,

Menikmati Hasil Laut dari Aceh (Bagian 6/Habis)

Sejak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dipimpin perempuan tangguh Susi Pudjiastuti, berbagai terobosan sudah diterapkan. Dari penegakkan kebijakan illegal, unreported, unregulated (IUU) Fishing hingga pelarangan beroperasinya kapal-kapal asing di lautan Indonesia, dan termasuk juga penerapan peraturan menteri (Permen) KP yang menuai kontroversi pro dan kontra.

Semua kebijakan itu berhasil dilaksanakan di seluruh Indonesia dengan menghasilkan implementasi positif dan negatif. Mongabay Indonesia pada tulisan ini akan membahas kebijakan yang sudah dibuat Susi Pudjiastuti dan mencari tahu sejauh mana kebijakan tersebut berdampak positif atau negatif.

Dalam tulisan berseri ini, Mongabay Indonesia  akan menceritakan industri perikanan dan kelautan yang ada di Provinsi Aceh, terutama di Kota Sabang  yang ada di Pulau Weh dan Kota Banda Aceh yang berlokasi di Pulau Sumatera. Berikut adalah tulisan keenam yang disajikan oleh penulis M. Ambari.

Sedangkan untuk tulisan lain, tautannya bisa dilihat di tulisan pertama, tulisan kedua, tulisan ketiga, tulisan keempat dan tulisan kelima.

********

Walaupun sektor perikanan dan kelautan di Provinsi Aceh bisa bersinergi dengan kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah Pusat melalui KKP, namun tetap saja ada masalah yang belum terselesaikan hingga sekarang. Bahkan, masalah tersebut semakin meruncing setelah kebijakan KKP diterapkan.

Menurut Kepala Bidang Program dan Pelaporan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Aceh Teuku Nurmahdi, masalah yang hingga kini belum terselesaikan itu, adalah ketersediaan fasilitas pabrik es dan lemari pendingin (cold storage). Di Banda Aceh, yang menjadi pusat perikanan dan kelautan Aceh, dua fasilitas tersebut masih sangat terbatas.

Bahkan, Teuku tidak malu mengakui bahwa fasilitas yang ada tersebut dimiliki oleh pihak swasta. Dengan kata lain, dua fasilitas yang bisa memicu peningkatan produksi itu, hingga kini belum dipunyai oleh Pemerintah.

Dua fasilitas yang sangat penting itu, diakui Teuku, saat ini baru ada di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Lam Pulo, Banda Aceh. Pihaknya mengaku sudah menyiapkan rencana untuk membangun pabrik es dan lemari pendingin di pelabuhan tersebut.

“Tapi tidak sekarang. Kemungkinan baru tahun depan (2017) pembangunan itu dilaksanakan. Itu karena tahun ini kita masih fokus pada perbaikan Pelabuhan Lam Pulo yang akan diperdalam lagi perairannya,” tutur dia.

Karena tahun ini belum ada anggaran, Teuku menuturkan, pihaknya membuka kesempatan yang luas bagi investor swasta untuk membangun dua fasilitas tersebut di seluruh Aceh, terutama di Lam Pulo. Tetapi, itu  juga tidak mudah karena investor pasti akan melihat fasilitas pendukung lainnya di Lam Pulo, seperti kemampuan kapal besar untuk bersandar.

“Memang kita akui, pabrik es dan lemari pendingin itu sangat penting dan bisa memicu produksi juga. Tapi, kita tidak bisa membangunnya tanpa kita perdalam dulu dermaganya. Jika dermaga sudah bagus, kapal besar pasti bisa bersandar,” sebut dia.

Di sisi lain, Teuku mengungkapkan, meski sudah ada fasilitas milik swasta, namun dia tidak berani mematok target angka produksi lebih tinggi karena fasilitas tersebut kemungkinan besar akan dimanfaatkan untuk keperluan mereka dulu. Jika sudah terpenuhi, baru bisa untuk perusahaan lain.

“Karena itu, pabrik es dan lemari pendingin tetap menjadi pilihan utama untuk dibangun. Semoga tahun depan bisa diwujudkan. Tidak hanya di Banda Aceh saja, tapi juga di seluruh Aceh,” sebut dia.

Hasil penangkapan ikan di  Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pasiran, Pulau Sabang, Aceh pada Minggu (01/05/2016).  Foto : M Ambari
Hasil penangkapan ikan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pasiran, Pulau Sabang, Aceh pada Minggu (01/05/2016). Foto : M Ambari

Hal senada juga diungkapkan Panglima Laot Lhok le Meulee, Pantai Jaya, Kota Sabang, Saiful Bahri. Dia menyebut, kebutuhan utama saat ini di Sabang adalah dibangunnya pabrik es dan lemari pendingin. Jika dua fasilitas itu ada, maka nelayan akan semakin mudah untuk menaikkan produksinya dan mendapatkan penghasilan lebih besar lagi.

“Tapi sekarang, itu tidak bisa dilakukan. Pabrik Es yang ada saja tidak bisa beroperasi karena sudah rusak. Nelayan akhirnya harus membeli es dari Banda Aceh. Biaya produksi pun jadi membengkak. Sementara, ikan juga tidak bisa ditampung banyak karena tidak ada lemari pendingin,” papar dia.

Saiful berharap, pada tahun ini Pemerintah Kota Sabang bisa segera membangun fasilitas tersebut untuk mendukung kinerja perikanan dan kelautan setempat. Kalaupun tidak bisa dua-duanya langsung, dia berharap salah satunya bisa segera diwujudkan tahun ini.

Hal senada juga diungkapkan Wakil Sekretaris Jenderal Panglima Laot Provinsi Aceh Miftahudin Cut Adek. Menurut dia, Aceh saat ini menyimpan potensi perikanan dan kelautan yang sangat besar. Hanya sayang, fasilitasnya masih sangat sedikit sehingga kalah bersaing dengan Sumatera Utara.

“Di sana, Medan sudah punya fasilitas yang sangat lenkap. Jadi, produksinya bisa digenjot secara simultan,” tandas dia.

data perikanan tangkap sementara 2015 aceh

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,