Disini Bayar Listrik Cukup Rp6.000 Per Bulan. Kok Murah?

Indonesia merupakan negeri dengan ribuan pulau. Dua diantaranya adalah Pulau Matutuang dan Pulau Kawaluso. Pulau ini merupakan salah satu gugusan pulau terdepan di utara Indonesia.  Perlu hampir 7 jam menumpang KM. Sahandarumang dari Tahuna, ibukota Kabupaten Kepulauan Sangihe, untuk mencapai Pulau Matutuang tersebut, dan Pulau Kawaluso yang ada disebelahnya.

Di kedua pulau ini terpisah cukup jauh satu sama lain, dan juga sangat jauh dari pusat kota kabupaten yang hanya dapat ditempuh dengan jalur laut menggunakan kapal regular dua minggu sekali.

Tantangan lain terhadap kondisi pulau tersebut yaitu keberadaan penerangan bagi kampung/desa mereka. Sehingga keberadaan listrik untuk penerangan sangat penting bagi mereka karena PLN tidak sampai di daerah tersebut.

Mongabay Indonesia bersama Sampiri, Yapeka, Mapala Anemon Politeknik Nusa Utara, APO Komasa dengan dukungan dari GIZ Endev berkesempatan mengunjungi dua pulau tersebut untuk melihat dari dekat bagaimana masyarakat memanfaatkan listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) selama ini.

Tepat jam 13.00 kami tiba di Pelabuhan Matutuang yang disambut dengan wajah-wajah ceria warga yang membantu mengangkat logistik yang kami bawa. Kami langsung diantar menuju rumah dinas Kapitalaung (Kepala Kampung/Desa) bersama-bersama dengan kelompok pengelola PLTS.

Verawati Suku, Sekretaris Kampung Matutuang, menemani kami berdiskusi dengan warga. Dia menceritakan setidaknya telah ada pembangunan PLTS dengan daya 30kWp yang dukung oleh Kementerian ESDM dan KKP yang mampu menerangi 114 KK pada tahun 2014 dengan rata-rata tiap KK mendapatkan 200 watt. Meski telah ada listrik, tetapi dengan daya 200 watt, dirasakan sangat kurang oleh masyarakat setempat.

“200 watt masih kurang menurut kami, karena tidak hanya untuk kebutuhan lainnya, seperti televisi sebagai sarana hiburan tidak bisa kami nikmati, karena lebih diutamakan untuk penerangan,” ungkap Verawati kepada Mongabay Indonesia disela-sela diskusi bersama pengelola PLTS dan masyarakat.

Masyarakat di lokasi tersebut sangat membutuhkan listrik biaya murah, karena selama ini penerangan menggunakan diesel/genset. Penerangan dengan diesel/genset membuat operasionalnya lebih tinggi menurut warga.

Ketika menggunakan diesel/genset, masyarakat harus merogoh kocek hingga Rp50.000/bulan. Hal tersebut cukup memberatkan masyarakat, karena penghasilan mereka dari hasil nelayan tidak mencukupi, apalagi penggunaan listrik dibatasi dari jam 18.00-23.00 WITA.

Warga menonton TV bersama di Pulau Matutuang, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulut. Pulau Matutuang merupakan salah satu gugusan pulau terdepan di sebelah utara Indonesia dengan pasokan listrik dari PLTS tenaga surya yang dibuat oleh Kementerian ESDM dan KKP. Foto : Agustinus Wijayanto
Warga menonton TV bersama di Pulau Matutuang, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulut. Pulau Matutuang merupakan salah satu gugusan pulau terdepan di sebelah utara Indonesia dengan pasokan listrik dari PLTS tenaga surya yang dibuat oleh Kementerian ESDM dan KKP. Foto : Agustinus Wijayanto

Dengan adanya program Pemerintah yang memanfaatkan sumberdaya alam (sinar matahari untuk PLTS) sangat membantu masyarakat yang memang sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan daripada menggunakan mesin diesel karena biaya PLTS masih terjangkau.

Iuran listrik yang sangat murah

Masyarakat kampung ini mulai mengubah penggunaan diesel ke PLTS. Lompatan yang cukup berani tentunya dan didukung oleh Pemerintah untuk menerangi pulau di Nusantara ini.  Indonesia yang dianugerahi sinar matahari sepanjang hari merupakan potensi yang patut dimanfaatkan sebagai energi terbarukan.

Suharto Mokodompis, salah satu warga Kampung Matutuang merasa beruntung karena mendapatkan program. Saat ini Suharto dipercaya sebagai ketua tim pengelola PLTS di Kampung Matutuang bersama 4 warga sebagai sekretaris, bendahara, dan 2 teknisi.

“Kami sangat mendukung program PLTS ini, dan saat ini kami hanya membayar iuran sebesar Rp10.000/bulan,” kata Suharto. Sebuah nilai yang terbilang terjangkau oleh masyarakat dibandingkan penggunaan diesel/genset yang mencapai Rp50.000/bulan, maka dengan menggunakan PLTS cukup membayar 1/5-nya. Dengan powerhouse yang dimiliki seluas 30mx 20m, pengelola berkewajiban untuk mengelola pasokan listrik di desa karena dari powerhouse ini listrik didistribusikan ke masyarakat.

Pengelola menjelaskan kepada kami bagaimana listrik dari panel surya yang kemudian dialirkan ke batere dan selanjutnya ke inverter hingga pada akhirnya masuk di panel distribusi AC ke pelanggan.

Untuk mengobati kerinduan melihat informasi dari luar melalui televisi, sudah disediakan televisi untuk warga yang biasanya menjadi acara nonton bersama warga masyarakat. Program PLTS di Pulau Matutuang dari Kementerian ESDM juga didukung pembangunannya oleh PT. Surya Energi Indonesia (SEI) sebagai kontraktornya. Namun dalam proses pembangunannya dibantu oleh warga masyarakat.

Lain halnya dengan Pulau Kawaluso, PLTS yang dibangun sebesar 50 kWp untuk mengaliri 144-an KK pelanggan. Mereka juga merasakan manfaat dan keringanan biaya dibanding dengan menggunakan diesel/genset

Di pulau ini, pelanggan cukup membayar Rp6.000/bulan… Sangat kecil bukan? Iuran yang ada tersebut menurut sebagian warga masih bisa naik, namun juga ada warga yang kurang setuju jika tarif dinaikkan karena dinilai akan memberatkan.

Warga di Pulau Kawaluso, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulut saat santai bercengkerama di malam hari dengan penerangan rumah dari listrik PLTS di pulau mereka. Pulau Kawaluso merupakan salah satu gugusan pulau terdepan di sebelah utara Indonesia dengan pasokan listrik  dari PLTS tenaga surya yang dibuat oleh Kementerian ESDM dan KKP. Foto : Agustinus Wijayanto
Warga di Pulau Kawaluso, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulut saat santai bercengkerama di malam hari dengan penerangan rumah dari listrik PLTS di pulau mereka. Pulau Kawaluso merupakan salah satu gugusan pulau terdepan di sebelah utara Indonesia dengan pasokan listrik dari PLTS tenaga surya yang dibuat oleh Kementerian ESDM dan KKP. Foto : Agustinus Wijayanto

Bukan tanpa alasan. Harapan pengelola PLTS untuk penyesuaian iuran karena dana yang ada saat ini belum mencukupi untuk pemeliharaan dan penggantian alat jika ada kerusakan. Demikian juga halnya penyesuaian iuran untuk mendukung kinerja dari tim pengelola.

Royke Daling sebagai koordinator teknisi PLTS Kawaluso menyatakan bahwa, selama ini iuran warga untuk membayar listrik masih sangat kecil dan perlu ada penyesuaian tarif.

Perlu dukungan penguatan kapasitas

Saat ini PLTS telah beroperasi dan belum ada masalah di Pulau Kawaluso, lain halnya dengan Pulau Matutuang yang beberapa bulan lalu bermasalah dan sekarang sudah bisa beroperasi kembali menerangi perumahan warga.

Berkaca dari kejadian tersebut, maka sudah sepatutnya bagi para teknisi/operator PLTS mendapat perhatian serius, terutama bagaimana memperbaiki jika ada kerusakan yang terjadi. Sehingga tidak harus memanggil “orang pusat” untuk memperbaikinya yang membutuhkan waktu berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan untuk bisa datang di pulau tersebut.

Selama ini para tim pengelola listrik desa hanya dibekali kemampuan terbatas dalam mengelola PLTS, sehingga jika ada masalah atau kerusakan tidak bisa mengatasi dan bergantung pada perusahaan dari Bandung, Jabar tersebut.

Suasana pagi di dermaga Pulau Kawaluso, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulut. Pulau Kawaluso merupakan salah satu gugusan pulau terdepan di sebelah utara Indonesia. Foto : Agustinus Wijayanto
Suasana pagi di dermaga Pulau Kawaluso, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulut. Pulau Kawaluso merupakan salah satu gugusan pulau terdepan di sebelah utara Indonesia. Foto : Agustinus Wijayanto

Oleh karena itu, diperlukan alih teknologi dan informasi dari perusahaan kepada tim pengelola listrik desa/teknisi melalui pelatihan atau on the job training agar tim pengelola mampu menangani jika ada gangguan di PLTS.

Hal tersebut diamini oleh Suharto dan  Royke ketika menutup obrolan kami sebelum kami melanjutkan perjalanan kembali ke Tahuna. Berharap pulau terdepan dapat tetap terang dan memberikan manfaat bagi masyarakat luas yang didukung kemampuan teknisi yang handal.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,