, ,

Terkait Reklamasi Teluk Jakarta, Ahok Disarankan Buat Penyesuaian Ketetapan

Walaupun izin pelaksanaan reklamasi di Pulau G, Teluk Jakarta sudah resmi dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, namun hal itu dinilai masih ada kejanggalan. Karena, seharusnya wewenang pencabutan izin itu ada di tangan pembuat wewenang, yaitu Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

Demikian disampaikan Ketua Studi Hukum Administrasi Negara Universitas Indonesia Dian Puji Simatupang dalam diskusi The Indonesian Institute yang berlangsung di Jakarta, Kamis (9/6/2016) petang.

Karena itu bersifat esensial, Dian menyarankan kepada Ahok untuk mengambil langkah bijak terkait keputusan tersebut dengan melakukan penyesuaian terhadap kebijakan sebelumnya. Penyesuaian itu perubahan surat keputusan (SK) lama, kata dia, diatur resmi dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

“Cara paling sederhana dan bijakasana adalah dengan cara seperti itu. Apalagi, putusan PTUN itu kan prosedural. Jadi harus memperhatikan keseimbangan antara warga dengan investor. Itu harus dijaga dan Pemerintah yang harus melakukannya,” ucap dia.

Dalam perubahan itu, ungkap Dian, nanti dinyatakan ada perubahan SK lama dan tujuan dari penyesuaian terhadap putusan PTUN dalam SK baru nanti. Selain itu, penerbitan SK penyesuaian juga harus mempertimbangkan kesiapan pengembang dalam memenuhi putusan PTUN.

“Misalnya tetap diberikan izin kepada mereka (pengembang) apabila menenuhi sesuai dengan harapan PTUN. Jadi ini untuk menjaga keseimbangan juga,” kata dia.

Senada dengan Dian, pernyatan serupa juga diungkapkan mantan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Harjono. Menurut dia, dalam kasus reklamasi, harus ada koordinasi yang berjalan baik antara satu dengan pihak yang lain.

Namun, satu hal yang pasti, Harjono mengatakan, terkait reklamasi tersebut, sebenarnya tidak ada satu pihak pun yang melarangnya dan itu kuat karena tidak ada ketetapan yang mengaturnya secara hukum.

“Tetapi, memang saat ini masih ada persoalan berkaitan dengan siapa sebenarnya yang menentukan pelaksanaan reklamasi, termasuk lokasi detilnya. Untuk Pantai Utara Jakarta saja, ada sengketa antara Gubernur DKI Jakarta, Menteri Kelautan dan Perikanan, serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” papar dia.

“Kalau ada persoalan antara kementerian dan gubernur, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 (UU tentang Administrasi Pemerintahan) mengatakan koordinasi dalam dulu. Jangan keluar. Namun, jika timbul sengketa, maka selesaikan di dalam dulu. Jika tidak selesai, baru ditentukan Presiden,” tambah dia.

Selain itu, Harjono mengungkapkan, terkait dengan persoalan yang saat ini masih ada tentang siapa pihak yang berhak menentukan reklamasi, itu harus diselesaikan dan ditinjau melalui jalur hukum. Kata dia, Pengadilan hanya bisa menganulir, dengan catatan syarat reklamasi belum terpenuhi.

Banyak Rezim Hukum dalam Proyek Reklamasi

Sementara Peneliti The Indonesian Institute Zihan Syahayani menyatakan, dalam reklamasi ada banyak sekali rezim hukum yang berlaku. Saat ini, benteng kuat yang mendasari adalah Keputusan Presiden RI (Keppres) Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta.

“Dimana, Gubernur diberikan wewenang untuk memberikan izin reklamasi. Namun karena banyaknya perubahan peraturan perundang-undangan, kemudian lahir Perpres No.122 Tahun 2012 (tentang Reklamasi Di Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil) yang memberikan KKP kewenangan untuk memberikan rekomendasi dalam hal izin reklamasi,” jelas dia.

Disisi lain, menurut Zihan, KLHK juga berwenang dalam hal izin lingkungan yang menilai dampak penting dari reklamasi. Karenanya, secara normatif atau hirarkis, kekuatan Perpres dapat dikatakan lebih kuat dibandingkan dengan Permen.

“Sehingga posisi kewenangan sebenarnya bisa diperjelas yakni Gubernur memiliki wewenang untuk mengeluarkan izin reklamasi, KKP memberikan rekomendasi dan KLH menilai dampak penting melalui evalusi izin lingkungan,” sebut dia.

Tidak hanya itu, Zihan menambahkan, inovasi administrasi juga harus berorientasi pada kepentingan umum. Terkait masalah PTUN, bukan berarti bahwa reklamasi harus dibatalkan, namun kegiatan ini harus disertai dengan syarat-syarat demi kepentingan publik kembali, contohnya seperti amdal dan sebagainya.

Sejumlah nelayan menyegel Pulau G, salah satu pulau hasil reklamasi di Teluk Jakarta. Mereka menyegel pulau buatan tersebut karena menolak reklamasi Teluk Jakarta yang merugikan mereka, Foto : Sapariah Saturi
Sejumlah nelayan menyegel Pulau G, salah satu pulau hasil reklamasi di Teluk Jakarta. Mereka menyegel pulau buatan tersebut karena menolak reklamasi Teluk Jakarta yang merugikan mereka, Foto : Sapariah Saturi

Seperti diketahui, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta sebelumnya resmi mengabulkan gugatan nelayan atas Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Nomor 2.238 Tahun 2014 tentang Pemberian Izin reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta kepada PT Muara Wisesa Samudra.

Dalam pokok perkara, hakim mengabulkan gugatan para penggugat. Hakim menyatakan batal atau tidak sah keputusan Gubernur DKI Nomor 2.238 Tahun 2014 tentang pemberian izin pelaksanaan reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudra tertanggal 23 Desember 2014.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,