, , , ,

Pemerintah Targetkan Ratifikasi Perjanjian Paris Selesai Oktober

Pemerintah sedang menyiapkan proses ratifikasi Perjanjian Paris (Paris Agreement ) bersama DPR dengan target rampung Oktober 2016. ”Selesai akhir Oktober, pengesahan oleh Presiden minggu kedua November,” kata Staf Ahli Menteri LHK Bidang Energi Arief Yuwono di Jakarta, pekan lalu.

Hingga kini pembahasan ratifikasi masih tahap konsultasi publik sampai pada minggu ketiga bulan ini. Selanjutnya, minggu keempat September akan pembahasan bersama DPR. “Masih dipertimbangkan apakah oleh Komisi IV, Komisi VII. Atau komisi gabungan,”

Isi ratifikasi ini, katanya, nanti lebih detil dalam bahasan Intended Nationally Determined Contributions (INDC) menuju Nationally Determined Contributions (NDC). “Ini juga komitmen kita, hingga aturan terkait Paris Agreement memiliki payung hukum,” katanya.

Ratifikasi ini menjadi bukti komitmen Indonesia berperan aktif pada penanganan iklim dunia. ”Agar kita memiliki hak suara dan mampu bernegosiasi untuk membahas rule selanjutnya,” kata Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nur Masriparin.

Melalui ratifikasi, Indonesia tegas menunjukkan komitmen tinggi, tak hanya menjadi pelopor, juga langkah dalam memperbaiki kondisi lingkungan.”Jika tidak, kita hanya observer dalam setiap pertemuan perubahan iklim,” katanya.

Adapun komitmen Perjanjian Paris berlaku jika terdapat 55 negara meratifikasi (enter into force) dari 175 negara yang ambil bagian. Hingga kini, sudah 17 negara meratifikasi Perjanjian Paris, seperti Amerika Serikat, Tiongkok, Uni Eropa dan beberapa negara lain.

Target dan implementasi harus sejalan

Wakil Ketua Komisi VII DPR sekaligus Ketua Kaukus Hijau DPR, Satya Widya Yudha menegaskan,  dalam pemenuhan komitmen menurunkan emisi gas rumah kaca perlu sejalan dengan kebijakan Indonesia. Selama ini, dinilai tak satu tujuan.”Saya melihat inkonsisten dalam kebijakan pemerintah,” katanya dalam dialog iklim ”Merealisasikan Paris Agreement dengan Aksi selenggaraan UNDP di Jakarta, (8/6/16).

Dia memberikan contoh, tujuan penurunan emisi GRK tetapi ada pembangunan pembangkit tenaga listrik 35.000 MW, mayoritas sumber batubara. ”Harusnya diubah paradigma dari minyak bumi ke gas.” Sebab, emisi karbon yang dikeluarkan bertolak belakang dengan Perjanjian Paris. Begitu juga transportasi publik masih menggunakan bahan bakar minyak, seharusnya, beralih ke gas. ”Target bisa tercapai, hanya butuh kebijakan.”

Lebih memasyarakat

Imam Prasodjo, sosiolog Universitas Indonesia menyebutkan, Kesepakatan Paris harus diaplikasikan dalam aksi lebih memasyarakat.  Artinya, isu ini tak hanya menyerang sektor industri tetapi pada gaya hidup masyarakat Indonesia yang mengeluarkan karbon dalam kehidupan sehari-hari.

Jadi, katanya, perlu ada perubahan sikap didasari lingkungan sekitar dan berdampak pada diri masing-masing. Dia mengusulkan beberapa langkah. Pertama, awarness campaign, yakni proses pengetahuan dari diri seseorang. Kedua, desire to change. ”Bagaimana mengajak orang greget melakukan itu.” Ketiga,  commit to change. Yakni, perlu upaya hukum dan juga pendekatan kesadaran.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,