,

Kenapa KKP Tidak Transparan untuk Data Stok Ikan Nasional?

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) diminta untuk transparan mengungkap data stok ikan nasional dalam saat ini. Hal itu, untuk mengukur sejauh mana kelaikan Pemerintah Indonesia dalam penerapan kebijakan impor ikan yang sudah diberlakukan sejak pekan lalu.

Permintaan tersebut diungkapkan Ketua Bidang Hukum dan Pembelaan Nelayan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Marthin Hadiwinata menyikapi pro dan kontra kebijakan impor ikan. Menurut dia, agar kebijakan impor ikan bisa dinilai rasional oleh semua kalangan, maka sudah selayaknya KKP mengungkap data stok ikan secara nasional ke publik.

“Dengan begitu, masyarakat juga akan paham dan bisa menerimanya. Karena, jika dari stok ikan memang jumlahnya sedikit, ya kita harus impor ikan,” ujar dia Sabtu (18/6/2016).

Namun, Marthin menyela, jika dari data ikan jumlahnya itu banyak atau mencukupi, maka kebijakan impor ikan oleh KKP itu patut dipertanyakan dan dievaluasi untuk dicabut. Karena, stok melimpah tapi masih mengandalkan impor, itu sama dengan menyia-nyiakan yang ada.

“Ini berarti KKP tidak terbuka soal data ikan ke publik. Katanya stok ikan melimpah, tapi faktanya ada impor ikan untuk industri pengolahan. Ini ada yang tidak bener,” jelas dia.

Selain bisa mengukur kebutuhan ikan secara nasional, menurut Marthin, data stok ikan sangat diperlukan karena itu bisa memicu kinerja nelayan tradisional yang ada di seluruh Indonesia lebih baik lagi. Kemudian, nelayan juga bisa mengukur bagaimana produktivitas ikan di Tanah Air.

“KKP ini masih tidak konsisten dalam membuat kebijakan. Satu waktu, mereka menyebut bahwa produksi ikan sedang tinggi, namun kenyataannya pada waktu yang sama juga mereka mengeluarkan kebijakan impor ikan,” sebut dia.

“Masalahnya KKP itu sangat tertutup kepada nelayan jika berkaitan dengan data stok ikan, ini yang sulit,” tambah dia.

Padahal, kata Marthin, dengan adanya kebijakan tersebut, akan muncul pandangan di kalangan nelayan tradisional bahwa hasil laut yang mereka dapat akan sulit untuk diserap pasar. Hal itu, karena mereka berpikir, pasti pasar dan pengusaha akan memilih dari impor yang notabene lebih murah.

Kebijakan Impor Itu Tidak Wajar

Sementara itu Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Viva Yoga Mauladi, menilai kebijakan impor ikan yang dibuat oleh KKP sebagai kebijakan yang tidak wajar. Hal itu, karena kebijakan tersebut memberi kewenangan untuk melakukan impor jenis ikan laut yang bisa diproduksi oleh nelayan Indonesia.

“Kalau ikan seperti salmon diimpor memang itu masuk akal karena tidak ada di laut Indonesia. Tapi, kalau ikan seperti cakalang, tuna, atau kepiting ikut diimpor juga, itu baru tidak wajar. Karena, memang jenis ikan tersebut ada di Indonesia,” ungkap dia.

Meski kebijakan impor ikan sudah dilakukan KKP dari tahun-tahun sebelumnya, namun tahun ini kuotanya cukup besar atau mencapai 2,3 persen dari total kebutuhan produksi ikan nasional. Bagi dia, walau prosentasenya kecil dan dinilai tidak akan mengganggu produksi ikan secara nasional, tapi tetap saja impor ikan saat ini menjadi hal yang tidak wajar.

Suasana bongkar muatan ikan hasil tangkapan, di Pelabuhan Perikanan Sadeng, Gunung Kidul, Yogyakarta pada awal Desember 2015. Foto : Jay Fajar
Suasana bongkar muatan ikan hasil tangkapan, di Pelabuhan Perikanan Sadeng, Gunung Kidul, Yogyakarta pada awal Desember 2015. Foto : Jay Fajar

Viva Yoga Mauladi kemudian membeberkan data yang diperolehnya dari KKP. Kata dia, volume impor hingga saat ini sudah mencapai 137 ribu ton, dengan rincian sarden (19 ribu ton), kepiting (4 ribu ton), dan salmon (2 ribu ton).

Sementara, untuk volume ikan, sejak 2011 sudah mengalami penurunan, dengan rincian 431 ribu ton pada 2011. Lalu, 337 ribu ton (2012), 353 ribu ton (2013) , 307 ribu ton (2014) dan 290 ribu ton (2015).

Selain data tersebut, Viva mengungkap data produksi ikan yang terus mengalami kenaikan setiap tahunnya. Pada 2009, data produksi ikan mencapai 4,8 juta ton per tahun, dan kemudian meningkat tajam pada 2014 yang mencapai 5,8 juta ton per tahun.

“Karena ada tren peningkatan produksi ikan dari tahun ke tahun, maka kami mendorong kepada Pemerintah untuk secara bertahap kebijakan impor ikan bisa dihentikan. Karena, kebijakan ini berpotensi merugikan nelayan tradisional untuk jangka waktu yang panjang,” tandas dia.

Di lain sisi, Pakar Perikanan dan Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB) Arief Satrya menyebut bahwa kebijakan impor ikan yang dilakukan KKP sekarang sebagai kebijakan yang pas. Karena, kata dia, jenis ikan yang diimpor itu adalah ikan yang tidak ada di laut Indonesia.

“Tidak semua jenis ikan yang diimpor, tapi hanya jenis-jenis ikan tertentu saja yang diimpor karena memang tidak ada di laut kita. Ikan yang diimpor itu seperti salmon yang tidak ada di laut kita. Demikian pula dengan jenis ikan lainnya,” jelas dia.

“Untuk jenis ikan-ikan tertentu memang tidak ada jalan lain kecuali impor, untuk memenuhi permintaan konsumen dalam negeri. Namun, jika ada ikan yang ada di laut kita dan tetap diimpor, itu baru dikritisi oleh kita,” pungkas dia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,