,

Tim Restorasi Gambut Sumsel Berharap Semua Pihak Fokus Cegah Kebakaran

Musim kemarau diperkirakan berlangsung akhir Mei 2016. Pemerintah dan masyarakat di Sumatera Selatan (Sumsel) cemas bencana kabut asap terjadi. Dr. Najib Asmani, Koordinator Tim Restorasi Gambut (TRG) Sumatera Selatan, berharap semua pihak yang bekerja untuk mengatasi persoalan lahan gambut fokus pada pencegahan kebakaran dan konflik tahun ini.

“Pembasahan atau rewetting lahan gambut merupakan target utama kita sebelum musim kemarau datang. Jika kemarau datang, kita fokus pada upaya pencegahan kebakaran, termasuk melakukan upaya pembasahan lahan,” kata Najib kepada Mongabay Indonesia, Rabu (18/05/2016).

“Selain itu, usaha-usaha pencegahan konflik juga sangat penting. Artinya, percuma jika kita langsung melakukan penghutanan tapi kemudian terbakar dan menimbulkan konflik,” lanjutnya. Setelah kebakaran tidak terjadi, dan lahan gambut basah, baru dilakukan penghutanan.

Terkait dengan target tersebut, Najib berharap semua pihak, baik itu organisasi masyarakat sipil (CSO), NGO, lembaga pemerintah, yang tengah melakukan berbagai upaya perbaikan lahan gambut di Sumsel untuk berkoordinasi dengan TRG Sumsel.

Selain tidak terjadi “tumpang tindih” kegiatan, “Koordinasi penting agar tahu apa, siapa, dan di mana dilakukan. Koordinasi diperlukan agar kerja menjadi efektif dan target restorasi benar-benar optimal,” katanya.

“Kita tidak akan menghalangi semua niat baik terhadap persoalan lahan gambut di Sumsel. Itu memang dibutuhkan. Tapi alangkah sayangnya niat baik tersebut mengalami hambatan teknis di lapangan sebagai akibat tidak terbangunnya koordinasi atau komunikasi,” kata akademisi dari Universitas Sriwijaya ini.

Peta Indikatif Restorasi dan Kawasan Hidrologis Gambut Sumatera Selatan. Peta: WRI dan Deltares 2016

Rewetting lahan gambut

Sebelumnya, Dr. Haris Gunawan, Deputi Penelitian dan Pengembangan Badan Restorasi Gambut (BRG) berharap Tim Restorasi Gambut di Indonesia jangan dahulu melakukan penanaman (revegetasi) di lahan gambut yang akan direstorasi. Yang pertama dilakukan adalah penataan hidrologis atau rewetting lahan gambut yang rusak tersebut.

“Percuma dilakukan penanaman jika hidrologisnya belum ditata. Percayalah, pasti akan terbakar lagi. Entah tahun depan atau lima tahun lagi,” kata Harris saat berdiskusi dengan pengurus TRG Sumatera Selatan di Kantor Bappeda Sumsel, Jalan Kapten Ahmad Rivai Palembang, Senin (16/05/2016).

Dijelaskan Harris, persoalan kebakaran lahan gambut yang terjadi selama 18 tahun terakhir, dikarenakan hidrologis lahan gambut tidak lagi baik. Itu dikarenakan alih fungsi lahat gambut yang tidak memperhatikan tata hidrologisnya.

Seperti yang diketahui, Sumatera Selatan merupakan satu dari delapan provinsi di Indonesia, yang menjadi target restorasi lahan gambut seluas 2 juta hektare. Lahan gambut di Sumatera Selatan yang akan direstorasi itu seluas 400-an ribu hektare selama lima tahun (2016-2021). Lokasinya berada di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Banyuasin, dan Musi Banyuasin (Muba). Sedangkan provinsi yang lahan gambutnya akan direstorasi selain Sumatera Selatan adalah Jambi, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Utara, serta Papua.

“Ya, memang seperti itu. Makanya, Sumatera Selatan sejak dua tahun lalu selalu berupaya melakukan pencegahan kebakaran. Komitmen menata lahan gambut juga dilakukan setahun lalu, sebelum BRG terbentuk,” kata Dr. Robiyanto R. Susanto, Ketua Tim Ahli TRG Sumsel.

Robiyanto berharap terjadi komunikasi yang baik antarpihak dalam mengatasi persoalan lahan gambut. “Baik itu pemerintah pusat,  provinsi, kabupaten dan kota, CSO, NGO, kepolisian, TNI, maupun perusahaan, sehingga kinerja menjaga dan memperbaiki lahan gambut berjalan optimal,” ujar Guru Besar Universitas Sriwijaya yang membangun Museum Rawa di Kabupaten Banyuasin ini.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,