, ,

Lahan Kering di Flores Ini Bisa Hasilkan Sorgum Melimpah

Dulu, lahan di Dusun Likotuden, Desa Kawalelo, Kecamatan Demon Pagong, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur hanya hamparan, tak bermanfaat maksimal. Ini lahan milik 62 keluarga. Maria Loretha, Penggerak Petani Lahan Kering Flores Timur berinisiatif memanfaatkan lahan dengan menanami sorgum. Dia bersama masyarakat sekitar, sempat tak yakin upaya ini akan membuahkan hasil. Ternyata, kesuksesan luar biasa tercapai. Di lahan 30 hektar ini, mereka berhasil memanen 90 ton sorgum.

“Saya seperti berjudi. Di lahan panas ekstrim, ditambah perubahan iklim mencoba menanam, terus mencoba meyakinkan petani. Ternyata hasil panen sorgum melimpah,” katanya dihubungi Mongabay, Senin (16/5/16).

Dia melihat peluang dari kekayaan alam Flores. Sorgum, katanya,  jadi makanan pokok beberapa kabupaten dampingan, di Kabupaten Ende, Flores Timur dan Lembata. Sorgum selalu disajikan ketika upacara adat. Sorgum ditanam di lahan kering, lahan basah tetap padi dan jagung.

“Semoga pemerintah memperhatikan kearifan lokal, salah satu perhatian pada sorgum sebagai bagian adat istiadat masyarakat Flores,” ucap Maria.

Pada 9 Mei 2016, Maria panen raya sorgum di Flores Timur. Dihadiri berbagai pihak baik pemerintah pusat, pemerintah daerah dan tokoh masyarakat.  Dari Kementerian Koordinator Ekonomi  Asisten Deputy Elyas Payong; Kementerian Pertanian, Amir Pohan; Kepala BPTP Naibonat; Peter Lantuk Kepala Sub Divre Bulog Larantuka.

Lalu, Rusdi Tagaroa dari Direktorat Pelayanan Sosial Dasar Ditjen PPMD Kementerian Desa Pembangunan Desa Tertinggal dan Transmigrasi; Romo Benyamin Daud, Direktur Yaspensel Keuskupan Larantuka serta Kepala Desa Kawalelo Paulus Ike Kolah.

Hadir juga pemangku kepentingan dan tokoh masyarakat Uskup Larantuka Yang Mulia Mgr. Frans Kopong Kung dan Yayasan Keragamaan Hayati Indonesia (Kehati) Direktur Eksekutif M. Senang Sembiring, “Dari seluruh Flores Timur panen total 200 ton sorgum dari 65 hektar lahan kering tandus,” katanya.

Tak hanya Flores Timur, panen raya sorgum juga di Lembata, sekitar 60 ton dari 20 hektar lahan kering, total 140 ton.

Menurut Maria, di lahan kering NTT seperti Likotuden, hampir mustahil menanam padi. Begitu pula jenis tanaman lain, bila bibit bukan lokal sulit dikembangkan.

 

Mengapa harus beras?

Sebelum panen raya, pada April 2016, puluhan hektar ladang sorgum di Lembor, Manggarai Barat, NTT, dalam tiga minggu siap panen semena-mena dibuldozer oleh orang mengaku pemerintah.

Dinas beserta aparat keamanan pongah mengatasnamakan Nawacita menghancurkan jerih payah petani Aliansi Petani Lembor (APEL). Benih langka lokal bergizi tinggi yang susah payah ditemukan kembali ditanam oleh petani, dimusnahkan demi keserakahan berkedok swasembada beras.

Panen sorgum di Flores, NTT. Foto Dewi Hutabarat
Panen sorgum di Flores, NTT. Foto Dewi Hutabarat

Dalam surat kepada Presiden Joko Widodo, Maria menuliskan, di tanah Jawa kampanye “Go Pangan Lokal” dan “One Day No Rice” nyaring digembar-gemborkan. Kampanye keragaman pangan gencar tetapi petani lokal malah dihancurkan untuk “tanam paksa beras”.

Indonesia, katanya, kaya keragaman hayati, tercermin dari sumber pangan. “Setandus apapun suatu daerah, ada bibit-bibit lokal yang dibudidayakan turun-temurun. Jika pengetahuan dipegang dan dikembangkan, takkan pernah terjadi kelaparan.”

Di daerah sekering NTT, misal, berbagai jenis gandum lokal dengan mudah tumbuh subur, menyediakan nutrisi tak kalah dengan nasi.

Lahan kering NTT tak sanggup dipaksa panen beras. Saat paceklik, beraspun “diimpor”dari luar daerah dengan harga selangit. Lebih parah, katanya, bibit lokal seperi jewawut, jelai, dan sorgum terancam punah. Teknik menanampun hanya diketahui oleh tua-tua di kampung. “Dalam kondisi begini bagaimana anak-anak NTT tidak menjadi anak-anak kurang gizi?”

 

Tanaman anugerah

Direktur Eksekutif M. Senang Sembiring mengatakan, sorgum bertahan hidup 100% dibanding jagung dan padi di dusun ini.

“Pangan lokal terbukti bertahan sesuai iklim, mari dukung bersama. Sorgum memiliki banyak kelebihan. Hampir semua bisa dimanfaatkan. Daun, biji, dan batang. Sorgum lebih baik dari jagung dalam pakan ternak.  Sorgum satu hektar bisa 40 ton daun, Juga protein tinggi,” katanya.

Sorgum, katanya, pangan lokal bergizi tinggi dan baik bagi penderita diabetes karena berserat tinggi sekaligus menjadi antioksidan. Kelebihan lain, bisa tiga kali panen dalam satu kali masa tanam.

“Sekali tanam, panen berulang. Ini anugerah. Di Tiongkok, hanya sekali panen. Disini bisa tiga kali dengan bantuan sedikit lebih banyak air pada masa tanam.”

NTT berhasil panen sorgum hingga 260 ton awal 2016 dari dua kabupaten, yakni Flores Timur (200 ton) dan Lembata (60 ton).

Ahmad Bahruddin dari Jamaah Produksi Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayibah (Jawa Tengah) hadir mewakili gerakan pertanian pangan lokal.  Menurut dia, panen sorgum Flores Timur ini momentum pemantik kedaulatan pangan berbasis lokal.

“Semua pihak harus betul-betul mendukung dan komitmen agar kedaulatan pangan terwujud di setiap sudut Indonesia.”

Kepala Desa Paulus Ike Kola menyatakan, petani sorgum telah membentuk Kelompok Usaha Bersama Simpan Pinjam berbasis Sorgum (UBSP).  “Tanaman padi, jagung dan kacang-kacangan kami tanam, gagal semua. Sorgum 100% berhasil.”

Rusdi Tagaroa, Direktur Direktorat Pelayanan Sosial Dasar Ditjen PPMD Kementerian PDTT mengatakan, sorgum menyediakan pangan bergizi bagi warga dan efektif mencegah kelaparan.

“Kalau bisa didukung Badan Usaha Milik Desa sebagai lembaga usaha berbasis desa, shingga bisa berkembang.”

Warga lokal, katanya, punya pengetahuan turun temurun tentang pangan lokal, hingga pemerintah tinggal mendukung. Apalagi warga menanam dengan praktik pertanian organik hingga tak merusak lingkungan.

Tanggapan dari Ketua DPRD Lembata Ferdinandus mengatakan, sorgum berhasil lebih baik disini. Pemerintah Lembata, katanya, harus berani menyuarakan sorgum sebagai tanaman unggulan sumber pangan pokok dengan harapan pemerintah pusat berpihak pada petani sorgum.

Yerry Letor, pendamping petani sorgum dari Yayasan Pembangunan Sosial Ekonomi Larantuka (Yaspensel) mengatakan, perlu penguatan kapasitas sumber daya manusia dan dukungan fasilitas pertanian pascapanen. Sedang di Desa Waikerong, katanya, perlu ketersediaan air.

Sorgum, sumber nutrisi tinggi, bisa sebagai diet sehat yang tinggi vitamin seperti niacin, riboflavin, dan thiamin. Ada mineral penting seperti magnesium, zat besi, tembaga, kalsium, fosfor, dan kalium. Bahkan menyediakan hampir separuh asupan harian protein, yaitu 48%. Sorgum, sumber serat terbaik makanan dunia.

Kedepan, katanya,  perlu dipikirkan pengelolaan pasca panen, pasar, pemanfaatan sorgum. “Apakah makanan olahan, pangan alternatif, bahan pakan ternak, atau untuk industri lain.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,