu. Mereka minta hentikan reklamasi karena  makin sulit kala laut wilayah tangkap mereka menjadi pulau-pulau reklamasi. Foto: Sapariah Saturi

Curhat nelayan 

Setelah mengunjungi Pulau C,D, Menko Maritim Rizal dan Menteri KKP bertandang ke Muara Angke. Keduanya dialog bersama nelayan terkena dampak reklamasi Teluk Jakarta.

Syarifudin Baso, Ketua Forum Kerukunan Masyarakat Nelayan Muara Ange (Forkeman) mengatakan, pada 18 April pemerintah sudah menyatakan reklamasi dihentikan sementara. “Ini bagaikan angin lewat karena tak ada yang berhenti. Kapal pasir terus hilir mudik, backhoe terus bergerak. Pulau makin membesar,” katanya.

Nelayan Teluk Jakarta, terutama Muara Angke, menolak keras reklamasi karena membuat daerah tangkapan ikan hilang, mengubah rute melaut, air keruh dan lain-lain.

“Hanya ada segelintir menerima reklamasi. iIupun mengaku-ngaku nelayan. Mereka ngomong begitu karena diberangkatkan umroh oleh pengembang” ujar Iwan, Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI).

Iyan M Winatasasmita Ketua DPD Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jakarta mengatakan, aspirasi masyarakat tak didengar. Masyarakat meminta tak hanya moratorium, juga penghentian permanen.

Dia meminta, reklamasi tak merugikan siapapun termasuk nelayan. “Jangan hanya dibego-begoin. Sama sekali Ahok gak ngajak diskusi nelayan. Diundang kesini gak pernah mau datang.”

Kuat, Ketua KNTI Jakarta mengatakan,  reklamasi menyiksa nelayan. Awalnya, mereka mencari ikan mudah dan membawa tangkapan 10 kilogram ikan, setelah reklamasi hanya dua kilogram.

Mustakim Dahlan, Walhi Jakarta menambahkan, meski ada moratorium, reklamasi terus berlangsung. Kapal-kapal besar tetap mengeruk. Di Pulau Tunda (Serang, Banten), depan Pulau Pari Kepulauan Seribu kapal tetap beroperasi.

“Artinya perusahaan melawan keputusan negara. Seharusnya, pemerintah segera menggugat perusahaan merusak lingkungan.”

Menanggapi keluhan nelayan dan aktivis lingkungan ini, Susi mengatakan, dalam rapat terbatas bersama Presiden, diputuskan reklamasi dikaji dan koreksi ulang dan harus sesuai peraturan. “Kita kaji mana boleh diteruskan dengan koreksi, mana harus dihentikan. Dari 17 pulau, tak mungkin dihentikan semua.”

Dia menyadari, nelayan tradisional pencari ikan di Teluk Jakarta, pasti susah karena laut diaduk-aduk. “Kita akan koreksi. Harus kaji bersama. Kita peduli nelayan.”

Terkait kekhawatiran penggusuran karena reklamasi, kata Susi, harus terlebih dahulu disiapkan lahan dan bangunan pengganti.

“Kalau pemerintah mau menutup Muara Angke, saya akan meminta dibuat pelabuhan baru, rumah baru, dermaga baru. Itu kalau loh. Warga juga harus memperjuangkan kepentingannya.”

Rizal Ramli mendapat laporan PT Muara Wisesa, menolak pengawasan. “Agung Podomoro,  sebagai pemilik perusahaan harus mau diawasin. Saya kasih waktu buat Podomoro. Minggu depan harus mau menerima tim pengawas. Jangan ada yang sok jago,” katanya.

Dia juga mengatakan, nelayan jangan dianggap virus tetapi harus didekati dan diberdayakan. “Di luar negeri justru nelayan dibangunkan perumahan nyaman dan hijau. Jadi kekuatan. Obyek turisme. Jangan dianggap nelayan ini virus. Itu gak bener. Kita akan atur supaya ada integrasi sosial dan nelayan diakomodasi.”

Bangunan sudah berdiri di pulau reklamasi Jakarta. Foto: Indra Nugraha
Bangunan sudah berdiri di pulau reklamasi Jakarta. Foto: Indra Nugraha
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,