, ,

Enam Penganiaya Bekantan Itu Pekerja Kayu di Hutan

Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat dan Kepolisian Resor Sambas berhasil melacak orangtua enam pemuda yang mengunggah foto dengan bekantan (Nasalis larvatus) yang telah mati. Foto tersebut menjadi viral di dunia maya dan mendapat kecaman banyak pihak.

“Sudah kita identifikasi mereka yang semuanya bekerja di perusahaan kayu, di wilayah Kalimantan Timur,” ungkap Kepala BKSDA Kalimantan Barat, Sustyo Iriyono, Kamis (9/06/2016). Sustyo mengatakan, tim investigasi yang diturunkan terdiri dari personil BKSDA Seksi Konservasi Wilayah III Singkawang dan Satuan Reserse Kriminal dan intelijen Polsek Teluk Keramat Kabupaten Sambas.

Hasil identifikasi terhadap gambar yang diunggah di media sosial oleh Uchu’ Adam Dhoang dan kawan-kawan menunjukkan keenam pemuda tersebut. Adam, dalam gambar bertopi koboi hitam dan yang mengunggah foto; Apri, bertelanjang dada celana merah; Ato, berkaos putih celana biru; Inal, memakai topi terbalik berkaos hijau; Intat, bertelanjang dada dan bercelana hitam; dan Bayong, berjaket garis-garis putih. “Semuanya berasal dari Dusun Semantir, Desa Mekar Sekuntum, Kecamatan Galing Kabupaten Sambas,” kata Sustyo.

Berdasarkan keterangan keluarga bersangkutan, keenam orang tersebut dalam lima bulan terakhir bekerja di perusahaan penggergajian kayu di Kalimantan Timur. Kemungkinan, kejadiannya di sekitar areal tempat mereka bekerja. “Polisi terus melacak keberadaan keenamnya dan berkomitmen mengamankan mereka,” ujar Sustyo.

Secara bersamaan, PROFAUNA Indonesia dalam laman Facebook mereka sudah memberikan pengumuman terkait identitas dan keberadaan keenam pelaku penganiaya satwa dilindungi tersebut. Profauna meninggalkan nomor telepon pusat untuk menerima informasi tersebut di 081336657164.

Para pelaku ini diduga melakukan kejahatan terhadap bekantan di hutan tempat mereka bekerja di Kalimantan Timur. Foto: akun Facebook  Uchu' Adam Dhoang
Para pelaku ini diduga melakukan kejahatan terhadap bekantan di hutan tempat mereka bekerja di Kalimantan Timur. Foto: akun Facebook Uchu’ Adam Dhoang

Sebelumnya, anggota Komisi IV DPR RI daerah pemilihan Kalbar, Daniel Johan juga bereaksi keras atas foto-foto satwa dilindungi yang tewas itu. Daniel mengatakan, saat rapat kerja dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sudah diminta untuk memberikan perhatian serius agar kawasan konservasi mangrove, yang menjadi habitat bekantan dipulihkan. “Pemerintah juga harus memberikan sosialisasi dan pendidikan pada masyarakat mengenai keberadaan satwa dilindungi di sekitar wilayah mereka tinggal,” katanya.

Terkait dengan habitat yang tergerus oleh alih fungsi hutan, Daniel mengatakan legislatif akan menolak perubahan status kawasan lindung dan konservasi menjadi area peruntukan lain. “Pertimbangan kami adalah untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk perkebunan,” ujarnya.

Seekor induk bekantan sedang bersantai sambil menggendong anaknya di sebuah pohon. Foto: Abdurahman Alqadrie (Ketapang Biodiversity Keeping)

Dijadikan umpan

WWF Program Kalimantan Barat melansir populasi primata ini, sudah semakin sedikit. Khususnya di kawasan mangrove Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya. Albert Tjiu, manager program Kalimantan Barat WWF-Indonesia mengatakan, populasinya saat ini hanya 200 hingga 350 ekor. Padahal, satwa yang menjadi ikon Dunia Fantasi tersebut merupakan satwa endemik Kalimantan Barat yang tergolong langka.

“Parahnya, memang daging satwa ini kerap dijadikan umpan untuk memancing kepiting,” kata Albert, saat sosialisasi Konservasi Mangrove dan Gambut di wilayah Kubu Raya. Hal ini terungkap dari survei kepada masyarakat setempat. Maka program yang dimulai Maret 2016 tersebut, merupakan kegiatan penting untuk pelestarian habitat mangrove dan gambut serta satwa dan tumbuhan yang hidup di dalamnya.

WWF-Indonesia bekerja sama dengan BKSDA Kalbar melakukan investigasi terkait perburuan bekantan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi dan mencegah perburuan satwa liar dilindungi di kawasan tersebut. Bahkan, investigasi terkait dengan temuan survei tersebut akan dilakukan kembali, untuk mengetahui lebih lanjut mengenai informasi daging bekantan yang digunakan sebagai umpan pancing.

Bekantan dilindungi Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 pasal 21 ayat 2 yang menyatakan bahwa setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup. Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 21 ayat 2 tersebut dapat dipidana dengan ancaman kurungan paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 juta.

Bekantan juga masuk dalam daftar CITES Apendix I atau tidak boleh diperdagangkan baik secara nasional maupun international. International Union for Conservation of Nature (IUCN) memasukkan statusnya Genting (Endangered/EN) dan mencatat, pada 1987 jumlah bekantan sekitar 260 ribu ekor yang tersebar di kantong-kantong habitatnya di Pulau Kalimantan. 2008, Mangrove Forest Balikpapan menyebutkan populasi bekantan tersisa diperkirakan hanya 25 ribu ekor.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,