,

Gerakan Potong 10%, Hemat Energi, Alihkan ke Daerah Terpencil

Ratusan orang berkaos merah tampak memadati Jl MH Thamrin sampai sekitar Bunderan Hotel Indonesia, Minggu (15/5/16). ”Potong 10%. Saya hemat energi (depan). Mulai dari sekarang (belakang).” Begitu bunyi pesan pada kaos yang mereka kenakan.

Gerakan Potong 10% ini diikuti pejabat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, penggiat lingkungan dan masyarakat umum. Ada Direktur Utama PT Pertamina Dwi Soetjipto, mantan Menteri Pertambangan dan Energi kabinet pembangunan III dan IV, Subroto, dan Menteri Lingkungan Hidup kedua, Sarwono Kusumaatmadja.

Kampanye ini mengajak warga mengubah perilaku dalam memanfaatkan energi. Mengingat pasokan listrik Indonesia belum memenuhi kebutuhan nasional. Masih banyak daerah terpencil dan pelosok, minim listrik.

”Ini awal kampanye konservasi energi. Tiga kelompok pekerjaan besar kita, eksplorasi, mencari sumber baru, meragamkan sumber energi dan konservasi,” kata Menteri ESDM Sudirman Said.

Konservasi, katanya, belum mendapatkan perhatian lebih khusus. Terutama dalam penghematan, bisa melalui alat, teknologi, dan mengubah perilaku. ”(mengubah perilaku) yang kita kampanyekan,” katanya.

Negara memiliki peran penting dalam gerakan konservasi energi. Berbagai negara telah melakukan sejak lama, seperti Kota Cambridge pada 1995. Tahun itu, gerakan konservasi melalui A City Cycling atau Kota Ramah Sepeda.

Cambridge Cycling Campaign salah satu perwujudan budaya temurun dengan anggota mencapai 1.200. Organisasi amal ini untuk menjaga budaya bersebeda.

Di Singapura, ada Clean and Green Singapore. Yakni, mengutamakan gaya hidup bersih dan ramah lingkungan. Kampanye tebagi dalam clean environment, city of gardens and water, dan energy efficiency and resources conservation.

”Tak ada kata terlambat, kita mulai dengan gerakan hemat energi untuk menjadi budaya dan gaya hidup,” kata Sudirman.

Kenapa 10%?

Kementerian ESDM memperhitungkan dengan menghemat energi 10% setara pembangunan 3,5 Giga Watt pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) baru. ”Bila diuangkan bisa mencapai Rp43 triliun atau sama dengan fasilitas minyak di Cepu,” katanya.

Program ini, juga dapat membantu Indonesia Terang. Dengan langkah ini mampu mengaliri arus listrik kepada 2.527.469 keluarga atau 9.970.286 jiwa.

Data statistik PLN 2014, total energi terjual sekitar 200 TWh, 93% (187.175 Gwh) ke sektor rumah tangga, industri dan bisnis.

Tak hanya itu. Langkah ini juga mendorong penerapan konservasi dan efisiensi di berbagai sektor seperti industri, bangunan atau gedung dan fasilitas publik.

Kampanye hemat energi lewat Potong 10%. Foto: Lusia Arumingtyas
Kampanye hemat energi lewat Potong 10%. Foto: Lusia Arumingtyas

Sudirman menyebutkan, akan terus kampanye lebih masif seperti membuat atribut pada fasilitas publik, misal di bandara, terminal, stasiun dan lain-lain. Dengan penghematan, katanya, wilayah berkecukupan listrik bisa dialihkan ke wilayah timur.

Aksi inipun menyoroti beberapa wilayah konsumen listrik terbesar, 11 provinsi dan 20 kota.  Yakni, Medan, Pekanbaru, Batam, Padang, Palembang, Lampung, Jabodetabek, Cilegon, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Sidoarjo, Surabaya, Denpasar, Makassar dan Balikpapan.

“Matikan lampu yang tak perlu, cabut saklar tak perlu, jaga agar suhu pendingin ruangan tak lebih 25 derajat,” katanya.

Guna mendukung kegiatan ini, Kementerian ESDM, akan ada pemberian label efisiensi energi, membentuk manajer dan auditor energi, penggunaan lampu hemat energi, mengoptimalkan peran perusahaan jasa energi, menggerakan penggerak energi tanah air (PETA) dan mendorong efisiensi energi dalam kurikulum pendidikan dasar.

Jangan sebatas kampanye

Sarwono Kusumaatmadja, juga Ketua Dewan Pengarah Perubahan Iklim memberikan catatan, jangan hanya berhenti di kampanye. ”Perlu ada terget. Harus ditindaklanjuti,” katanya.

Dia memberikan langkah, seperti sosialisasi program berkelanjutan dan nasional, perlu penaturan proses pelaksanaan, mulai sektor rumah tangga, bisnis dan industri. ”Harus ada indikator-indikator keberhasilan dan dibuat panduan oleh ESDM.”

Ahmad Safrudin, Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) menyebutkan, efisiensi dalam gerakan potong 10% sulit diaplikasikan. ”Baseline efisiensi 10% tak jelas darimana dan regulasi juga tak jelas.”

Dalam gerakan, katanya, tak mungkin hanya menyerukan, perlu ada kebijakan insentif atau disintensif. Keduanya mampu menggerakkan masyarakat dan dunia usaha untuk efisien.

Namun, Edo Rachman Manajer Kampanye Walhi Nasional menyebutkan, intensif dan disinsentif sulit diterapkan bagi tiga sektor ini terlebih bisnis dan industri. Dia meragukan komitmen pebisnis dan industri bisa melaksanakan gerakan ini. ”Bagaimana pengawasan? Soalnya mereka berhubungan langsung dengan produksi yang berpengaruh cukup besar,” katanya.

Berbicara hemat energi, Edo, menggarisbawahi perlu kajian penggunaan energi selain potong 10%. ”Jika penghematan untuk mengurangi pembangkit, dan pakai energi kotor, sama aja bohong. Dia mendorong penggunaan energi terbarukan.

 

energi grafis1-Print

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,