, ,

Nelayan Lombok Timur Melawan Rencana Pengerukan Laut (Bagian 1)

Menjelang petang di Pantai Tanjung Luar, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), angin laut menderas. Mengirimkan ombak yang seperti tak pernah berhenti datang ke daratan. Menggoyang perahu-perahu yang sedang bersandar di sisi timur desa nelayan itu.

Di antara perahu, ombak, dan pasir laut, tiga anak SD asyik bermain air pertengahan Mei lalu. Mereka berkejaran. Tertawa. Mencebur ke air. Naik perahu lalu meloncat ke dalam air. Membenamkan tubuh di antara birunya air laut.

Daeng Nurdin berjalan di pantai tempat anak-anak itu bermain. Dengan telunjuknya, nelayan Desa Tanjung Luar, Kecamatan Kruak, Kabupaten Lombok Timur menunjuk anak-anak itu. “Untuk merekalah kami melawan rencana pengerukan,” katanya.

“Kalau laut ini dikeruk, kami mau cari makan di mana, Pak?” ujar Taufik Hidayat, nelayan lain menambahkan.

Angin kencang kembali datang. Menggoyang perahu-perahu yang bersandar sekaligus membawa asin laut bercampur dengan aroma pasir. Kehidupan di Tanjung Luar, desa di mana 100 persen kepala keluarganya bekerja sebagai nelayan, kini terancam.

Resah

Enam bulan terakhir, nelayan-nelayan di Desa Tanjung Luar resah. Mereka mendapat informasi bahwa laut tempat mereka sehari-hari mencari ikan akan dikeruk pasirnya. Padahal, seperti nelayan pada umumnya, hidup mereka sangat bergantung pada laut di sisi timur Pulau Lombok itu.

Desa Tanjung Luar berjarak sekitar 35 km dari Selong, ibukota Kabupaten Lombok Timur dan berjarak 2,5 jam perjalanan dari Mataram. Desa ini salah satu dari sekitar sepuluh desa yang akan terkena dampak jika Selat Alas yang terletak di antara Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa jadi dikeruk.

Selain nelayan di Tanjung Luar, nelayan di desa-desa lain pun memiliki kekhawatiran sama. Mereka takut laut tempat mereka mencari ikan akan dikeruk pasirnya sebagai bahan baku reklamasi di Teluk Benoa, Bali.

Berjarak sekitar 15 km dari Tanjung Luar, nelayan-nelayan di Desa Labuhan Haji, Kecamatan Labuhan Haji pun merasakan keresahan yang sama. Sisi timur desa ini berbatasan dengan Selat Alas yang akan dikeruk pasirnya. Padahal, hidup mereka pun tergantung pada laut tersebut.

“Bali yang akan dibangun, kenapa malah yang kami mendapat bagian tidak enaknya,” kata Syafruddin, nelayan di Labuhan. Sambil duduk di gubuk di tepi pantai, dia juga berbagi keresahan dengan nelayan lain. “Kalau pasirnya jadi dikeruk, habis sudah sumber hidup nelayan,” katanya.

Para nelayan di pantai timur Lombok Timur resah dengan kabar rencana pengerukan oleh PT Dinamika Atria Raya (DAR). Perusahaan yang berkantor di Jakarta ini akan mengeruk 1.000 hektar kawasan pasir laut di Selat Alas. Pasir hasil pengerukan itu akan dipakai sebagai bahan pengurukan (reklamasi) di Teluk Benoa, Bali.

Berdasarkan nota kesepakatan dengan PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) No.02/TWBI/L/11/2015, PT DAR akan mengeruk pasir sebanyak 30 juta kubik. Potensi pasir di selat ini, sebagaimana disebut dalam Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang dikonsultasikan kepada publik di Bali pada akhir Januari 2016 lalu mencapai 70 juta kubik.

Nelayan merupakan mata pencaharian utama warga di Labuhan Haji, Kabupaten Lombok Timur NTB. Ribuan nelayan di Labuhan Haji terancam mata pencaharian karena rencana pengerukan pasir di perairan Lombok Timur untuk reklamasi Teluk Benoa Bali. Foto : Anton Muhajir
Nelayan merupakan mata pencaharian utama warga di Labuhan Haji, Kabupaten Lombok Timur NTB. Ribuan nelayan di Labuhan Haji terancam mata pencaharian karena rencana pengerukan pasir di perairan Lombok Timur untuk reklamasi Teluk Benoa Bali. Foto : Anton Muhajir

PT TWBI adalah investor yang akan mereklamasi Teluk Benoa menjadi kawasan pusat pariwisata seluas 700 hektar. Di kawasan teluk yang terletak di segitiga emas pariwisata Bali, yaitu Sanur, Kuta, dan Nusa Dua tersebut, perusahaan milik Tomy Winata itu akan membangun aneka fasilitas pariwisata kelas dunia. Ada pusat pertunjukan, kawasan hotel, perumahan, pelabuhan kapal layar, lapangan golf, dan lain-lain.

Untuk reklamasi itu, mereka akan mengambil pasir dari perairan di Lombok Timur. Adapun batu-batunya akan diperoleh dari Sulawesi Tengah dan Karangasem, Bali.

Sebagaimana disebut dalam AMDAL tersebut, lokasi pengerukan di Selat Alas, Lombok Timur berjarak sekitar 4 mil atau 5-6 km dari pantai. Kedalamannya 29-57 meter di bawah permukaan air laut. Luas area yang akan dikeruk meliputi sepuluh desa di empat kecamatan di Kabupaten Lombok Timur yaitu Labuhan Haji, Keruak, Ketapang Raya, dan Pringgabaya. Semuanya di bagian tenggara Pulau Lombok.

Pengerukan akan dilakukan oleh dua buah kapal keruk jenis trailing suction hopper dredger (TSHD). Jenis kapal keruk ini akan menyeret pipa pengisap ketika bekerja dan mengisi material yang diisap tersebut ke satu atau beberapa penampung (hopper) di dalam kapal. Ketika penampung sudah penuh, kapal pengeruk akan berlayar ke lokasi pembuangan di Teluk Benoa, Bali.

Tiap kapal keruk TSHD yang akan digunakan ini memiliki kapasitas 30 ribu meter kubik sehingga dalam sehari mampu mengambil 60 ribu meter kubik. Mereka akan mengeruk bersamaan.

Dari Selat Alas, pasir hasil pengerukan akan dibawa ke Teluk Benoa melalui dia jalur yaitu rute utara dan rute selatan. Rute utara melewati bagian utara Pulau Lombok lalu masuk Laut Bali, Selat Lombok, dan masuk daerah Teluk Benoa lewat utara. Total jarak tempuhnya 285 km. Adapun rute selatan melewati bagian selatan Pulau Lombok yaitu Selat Hindia lalu masuk Selat Nusa Penida sebelum masuk Teluk Benoa. Jarak tempuhnya lebih dekat yaitu 203,5 km.

Lama pengangkutan dari lokasi pengerukan ke lokasi pengurukan antara 10-15 jam. Menurut perkiraan, dengan kapasitas pengerukan dan jarak tempuh tersebut, waktu pengerukan pasir Selat Alas sebagai bahan reklamasi di Teluk Benoa mencapai 500 hari atau 17 bulan.

Artinya, selama waktu itu pula para nelayan tidak bisa menangkap ikan karena laut tempat mereka mencari ikan akan dikeruk. Namun, bagi para nelayan di Lombok Timur, hal lebih menakutkan adalah dampak jangka panjang setelah pengerukan itu.

Nelayan di Labuhan Haji, Kabupaten Lombok Timur NTB berangkat melaut. Ribuan nelayan di Labuhan Haji terancam mata pencaharian karena rencana pengerukan pasir di perairan Lombok Timur untuk reklamasi Teluk Benoa Bali. Foto : Anton Muhajir
Nelayan di Labuhan Haji, Kabupaten Lombok Timur NTB berangkat melaut. Ribuan nelayan di Labuhan Haji terancam mata pencaharian karena rencana pengerukan pasir di perairan Lombok Timur untuk reklamasi Teluk Benoa Bali. Foto : Anton Muhajir

Syafruddin, nelayan di Labuhan Haji mengatakan, lansekap di kedalaman Selat Alas terlihat serupa terasering, berundak dengan kedalaman makin dalam ketika ke arah laut. Menurutnya, jika bagian dalamnya dikeruk, pasir yang lebih dekat ke pantai pun akan pelan-pelan berpindah ke bagian yang dikeruk. “Lama-lama pasti habis pasir di dekat desa kami setelah pengerukan nanti,” katanya. Selain itu, lanjutnya, lingkungan juga akan rusak.

Pihak PT DAR sendiri sudah menyadari risiko dampak tersebut. Dalam AMDAL rencana reklamasi dan pengerukan, mereka menyebutkan bahwa pengerukan itu akan berdampak mengubah kedalaman laut, pola pasang surut, arus, gelombang, abrasi, dan sedimen dasar laut. Pengerukan juga akan mengubah ekosistem pesisir dan laut serta mengganggu alur pelayaran.

Dampak jangka panjangnya justru pada kehidupan nelayan, seperti Syafruddin, Daeng Nurdin, Abdul Latif, dan belasan ribu nelayan lain di kawasan ini. Di laut tersebut mereka biasa mencari ikan. Mereka tak hanya mencemaskan sumber penghidupan sehari-hari tapi juga anak cucu mereka nanti.

“Bapak bayangkan saja. Jika nanti pasir dikeruk, ombaknya pasti akan lebih besar dan langsung menghantam rumah-rumah kami,” ujar Nurdin. Dia memperlihatkan bekas-bekas beton penghambat ombak yang hancur di pantai itu. Menurutnya, penghambat ombak itu hancur karena tak bisa menahan tinggi dan kerasnya ombak yang kadang-kadang tiba hingga rumah mereka.

“Kami tidak mau membiarkan desa kami tenggelam gara-gara laut kami dikeruk,” kata Daeng Nurdin. Untuk itulah bersama nelayan lain, dia terus melawan rencana pengerukan.

Tulisan kedua bisa dilihat di tautan ini

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,