, ,

Akademisi: Kembangkan Tanaman Lokal Papua, Bukan Sawit

Papua memiliki beragam tanaman  lokal dari sagu, sampai umbi-umbian seperti petatas, dan kombili. Untuk itu, dalam pemenuhan sumber pangan,  pemerintah hendaknya mengembangkan produk lokal, bukan tanaman asing seperti sawit.

Philipus Betaubun, Rektor Universitas Musamus, bersikap tegas menolak pengembangan sawit di seluruh Papua termasuk Merauke. Sawit, katanya, rakus air. Bila Merauke penuh sawit, akan jadi bencana ke depan. Pasokan air bersih Merauke, katanya, dari tiga hingga empat sungai, yakni, Kali Bian, Kali Kumb, dan Kali Maro dan Kali Buraka.

“Baiknya tolak saja karena perusahaan rajin menebang hutan untuk tanaman ini tanpa memperhitungkan situasi Merauke.  Pasti ke depan seluruh daratan kering karena sawit,” katanya dalam Seminar dan Lokakarya Forum Perguruan Tinggi Pertanian Indonesia Badan Kerja Sama (FKPTPIBKS) Wilayah Timur  di Universitas Negeri Musamus, awal Juni lalu.

Dia mengajak seluruh dekan Fakultas Pertanian di Indonesia mencermati masalah ini. Sawit, katanya,  menyerap (memerlukan) air 80% lebih banyak dibandingkan sagu. Sagu tak hanya menyerap karbon juga penyimpan air.  “Disini sagu tumbuh subur dengan totem Mahuze. Jangan sagu dibabat habis demi sawit,” kata Betaubun.

Sagu, katanya, sumber pangan lokal Marind bernilai tinggi. Ada juga pangan lain seperti umbi-umbian (petatas, kombili), jagung, kedelai, tebu, sampai pisang Merauke. “Bagus mengembangkan sumber pangan lokal berbasis alam,” katanya.

Betaubun mengatakan,  sawit itu tanaman asing dibawa lalu dikembangkan ke Merauke dengan membunuh sagu. “Satu sawit menyedot air hingga kering, tak ada kesempatan sagu tumbuh. Padahal sagu tanaman lokal Merauke.”

Dia pernah melaporkan masalah ini kepada Dewan Pertimbangan Presiden. Investasi sawit, katanya,  menyebabkan seluruh daratan Marind mengalami kekeringan. Sumber air hulu buat perusahaan sawit dan membuka hutan. Orang Merauke hanya mengkonsumsi air Rawa Biru. Ada beberapa perusahaan protes, tetapi dia tak ambil pusing demi penduduk Merauke. “Tutupan hutan makin kritis, seiring pembukaan sawit. Pembabatan hutan luar biasa.”

Philipus Betaubun, Rektor Universitas Musamus. Foto: Agapitus Batbual
Philipus Betaubun, Rektor Universitas Musamus. Foto: Agapitus Batbual

Agus Sumule, Dekan Fakultas Pertanian Universitas Manokwari menilai, menjadikan Merauke pusat pangan nasional lokal itu tepat. “Tempat mengembangkan sumber daya lokal bagus,” katanya.

Presiden pernah mengatakan, soal kedaulatan pangan. “Artinya, negara bisa menentukan kemauan tanpa intervensi dari negara luar. Orang Indonesia makan dari hasil alam.

Masalahnya, potensi berlimpah pangan lokal sering terlupakan, misal, orang Papua makan sagu dari zaman  leluhur, tetapi kehadiran beras mengubah pola pangan warga.

Sedang sawit, banyak sengaja ditanam di bantaran kali maupun di hulu, katanya, jelas-jelas keliru. Namun, dia bilang tak semua sawit merusak lingkungan, asal memperhatikan keberlanjutan. “Kalau tak hati-hati Papua bisa hancur karena sawit.”

Menurut dia, pengawasan investasi sawit harus ketat dari luasan tebang sampai berapa banyak bibit. Sebelum itu, hak-hak masyarakat adat pemilik lahan harus dihargai, baik kontrak atau sewa.

Suntoro Wongso Atmojo, pengajar ilmu tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret (UNS) berpendapat, untuk melindungi air sumber daya alam setiap perusahaan harus memperhatikan konservasi. “Untuk melindungi tanah dan air Merauke juga Indonesia. Jangan mengejar produksi tetapi tak memperhatikan aspek konservasi.”

Dia mencontohkan Merauke, konsep  harus memperhatikan daerah aliran sungai. Merauke, katanya, harus punya sistem hidrologi air baku.

Michael Talubun, Staf  Bappeda Merauke, menilai,  pertanian di Indonesia sangat penting. Kala membahas pertanian, katanya, berarti bicara air, padi, hewan dan tanaman lokal Merauke.

Proses pembuatan sagu. Foto: Agapitus Batbual
Proses pembuatan sagu. Foto: Agapitus Batbual
Lahan proyek pengembangan pangan (padi) oleh pemerintah di Dusun Wapeko, Distrik Kurik. Foto: Agapitus Batbual
Lahan proyek pengembangan pangan (padi) oleh pemerintah di Dusun Wapeko, Distrik Kurik. Foto: Agapitus Batbual
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,