,

Alex Noerdin: Jika Tidak Mengatasi Perubahan Iklim, Kita Turut Mempercepat Kehancuran Bumi

“Jika kita bersama tidak mengatasi perubahan iklim global, bukan tidak mungkin kita turut mempercepat kiamat, atau musnahnya sejumlah makhluk hidup, termasuk manusia di Bumi ini,” kata Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) Alex Noerdin, saat deklarasi Green Growth KELOLA, di Griya Agung, Palembang, Kamis (26/05/2016).

“Kemarin udara begitu panas, hingga aspal jalan di India mencair. Tapi pagi ini awan hitam memenuhi udara, dan pesawat saya yang tumpangi terpaksa berputar 15 menit di udara sebelum mendarat,” kata Alex. “Kita harus bersama, bekerja keras mengatasi persoalan perubahan iklim ini,” lanjutnya.

Pada COP 21 Paris, Desember 2015 lalu, kata Alex, terkait perubahan iklim global, Sumatera Selatan telah menyampaikan permasalahan lingkungan dan rencana aksinya.

“Kami terbuka kepada dunia Internasional tentang kebakaran hutan dan lahan (karhutlah), yang di Sumsel hingga 700-an ribu hektare terbakar. Ternyata, banyak pihak simpati yang hari ini telah menyatukan diri.”

Beberapa lembaga yang mendeklarasikan komite donor dan berkomitmen dalam pengelolaan lansekap berkelanjutan di Sumsel antara lain ZSL, SNV, Yayasan Belantara, PT. APP Sinar Mas, Daemeter, IDH, UK-Aid, dan Pemerintah Norwegia.

“Saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya atas komitmen stakeholder dalam maupun luar negeri menuju pembangunan hijau dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca,” ujar Alex.

“Sebenarnya, kita (Sumsel) harus malu dengan apa yang terjadi. Di sini ada beberapa lembaga donor. Untuk itu, kalau kita tidak serius bekerja sama akan lebih malu lagi. Kita bangga, banyak yang mau membantu secara tulus, ini menunjukkan tanggung jawab bersama, kalau dengan kekuatan kita sendiri tidak akan mampu,” kata Alex.

“Saya jadi teringat susah payahnya kita mengatasi karhutlah 2015 lalu. Sampai-sampai beberapa pesawat negara sahabat didatangkan untuk melakukan water bombing. Jadi sangat disayangkan, akibat kebakaran itu besar biaya yang dikeluarkan,” ujarnya.

Harimau sumatera yang kehidupannya kian terancam. Foto: Rhett Butler

Terkait dengan Program Kelola ini, jelas Alex, dimulai pada Internasional Lanscape Restoration Forum Challenge Two In Bonn Maret 2015. Sumsel hadir bersama 49 delegasi negara lain. Sumsel merupakan provinsi perintis Indonesia yang memilki model pengelolaan lansekap ekoregion berbasis ekosistem hutan dalam suatu konsep Green Grouth Deveploment. Pada 8 Juli 2015, hasil dari pertemuan tersebut  diluncurkan model kemitraan pengelolaan lansekap kelola di Sumsel dengan dukungan APP dan IDH. Hari ini, dukungan semakin meluas dari domestik dan Internasional.

Direncanakan, akhir Juni 2016, akan diselenggarakan Internasional Lanscape Restoration  Forum Challenge di Sumsel. Pada acara tersebut akan diundang Gubernur Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu dan Lampung, untuk mewujudkan kemitraan pengelolaan ekoregion Sumatera.

Selain deklarasi Green Growth KELOLA, juga dilakukan MoU antara Pemerintah Sumsel dengan ZSL (Zoological Society of London) terkait pengelolaan lansekap berkelanjutan. Khususnya, dalam pengendalian hutan dan lahan di Dangku, Kabupaten Musi Banyuasin (Muba).

Dikutip dari lamannya, proyek ZSL di Dangku ini mengenai konservasi harimau sumatera. Menurut lembaga yang didirikan tahun 1826 tersebut, keberadaan harimau sumatera di Dangku yang luas kawasannya mencapai 32.000 hektare telah terancam musnah.

Beberapa pihak yang mendeklrasikan Green Growth KELOLA. Foto: Humas Pemprov Sumsel
Beberapa pihak yang mendeklrasikan Green Growth KELOLA. Foto: Humas Pemprov Sumsel
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,