, ,

Sidang Kasus Kebakaran Lahan Jatim Perkasa: Berharap Putusan Maksimal, Penundaan Bukan Ajang Negosiasi

Sidang putusan kasus kebakaran hutan yang melibatkan perusahaan perkebunan sawit PT Jatim Jaya Perkasa (JJP), tertunda kedua kali. Setelah rencana awal putus 25 Mei, ditunda Rabu (8/6/16) dan kembali batal.  Lagi-lagi, seperti alasan sebelumnya, penundaan terjadi lantaran tim Majelis hakim PN Jakarta Utara belum siap dengan putusan. Sidang dipimpin Hakim Inrawaldi dan anggota Jeferson Tarigan serta Kun Maryoso.

Kalangan organisasi masyarakat sipil mengingatkan, jangan sampai penundaan ke penundaan menjadi ruang negosiasi kasus.

Syahrul Fitrah, peneliti hukum kehutanan Yayasan Auriga cukup kecewa dengan penundaan, namun menghormati pertimbangan itu dengan beberapa catatan. ”Jangan sampai penundaan ini menjadi ruang proses negosiasi,” katanya.

Penundaan ini, katanya, hendaknya maksimal menghasilkan putusan lebih matang dan memihak masyarakat.

Dia menyatakan, proses hukum lingkungan memang memiliki kesulitan berbeda. ”Hasil (putusan) tak serampangan.” Dia berharap, penundaan memberikan sinyal positif bagi tindak hukum kebakaran hutan dan lahan, bukan sebaliknya.

Gugatan terhadap JJP oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 27 Januari 2015. Gugatan didasari temuan tim KLHK pada 2013 mengindikasikan perusahaan sawit ini membakar lahan di Riau.

Dalam perhitungan, gas rumah kaca lepas selama kebakaran melewati ambang pencemaran (telah mencemarkan) lingkungan. Kebakaran itu merusak lapisan permukaan gambut tebal 10-15 cm. Selama pembakaran, 9.000 ton karbon, 3150 ton CO2, 32,76 ton CH4, 14,49 ton NOx, 40,32 ton NH3, 33,9 ton O3, 583,75 ton CO serta 700 ton partikel.

KLHKpun mengugat JJP, membayar dana pemulihan lingkungan lahan 1.000 hektar yang dibakar Rp371, 137 miliar dan ganti rugi materiil Rp199, 888.miliar.

Sejak pembacaan gugatan pertama kali pada 1 Juli 2015 hingga penyerahan kesimpulan oleh para pihak pada 11 Mei 2016, perkara ini melalui 24 kali persidangan.

Andi Muttaqien dari Elsam tergabung dalam Koalisi Anti Mafia Hutan mengatakan, dari  fakta persidangan, selama pemantauan koalisi, JJP terbukti sengaja membiarkan lahan 1.000 hektar terbakar, hingga menguntungkan perusahaan. “Pembersihan lahan menjadi lebih cepat, dapat segera ditanami dengan biaya lebih murah,” katanya.

Dia menilai, cukup bukti bagi majelis hakim memutus bersalah JJP dan mengabulkan tuntutan KLHK. “Kami menuntut majelis hakim mempertimbangkan keterangan ahli Profesor Bambang Hero Saharjo dan Dr. Basuki Wasis, yang menerangkan tindakan JJP memiliki parameter pencemaran dan perusakan lingkungan hidup berdasarkan hukum.”

Dengan lahan terbakar, katanya, JJP tak perlu membeli kapur untuk meningkatkan pH gambut karena otomatis naik pada lahan gambut terbakar. JJP, katanya, juga tak perlu mengeluarkan biaya pengadaan pupuk karena tergantikan dengan ada abu dan arang bekas kebakaran.

“Akibat kebakaran sangat menguntungkan JJP dari segi ekonomi. Gambut bekas terbakar subur dan cocok buat sawit. Keuntungan diperoleh JJP secara melawan hukum mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup, serta menimbulkan kerugian ekonomi bagi negara.”

Kasus JJP dipantau bersama Komisi Yudisial. ”Kita bisa lihat apakah jika ada pemantauan hakim dapat memaksimalkan putusan atau tidak,” ucap Syahrul.

Auriga mengharapkan, dalam sidang hakim tidaklah pasif dan mampu menganalisis serta mengejar kebenaran. Fakta kerusakan lahan, katanya, tak sebatas kebenaran formil juga materil. ”Lihat kasus 2013, ternyata 2015 terbakar lagi.”

Berharap putusan maksimal

Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani cukup kecewa dengan penundaan putusan ini. Pasalnya, kasus karhutla ini sudah cukup lama.

”Kami sedang mempelajari dasar penundaan, harapannya bisa diputuskan secepatnya sesuai jadwal dan hasil maksimal,” katanya kala dihubungi Mongabay.

Dalam perkara JJP, satu hakim bersertifikasi lingkungan, yakniKun Maryoso. Harapannya, putusan pengadilan ini mampu memberikan efek jera bagi korporasi pembakar hutan.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , , ,