Tiada yang mengira, Jambu, orangutan (Pongo pygmaeus) liar jantan yang Desember 2015 diselamatkan dari kebakaran hutan dengan tubuh belasan luka tembak, pulih seperti sedia kala. Individu berusia 20 tahun tersebut diberi nama Jambu, sesuai lokasi penemuannya di Sungai Jambu, Kecamatan Melano, Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat. Ketika diselamatkan, kondisinya kurus dan kurang nutrisi. Orangutan ini sudah berminggu di kebun rambutan milik warga karena habitatnya habis terbakar.
Saat menjalani perawatan dan pemeriksaan, Jambu mengalami cedera pada kedua kakinya sehingga tidak berfungsi baik. “Kemungkinan karena peluru,” ujar Christine Nelson, dokter hewan YIARI yang menangani Jambu. Tim dokter menemukan belasan peluru senapan angin bersarang ditubuhnya. “Kami mengetahui ketika pemeriksaan sinar X menyeluruh,” tambahnya lagi. Informasi dari tim Human Orangutan Conflict Response Unit dari YIARI, masyarakat di lokasi Jambu sering menembak orangutan untuk mengusirnya, agar tidak mendekati permukiman warga.
Setelah pulih, evaluasi terhadap Jambu menunjukkan ia siap direlokasi. Tim YIARI bersama Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam Seksi Konservasi Wilayah I (BKSDA SKW I) Ketapang, melepasliarkan Jambu di Hutan Lindung Gunung Tarak, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, Jumat (25/05/2016). Tim medis memasang radiotracking monitoring (transponder) di tubuhnya.
Alat ini memungkinkan tim memantau perkembangan Jambu. “Kami yakin dia mampu hidup karena sebelumnya sudah bertahan dari kondisi yang berat,” ujar drh. Ayu Budi Handayani, Manager Perawatan Satwa YIARI yang memimpin pelepasan ini.
Pelepasan dimulai dengan pembiusan pukul 04.00 WIB lalu bergerak menuju Hutan Lindung Gunung Tarak hingga pukul 11.00 WIB. Menuju titik pelepasan, tim dibantu delapan porter mengangkut kandang berisi orangutan seberat 79 kilogram tersebut. Ditambah kandang, total beban angkut mencapai 150 kilogram. Sekitar pukul 14.30 WIB, tim pelepasan tiba di lokasi, dan begitu pintu kadang dibuka, Jambu langsung memanjat pohon. “Bukti bahwa kemampuannya untuk bertahan hidupnya tidak diragukan lagi,” ujar Ayu.
YIARI Ketapang saat ini menampung hampir 100 individu orangutan. “Selama kebakaran hutan 2015 lalu, diperkirakan sekitar 30% habitat orangutan hilang dan Jambu termasuk beruntung karena bisa bertahan dan kembali hidup bebas,” ujar Karmele Llano Sanchez, Ketua Program YIARI. “Kami berharap, kebakaran hutan tidak akan terjadi lagi mengingat populasi orangutan menurun drastis,” tambahnya.
Wilayah ideal
Hutan Lindung Gunung Tarak luasnya sekitar 32.000 hektar. Kawasan ini cukup ideal dengan fungsi utama perlindungan serta sistem penyangga kehidupan satwa liar dan keragaman hayati, serta pengatur tata air dan pengawetan tanah (fungsi hidro-orologis).
Pemerintah setempat mendukung kawasan tersebut sebagai tempat pelepasliaran orangutan. Pemda Kabupaten Ketapang juga mendukung inisiasi membangun pos pemantauan dan perlindungan orangutan.
Seminggu sebelumnya, YIARI dan BKSDA Seksi Wilayah Konservasi I Ketapang, telah melepasliarkan Susi dan Desi, dua individu orangutan betina. Susi dan Desi lulus dilepasliarkan setelah menjalani rehabilitasi untuk beradaptasi di alam liar selama empat tahun di pusat rehabilitasi International Animal Rescue Indonesia atau Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) di Kecamatan Sungai Awan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
Selain Susi, Desi dan Jambu, di Hutan Lindung Gurung Tarak juga ada Helen, Prima, dan Peni yang dipantau tim monitoring YIARI. Mereka sudah dipantau dua tahun lalu dan pemantauannya akan dihentikan karena perkembangannya yang positif.