Di tengah cerita duka dengan beragam kasus perburuan, perdagangan ilegal sampai pembunuhan satwa-satwa dilindungi, kabar gembira datang dari Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Selama 2015, terekam kamera pengintai ada tujuh badak Jawa lahir. Dengan begitu, perkiraan ada 64 badak Jawa di TN Ujung Kulon. Hal ini terungkap dalam pidato Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, di Pekan Lingkungan Hidup yang dibuka Wakil Presiden Jusuf Kalla, di Jakarta, Kamis (8/6/16). Acara ini diawali penyambutan Wapres oleh dua gajah Sumatera dengan membawa pesan tema Hari Lingkungan Hidup Dunia 2016,” Selamatkan Tumbuhan dan Satwa Liar untuk Kehidupan.”
Dalam pidato Siti mengatakan, rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) target peningkatan populasi 10% terasa berat hingga kementerian dia mematok perkiraan kenaikan 5%. Dengan kelahiran beragam satwa liar, antara lain tujuh badak Jawa di Ujung Kulon, membuat dia optimis target tercapai. Badak di Ujung Kulon, katanya, sekitar 57 individu, dengan kelahiran tujuh cukup menambah populasi. Begitu juga dengan kelahiran badak Sumatera di Way kambas.
Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2015-2015 menyebutkan, setidaknya ada 25 satwa lahir dari tujuh lembaga konservasi. Dari Taman Safari Indonesia ada sembilan, yakni anoa (1), gajah Sumatera (1), macam tutul Jawa (1), harimau Sumatera (3), babi rusa (1) dan jerapah (2). Di Taman Nasional Ujung Kulon, tujuh badak Jawa lahir dan Taman Nasional Way Kambas satu badak Sumatera. Di Taman Margasatwa Kinantan Bukittinggi lahir dua harimau Sumatera dan dua macan dahan. Lalu, di Taman Impian Jaya Ancol lahir satu lumba-lumba. Di Kebun Binatang Gembiraloka lahir satu beruang madu. Kemudian di Lembaga Konservasi Sido Muncul lahir satu harimau Siberia.
Tachrir Fathoni, Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, KLHK mengatakan, tujuh anak badak Jawa lahir di TN Ujung Kulon terekam kamera pengintai. “Dalam camera trap itu terlihat, induk-induk itu diikuti anakan di belakangnya,” katanya. Dengan tambahan kelahiran ini tujuh ini, badak Jawa di TN Unjung Kulon, diperkirakan ada 64 individu. Kelahiran badak Jawa ini, sungguh menggembirakan terlebih jika dibandingkan dengan beberapa tahun lalu hanya 25 individu. “Ada perkembangan.”
Rumah kedua
Saat ini, badak Jawa, hanya ada di Ujung Kulon. Pemerintah sejak beberapa tahun ini berupaya mencari rumah kedua untuk badak ini. Badak Jawa memerlukan tempat selain di Ujung Kulon karena khawatir, misal, ada penyakit akan menyebar dan mengancam mereka jika seluruh populasi ada di satu tempat.
Untuk itu, pemerintah bersama mitra tengah survei rumah cadangan. Sejauh ini, katanya, ada lokasi dinilai cocok sebagai habitat badak Jawa di Cikepuh, Jawa Barat. “Di sana sangat dimungkinkan. Makanan berlimpah, habitat cocok bisa jadi cadangan tempat.”
Di Cikepuh itu, katanya, sedang disiapkan lokasi suaka seperti di Way Kambas. Namun, dia belum bisa menargetkan kapan implementasi rumah cadangan badak Jawa ini. “Kita siapkan dulu. Kita tak ingin gegabah. Kita tinjau lebih jauh lagi untuk dipersiapkan lebih baik,” ucap Tachir.
Peran bersama
Siti menjabarkan betapa penting keberadaan keragaman hayati bagi penyeimbang siklus karbon, dan ekosistem kehidupan. Terlebih, katanya, Indonesia, dikenal sebagai negara mega biodiversity dengan 17% spesies dunia ada di negeri ini. Namun, kejahatan hidupan liar terus terjadi hingga perlu mendapat perhatian serius.
Pemerintah, ucap Siti, sudah melakukan penegakan hukum tetapi tampak belum membuahkan hasil maksimal alias belum ada efek jera. Pada 2010-2014, penegakan hukum kasus tumbuhan dan satwa liar selesai 146 dari 188 kasus (77,6%). “Setiap minggu intentitas kejahatan tumbuhan dan satwa liar terus terjadi,” katanya. Pemerintahpun sedang revisi UU Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem guna memperkuat perlindungan keragaman hayati.
Dia mengapresiasi dukungan masyarakat luas, dari organisasi masyarakat sipil, sampai komunitas yang memberikan perhatian pada isu ini baik langsung maupun di media sosial. “Terima kasih akan sensitivitas di ruang netizen. Itu kasih warning ke kami dan bisa ambil langkah lebih lanjut.”
Melalui gerakan-gerakan di masyarakat, katanya, pemerintah menjadi tahu ada persoalan. Dia biasa mendapatkan informasi soal dugaan perdagangan satwa dari masyarakat. “Saya baru minggu lalu dilaporkan burung segala macam dibawa dan kita langsung tahu. Kita langsung kasih tahu ke Jawa Timur, tolong dijaga kapal. Itu kita tahu dari masyarakat, netizen dan LSM. Jadi terbukti, menjaga lingkungan itu yang paling penting kampanye publik. Kalau komunitas bergerak, itu makin cepat.”
Wapres Jusuf Kalla mengatakan, keberadaan satwa penting sebagai satu kesatuan ekosistem. Dia mengatakan, kadang masih banyak kurang mengerti dan paham hingga berpikiran mengapa orangutan, gajah dan lain-lain harus terjaga. “Dulu saya juga sering berpikirkan itu, kenapa harus orangutan? Orangutan, gajah, dan anoa dan lain-lain itu adalah indikator kehidupan yang baik, hutan masih baik. Hutan baik artinya air juga masih baik. Ini suatu hubungan yang penting,” katanya.
Dia mengatakan, Indonesia telah melakukan kesalahan luar biasa, pada tahun 1960-70-an membabat hutan. Dulu, katanya, orang terpandang itu kalau ada jutaan hektar hutan yang siap dibabat. Memang, katanya, ada aturan, misal sistem reboisasi, namun banyak kecerobohan dan kesalahan. Alhasil, pembabatan hutan yang katanya akan memakmurkan justru menyengsarakan dengan kehadiran bencana seperti banjir dan lain-lain. “Habislah hutan, banjir Kalimantan, panas dunia ini. Tugas kita rehabilitasi semua itu. Saya yakin ongkos rehabilitasi lebih besar dari pemanfaatan dulu.”
Dia berharap, kondisi lingkungan Indonesia makin membaik. Generasi lalu, katanya, mewariskan kerusakan, yang sekarang melakukan rehabilitasi demi memberikan warisan lingkungan baik dan sehat pada generasi mendatang.