Penambangan emas ilegal marak di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat. Kini, pengurasan kekayaan alam itu makin merusak ekologi karena menggunakan alat berat. Penegakan hukum dilakukan. Belum lama ini, Ditreskrimsus Polda Sumbar menangkap 10 penambang emas liar (illegal mining) di Kampung Baru Lubuk Ulang-Aling Sangir, Solok Selatan.
Berawal dari laporan masyarakat, petugas gabungan Polda Sumbar dibantu Polres Solok Selatan, dan Sat Brimobda dipimpin Kasubdit IV Tippidter Ditreskrimsus, Kompol Rio Marbun meringkus 10 penambang emas, pada 9 Juni 2016 sekitar pukul 16.00. Mereka punya peran berbeda, ada sebagai pemodal, operator eksavator, dan pekerja.
“Tambang ini sudah lama meresahkan masyarakat. Masyarakat melaporkan aktivitas mencurigakan dan merugikan mereka,” kata Kabid Humas Polda Sumbar, AKBP Syamsi di Padang, Selasa (14/6/16).
Penangkapan tersangka pada dua lokasi, yakni, Sungai Kampung Baru Lubuk Ulang Aling, Kenagarian Sangir, Batang Hari, dan Pulau Soppan Jorong Pulau Panjang, Kenagarian Sangir.
Lokasi Sungai Kampung Baru, katanya, petugas mengamankan empat pelaku inisial, J (38), MI (30), W (25), dan MH (25). Lokasi kedua, enam orang inisial, AJ (39), MS (31), AB (27), MH (20), M (23), dan FA (19).
Polisi menyita dua eksavator, enam jerigen minyak tanah 30 liter, satu slang spiral biru dan tiga karpet karet masing-masing berukuran 1×50 meter.
Mengenai perizinan, peran pengelola dan pemilik tambang, polisi masih melakukan pengembangan. Untuk barang bukti, sudah diamankan ke Mapolsek Sangir Batang Hari, Solok Selatan.
Para tersangka dijerat Pasal 158 UU Nomor 4 Tahun 2009 dengan ancaman 10 tahun kurungan.
Direktur LBH Padang, Era Purnama Sari menyambut baik operasi penangkapan ini. Namun dia meminta aparat penegak hukum membersihkan masalah tambang liar sampai ke akar-akarnya. Mengingat aktivitas ilegal berlangsung lama dan sangat massif.
Bahkan para penambang, katanya, menggunakan alat berat. “Kasus tambang liar di Solok Selatan sudah jadi sorotan lama. Bahkan pemerintah pusat pernah datang namun tetap beroperasi. “Seharusnya penegak hukum lebih intensif mengawasi hingga tak ada lagi penambangan liar disana,” katanya.
LBH Padang juga meminta, aparat penegak hukum tak tebang pilih. Kalau operasi penangkapan, katanya, jangan hanya pekerja lapangan, tetapi aktor di balik tambang liar. “Siapa pemasok, siapa pemodal, siapa pemilik alat berat. Polisi harus mencari mata rantai distribusi, sudah sampai dimana? Kemana dipasarkan.”
Seharusnya, kata Era, penegak hukum tahu soal itu. Masyarakat saja, katanya, tahu kalau di lokasi tambang banyak alat berat. “Berarti ini sudah bisnis besar, melibatkan orang besar.”
LBH juga mengendus “modus” pembiaran tambang liar oleh oknum pejabat pemerintah daerah. “Bisa dicurigai ada unsur kesengajaan, sengaja dibiarkan masuk tanpa izin, tanpa melalui proses pengurusan birokrasi.” Dugaan ini, katanya, karena aktivitas tambang-tambang liar tetap merajalela padahal sudah sejak lama menjadi sorotan. “Ada apa?”
LBH berharap, dengan penarikan kewenangan ke provinsi, pencegahan dan pemberatasan lebih memungkinkan. “Kita tunggu bagaimama sepak terjang setelah kewenangan ditarik ke provinsi, termasuk pengusutan izin tumpang tindih dan masalah clean and clear oleh Dinas ESDM dan KPK.”
Pelaksana harian (Plh) Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumbar, Herry Martinus mendukung Polda Sumbar menertibkan tambang-tambang ilegal. “Aktivitas tambang ilegal di Solok Selatan sangat massif. Ini menjalar ke Sijunjung hingga Dharmasraya.” Kondisi ini, katanya, menyebabkan lingkungan rusak terlebih penambangan tak sesuai kaidah. “Seperti menggunakan air raksa, dapat merusak kesehatan masyarakat.”
Harry membantah kalau ada keterlibatan pejabat. Menurut dia, persoalan ekonomi masyarakat yang tak paham kalau melanggar hukum.
Dia sepakat membersihkan praktik tambang ilegal harus sampai ke akar. “Kasihan juga jika hanya pekerja ditangkap, aktor bebas berkeliaran. Polda kita apresiasi. Mudah-mudahan ada efek jera.”