, , ,

Menyingkap Potensi Blue Carbon di Lautan Kaimana

Tak banyak yang tahu, sumber daya laut di Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat, sangat melimpah. Bahkan, kekayaannya disinyalir melebihi Kabupaten Raja Ampat yang lebih dulu mendunia sebagai surga wisata bawah air.

Potensi tersebut menjadikan Kaimana masuk dalam tiga kawasan yang diperhitungkan di Papua Barat. Dua kawasan lain yang lebih dulu dikenal luas, selain Raja Ampat adalah Teluk Cendrawasih di Kabupaten Nabire.

Di antara kekayaan yang ada di Kaimana, adalah hutan mangrove yang tumbuh secara alami. Keberadan mangrove tersebut memiliki keunikan sendiri. Karena, berbeda dengan mangrove yang tumbuh di tempat lain, mangrove di Kaimana pohonnya lebih tinggi dan tersebar luas hingga ribuan hektare.

Corridor Manager Conservation Indonesia (CI) Indonesia-Kaimana Thamrin La Muasa, menjelaskan, keberadan mangrove di Kaimana memang menjadi keuntungan yang tidak dimiliki daerah lain. Tidak saja karena fisiknya yang berbeda, namun luasan mangrove yang mencapai ribuan hektare, juga menjadi bagus untuk penyerapan emisi gas karbon yang menjadi cikal bakal terjadinya perubahan iklim.

“Yang jelas Kaimana memiliki potensi mangrove cukup baik. Salah satunya, mangrove yang ada di Teluk Etna. Ekosistem mangrove menyimpan potensi plasma nutfah yang bagus untuk pengembangan ekosistem mangrove itu sendiri,” tutur dia kepada Mongabay Indonesia di Kaimana, akhir pekan lalu.

Dengan mangrove yang menyebar luas di Teluk Etna, menurut Thamrin, ada potensi yang tersimpan di dalamnya, mulai dari jenis ikan, tempat bertelur ikan, pemijahan, pembesaran, dan semuanya terjadi di dalam hutan mangrove.

Blue Carbon

Selain di Teluk Etna, yang mencapai luas 8.000 hektare lebih, hutan mangrove di Kaimana juga banyak tersebar di pesisir pantai, terutama di kawasan Arguni yang luasnya mencapai 3.000 ha lebih. Sebaran tersebut menjadikan Kaimana sebagai salah satu daerah di Papua Barat yang memiliki hutan mangrove terluas.

Untuk hutan mangrove terluas di Papua Barat sendiri, Thamrin menjelaskan, saat ini masih dipegang oleh Kabupaten Teluk Bintuni yang memiliki luasan hingga 1 juta ha lebih. Sementara, untuk hutan mangrove terluas di Provinsi Papua, hingga saat ini masih tetap dipegang oleh Kabupaten Merauke.

“Ada potensi besar untuk menyerap emisi gas karbon. Namun, memang untuk di Kaimana belum ada pemanfaatan untuk menjadi blue carbon (karbon biru/laut). Itu karena, hingga saat ini belum ada penelitian lebih detil tentang mangrove di Kaimana,” sebut dia.

Untuk bisa mengembangkan blue carbon, menurut Thamrin, diperlukan upaya keras dari semua pihak di Kaimana. Karena, itu diperlukan strategi bersama dan berkolaborasi dengan berbagia pihak, terutama lembaga-lembaga

“Ini perlu SDM (sumber daya manusia) yang kuat. Karena, potensi mangrove ini bisa ikut menyerap karbon, tapi sekaligus juga bisa dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi,” jelas dia.

Sementara itu Marine Protection Officer (MPA) CI Indonesia-Kaimana Irwan Pasambo, dalam kesempatan terpisah mengungkapkan, dari 4 kawasan konservasi perairan daerah (KPPD) yang ada di Kaimana, kawasan Teluk Etna memang menjadi kawasan paling potensial untuk blue carbon, karena hutan mangrove-nya yang luas.

“Selain Teluk Etna, hutan mangrove yang luas di Kaimana, juga ada di Arguni dan Buruwai,” tutur dia.

Yang istimewa dari mangrove di Kaimana, menurut Thamrin, hingga saat ini tidak ada perusahaan atau kelompok yang memanfaatkannya. Kondisi itu menjadikan mangrove di Kaimana bisa lebih terjaga dengan baik dan itu membuat potensi blue carbon juga bisa tetap berjalan.

Blue Carbon di Indonesia

Sebagai negara maritim, potensi blue carbon di Indonesia masih sangat tinggi. Dari data CI Indonesia, saat ini Indonesia memiliki hutan mangrove seluas total 3,1 juta hektare atau 22,6 persen dari mangrove di dunia. Dengan luasan seperti itu, stok karbon yang ada di hutan mangrove Indonesia total mencapai 3,14 PgC.

Dengan potensi yang besar tersebut, setiap tahunnya Indonesia masih mengalami deforestasi mangrove dengan luasan rerata mencapai 52 ribu ha. Kondisi tersebut, bisa mengancam keberadaan hutan mangrove secara keseluruhan.

Hutan mangrove di Teluk Etna, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat yang masih asri. Mangrove di Teluk Etna menjadi bagian dari mangrove Kaimana yang terluas dan potensial menjadi blue carbon di Indonesia. Foto : M Ambari
Hutan mangrove di Teluk Etna, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat yang masih asri. Mangrove di Teluk Etna menjadi bagian dari mangrove Kaimana yang terluas dan potensial menjadi blue carbon di Indonesia. Foto : M Ambari

Communication Officer Staff CI Indonesia-Kaimana Ping Machmud, mengungkapkan, berdasarkan data yang ada, saat ini hutan mangrove yang sudah dilakukan penellitian adalah di Teluk Arguni yang luasnya mencapai 3.000 ha lebih.

Dari luas tersebut, stok karbon yang terdapat di vegetasi dan akar mangrove besarnya mencapai 122 Mg C ha, dan stok karbon yang ada di sedimen dasar besarnya mencapai 595 Mg C ha. Dengan demikian, stok karbon rerata di Teluk Arguni mencapai 717 Mg C ha atau mencapai 2.631 Mg CO2 ha jika dikonversikan ke CO2.

Seperti diketahui, mangrove menjadi bagian dari ekosistem di laut yang bisa menyerap karbon di udara dan menyimpannya di dasar lautan dalam bentuk sedimen. Daya tahan sedimen berisi karbon tersebut bisa mencapai puluhan, ratusan, hingga ribuan tahun sesudahnya.

Dari seluruh karbon biologis yang tersimpan didunia, lebih dari separuh atau 55% disimpan oleh organisme laut hidup, dan karenanya, itu dinamakan karbon biru (laut). Selain mangrove, habitat laut yang bisa menjadi blue carbon, adalah padang lamun, dan rawa payau.

Dari semua itu, fakta mengejutkan terungkap bahwa, meski luasan habitat di laut hanya menutup 0,5 persen dari total lautan di dunia, namun itu mampu menahan 50 persen lebih karbon yang ada di dunia ke dalam bentuk sedimen laut.

Oleh karenanya, sudah sepantasnya, masyarakat Indonesia bisa menjaga dengan baik keberadaan habitat laut tersebut. Karena, dari kajian sudah jelas bahwa manfaatnya sangat banyak. Tidak hanya untuk Indonesia, tetapi juga untuk dunia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,