Jika semua mahluk hidup berukuran super kecil terlihat dengan mata telanjang, mampu menapakkan kaki? Atau tak peduli kala melindas? Di kasur, karpet, perabot rumah tangga, pakaian, bahkan debu bertebangan, mahluk-mahluk kecil itu menempel dan berumah. Salah satu dari mereka adalah tungau. Mahluk kecil ini hanya kerukuran mikron meter (µm).
Ketika ekspedisi Bioreshources Keragaman Hayati oleh LIPI di Gandang Dewata Mamasa Sulawesi Barat, 16 April-4 Mei 2016, saya bertemu peneliti tungau LIPI.
Namanya Dhian Dwibadra, perempuan ramah. Acapkali terlihat sendiri, saat merapikan beberapa spesimen serangga. Memasukkan ke tabung kecil seukuran kelingking, lalu menutup, dan memberi label.
Serangga-serangga itu dari jenis kumbang buat spesimen. Ada sekitar 400 individu dari berbagai jenis, sebagian besar belum memiliki nama.
Dhian mengambil spesimen kumbang bukan tanpa alasan. Menurut dia, pada kumbang-kumbang itulah tungau menumpang. Kumbang berjalan di selasar hutan mencari kotoran hewan dipakai tungau sebagai kendaraan. Menempel di kaki atau tubuh lain kumbang. “Tungau, bukan parasit untuk kumbang, tak merugikan kumbang.”
Namun, kala tungau menempel banyak, kumbang sulit berjalan karena berat.
Jurnal Volume 17 Nomor 2 tahun 2008 terbitan LIPI, menuliskan huungan antara kumbang kotoran dan tungau. Menurut jurnal ini, ada 1.500 spesies kumbang kotoran di Indonesia, baru 450 jenis dideskripsikan. Dalam penjelasan lain, ketika kotoran (tinja hewan) keluar, dua sampai tiga jam kemudian kelompok pertama datang adalah lalat, yang akan meletakkan telur-telur. Beberapa jam hingga enam hari, giliran kelompok kumbang datang. Pada saat tungau hadir.
Uniknya, ekosistem dan rantai makanan hewan kecil ini, membuat Dhian begitu antusias berkisah. Setiap hari dia menelusuri kaki gunung Gandang Dewata, memeriksa perangkap kotoran dan udang busuk. Mengulik-ngulik dan mengangkat kumbang dengan hati-hati.
“Apakah di kumbang ini ada tungau?” kata saya.
“Kemungkinan. Nanti kita akan lihat melalui miksroskop. Ukurannya kecil,” katanya.
“Dengan mengambil kumbang, kita akan menyelisik hubungan antara kumbang tertentu dengan tungau.”
Ukuran tungau sangat kecil. Paling besar hanya 1.000 micron meter (µm) untuk tungau Macrochelidae. Usia binatang kecil inipun sangat bervariasi tergantung jenis dan kondisi lingkungan. Tungau Macrochelidae ada berumur 34 jam pada suhu 200 (Axtell, 1960), ada berumur tiga hari pada suhu 270 dari telur menjadi larva, lalu nimfa dan dewasa.
Siklus hidup cukup unik. Saat nimfa, sebelum menjadi dewasa disebut protonymph (dengan kaki masih tiga pasang) dan deutonymph memiliki empat pasang kaki namun belum memiliki lempeng genital. Setelah itu nimfa jadi tungau dewasa.
Ketika kumbang membawa tungau-tungau dewasa ini, menuju kotoran, petakalah buat si lalat yang sedari awal telah meletakkan telur. “Tungau akan memakan telur dan larva lalat.” “Jadi, tungau agen pengendali lalat di alam.”
Di seluruh dunia, ada 55.000 jenis tungau, diperkirakan lebih satu juta hidup di berbagai tempat. Tungau-tungau ini hidup berkelompok dengan ratusan bahkan ribuan –tetapi bukan hewan sosial seperti lebah yang membentuk starata. Hewan ini memiliki beragam variasi warna, ada merah, coklat, hitam, merah polkadot putih, oranye, atau putih keabu-abuan.
Secara umum, puluhan ribu jenis tungau, proses berkembangbiak bervariasi. Ada secara seksual (mating), ada pula menjadi individu tanpa pembuahan (partenogenesis). Siklusnya, dari telur, larva (pre larva dan larva), nimfa (protonimfa-deutonimfa-tritonimfa), dan dewasa. Ada juga tungau tak mengalami fase umum itu, seperti Macrochelidae tanpa fase tritonimfa.
Tungau yang Mengganggu
Selain Macrochelidae, sebagai pengendali lalat, beberapa jenis tungau juga menyebabkan alergi dan gatal-gatal. Salah satu, tungau Sarcoptes scabiei menyebabkan penyakit skabies. Tungau ini pipih, warna putih keabu-abuan.
Tungau ini membuat terowongan pada lapisan tanduk di epidermis kulit manusia. Ia memakan dinding sel kulit rusak dan cairan serum yang keluar. Ketika tungau betina dibuahi, akan bertelur dan menggali terowongan baru–cabang terowongan utama. Setiap individu tungau bisa menghasilkan 40-50 butir telur sepanjang hidup antara empat hingga lima minggu.
“Jadi makin lama, terowongan pada kulit manusia akan menjadi jaringan luas,”katanya.
Siklus hidup tungau ini dari telur, larva, nimfa dan dewasa. Saat tungau dewasa, akan keluar dari terowongan untuk kawin. “Inilah kesempatan terjadi penuluran ke orang lain.”
Tungau jenis lain yang selalu buat repot adalah hidup di kasur. Ia disebut tungau debu. Tungau ini ditemukan pula di karpet, kisi-kisi rumah yang tak dibersihkan hingga perabot rumah tangga.
Tungau debu makan sel kulit manusia yang sudah mati dan eksresi binatang terutama serangga. Menurut Dhian, dalam beberapa penelitian satu tungau debu menghasilkan satu hingga tiga butir telur setiap hari. Ia menghasilkan 20 buah feses (kotoran) setiap hari.
Perbandingan adalah satu gram debu terdapat 250.000 feses tungau. Kasur yang jarang dibersihkan, diperkirakan ada 100.000–10 juta tungau.
“Tak terbayang feses tungau terhirup atau menempel di badan jika tak hidup bersih.”
Tungau debu bukanlah parasit. Namun, feses tungau inilah yang memicu reaksi alergi pada manusia–baik pada saluran pernapasan seperti asma, batuk, hidung gatal atau berair, dan alergi kulit dermatitis dan gatal. Salah satu jenis tungau debu inilah Dermatophagos ides farina.
“Jangan rancu, tungau di kasur biasa disamakan dengan kutuk busuk. Itu berbeda.” Kutu busuk, katanya, serangga (Cimex hemipterus). “Kutu busuk ini menghisap darah.”
Habitat tungaupun ditemukan di berbagai tempat, seperti air, tanah bahkan tanaman sebagai hama dan parasit.
Apa yang terjadi jika tungau menghilang di alam? “Walau dampak tak terlihat langsung, tungau memiliki peranan penting di alam,” katanya.
Tungau Macrochelidae, katanya, predator telur dan larva lalat, fungsi pengendali alami populasi lalat di alam. Adapula tungau Phytoseidae memangsa jenis Tetranychidae–dikenal sebagai tungau parasit dan hama tanaman. Adapula kelompok Oribatida berperan sebagai decomposer atau perombak alam.
“Jika Phytoseidae tak ada, populasi Tetranychidae meningkat dan akan membuat produksi tanaman menurun,” katanya. “Jadi sekecil apapun hewan di alam, selalu memiliki peran masing-masing.”