,

Begini Cara Warga Langkat Mengelola dan Berbagi Hasil Minyak Mentah

Udara sejuk terasa menyelimuti tubuh, saat tiba di Desa Telaga Said, Kecamatan Sei Lepan, Langkat, Sumatera Utara (Sumut), Kamis (16/6/16). Alunan lagu Melayu terdengar dari bilik-bilik rumah warga. Sayup-sayup juga terdengar orang mengaji. Terasa tenang dan damai.

Beberapa perempuan tampak lalu lalang di sekitar dapur rumah. Para pria ke kebun, maupun lahan pertanian. Tak  hanya itu, ada  juga pergi menambang minyak mentah tak jauh dari kampung mereka.

Ucapan salam menyambut siapa saja yang melintas di daerah yang diberi nama perkampungan Majelis Ta’lim Fardu ‘Ain Indonesia (MATFAI), di Dusun III Hulu, Langkat.

Telaga Said, adalah lokasi pertama pengeboran minyak bumi di nusantara ini. Dalam catatan sejarah tertulis, pada 1880, warga Belanda,  Aeilko Jans Zijker, pindah dari Jawa ke Sumatra Timur kala menemukan rembesan minyak ke permukaan Langkat. Kala itu, dia sedang inspeksi.

Dikutip dari Wikipedia, sampel minyak dibawa dan dianalisis di Batavia. Hasil penyulingan menghasilkan kadar minyak 59%. Untuk mengeksplorasi minyak, pada 1882,  Zijker mencari dana ke Belanda. Pada 1883, Zijker memperoleh konsesi di Telaga Said, Langkat seluas 500 bahu (3,5 km persegi) dari Sultan Langkat.

Tahun pertama, Zijker mulai mengebor sumur pertama. Gagal. Dia mencoba sumur kedua, diberi nama Telaga Tunggal, dan berhasil menemukan minyak pada kedalaman 22 meter pada 1884. Sumber utama pada kedalaman 120 meter.

Tahun 1890,  Zijker mengalihkan konsesi ke NV Koninklijke Nederlandsche Petroleum Maatschappij (KNPM). Zijker meninggal mendadak Desember 1890 di Singapura. Kepemimpinan perusahaan digantikan De Gelder, berkantor di Pangkalan Brandan. Fasilitas lain dipasang di Pangkalan Susu. Pembangunan kilang di Pangkalan Brandan 1892, mulai berproduksi dari hasil minyak ladang Telaga Said. Sumur-sumur ini selesai bor sekitar 1934.

Inilah lokasi tambang minyak mentah milik warga yang dikelola secara tradisional turun temurun. Foto: Ayat S Karokaro
Inilah lokasi tambang minyak mentah milik warga yang dikelola secara tradisional turun temurun. Foto: Ayat S Karokaro

Warga memanfaatkan potensi di bekas ladang minyak bumi lama maupun  desa sekitar. Menurut warga, penambangan minyak mentah sudah turun temurun. Salah satu di Desa Darat Hulu, ada lokasi dikenal dengan Bukit Tua. Cerita turun menurun, dari sini bermula penambangan minyak mentah di Langkat.

Kala saya ke area pertambangan minyak mentah di Dusun III Hulu ini, tak terlihat wilayah hancur. Pohon masih berdiri tegak, rumput hijau disantap kerbau. Hanya terdengar suara mesin ganset tak begitu keras di sekitar pertambangan. Ia untuk menggerakkan pipa menghisap minyak dari dalam tanah dengan kedalaman 180 meter di bawah permukaan laut.

Pada ujung lubang bagian atas, terlihat pipa sepanjang dua meter untuk menyerup minyak mentah dari dalam tanah. Luas hanya 1×1 meter, diameter sekitar 10 centimeter.

Disinilah para penambang memanfaatkan kekayaan alam. Mereka berupaya meminimalisasi risiko terhadap alam. Sebelum menghisap minyak mentah, dilakukan penggalian buat menanam besi berdiamater sekitar 10 centimeter sepanjang sekitar 180-200 meter. Lubang kembali ditimbun. Warga desa sadar betul kala tak dijalankan dengan baik aksi mereka bisa merusak alam.

Sebelum mengeruk, warga mempertimbangkan terlebih dahulu, apakah lokasi penambangan tak menganggu lingkungan sekitar. Apakah lokasi ini tak merusak kualitas air bawah tanah, dan tak merusak tumbuhan serta kehidupan sekitar penambangan. Jika salah satu terganggu, tak akan dibuat lubang tambang.

Thamrin, penambang minyak mentah di Dusun III Hulu mengatakan, pengeboran ini tradisional dan mandiri. Satu lubang minyak mentah dibor selama lima bulan.

Minyak mentah hasil penyulingan dari dalam tanah. Foto: Ayat S Karokaro
Minyak mentah hasil penyulingan dari dalam tanah. Foto: Ayat S Karokaro

Dalam satu lubang minyak, bisa menghasilkan tiga drigen ukuran 40 liter, hingga sehari semalam bisa 120 liter. Jika beruntung, bisa dapat minyak sampai 400 liter. Setelah itu, minyak dibawa ke bagian pengolahan menjadi minyak tanah, minyak solar bahkan bensin.

Di bagian penampung yang disebut along-along (pengepul minyak mentah), satu jerigen 40 liter Rp150.000. “Alhamdulillah, dari hasil pengolahan minyak mentah ini, mereka bisa membangun rumah layak dan bisa memberikan sedekah serta menyisihkan buat simpanan.”

Ada yang menarik dari sistem ini. Setiap tiga jam, mereka harus menghentikan operasi penambangan dan penyerupan. Menurut Thamrin agar memberikan ruang gerak atau napas buat minyak kembali terkumpul. Kala dipaksakan, minyak tak mau naik, dan hasil hanya air berlumpur.

“Jadi dikasih waktu tiga jam sekali istirahat. Inilah mengapa sejak dulu lubang tambang minyak mentah tetap ada dan tak terhenti. Intinya jangan rakus dan serakah.”

Juardi, penambang minyak mentah juga jemaah Kampung MATFAI, mengatakan, ada ratusan lubang minyak mentah di desa mereka. Di Desa Telaga Said, hampir 600 lubang masih terlihat dan beroperasi. Meskipun begitu, pasokan air mereka terjaga baik.

“Kami menjalankan usaha penuh pertimbangan. Kami tak ingin merusak alam, rakus dan serakah, ” katanya seraya memegang pipa siap menyerup minyak mentah.

Uang hasil penjualan minyak mentah, katanya, disumbangkan ke Baitul Maal Kampung MATFAI. Uang itu, untuk membangun kampung, mendirikan sekolah, madrasah, klinik rumah sakit, pengajian dan kebutuhan lain. Semua dengan sukarela.

Dia mengatakan, Imam Hanafi, adalah pemimpin Kampung MATFAI. “Beliau anak ketujuh dari 10 bersaudara, penerus pendiri MATFAI Langkat, Syekh KH Ali Mas’ud Al Banjari. Kami menambang mengikuti cara-cara arif yang diajarkan, tak merusak alam.”

Kampung MATFAI dari atas bukit. Foto: Ayat S Karokaro
Kampung MATFAI dari atas bukit. Foto: Ayat S Karokaro
Hasil penjualan minyak mentah tak warga pakai sendiri. Mereka juga sumbangkan buat pembangunan desa. Foto: Ayat S Karokaro
Hasil penjualan minyak mentah tak warga pakai sendiri. Mereka juga sumbangkan buat pembangunan desa. Foto: Ayat S Karokaro
Pipa dua meter dimasukkan dalam lubang sedalam 180 meter berisi minyak mentah untuk dihisap keluar. Foto: Ayat S Karokaro
Pipa dua meter dimasukkan dalam lubang sedalam 180 meter berisi minyak mentah untuk dihisap keluar. Foto: Ayat S Karokaro
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,