,

Susi Pudjiastuti: Tak Ada Perjanjian dengan Tiongkok

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menegaskan bahwa setiap kapal asing yang menangkap ikan di perairan Indonesia adalah kapal pencuri. Hal itu, karena kapal asing dari negara mana pun saat ini tidak diperbolehkan untuk menangkap ikan di perairan Nusantara.

Pernyataan tersebut diungkapkan Susi saat memberi keterangan resmi di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Selasa (21/6/2016). Pernyataan tersebut sekaligus merespon tentang isu yang berkembang saat ini di perairan Natuna yang melibatkan Pemerintah Indonesia dan Tiongkok.

Susi menjelaskan, zona ekonomi eksklusif Indonesia (ZEEI) yang ada di seluruh Indonesia, termasuk di perairan Natuna, adalah perairan milik bersama dengan negara lain. Namun, kata dia, perairan ZEEI itu tidak boleh dimanfataakan oleh negara lain untuk perikanan tangkap seperti mencari ikan.

“Kita tidak membeda-bedakan perlakuan antara satu negara dengan negara lain. Selama itu terlibat dalam perikanan tangkap ilegal, ya kita tindak dengan tegas. Kita minta negara lain untuk menghargaai ZEEI,” ucap dia.

Menurut Susi, ZEE dan segala isinya adalah wilayah kedaulatan sebuah negara. Bila pun ada perjanjian apa pun mengenai pengelolaan di ZEEI, kata dia, itu harus ditandatangani kedua negara. Dengaa demikian, jika ada negara yang mengaku bahwa ZEEI adalah traditional fishing zone mereka, maka itu tidak benar.

“Hingga saat ini, tidak ada perjanjian apapun dengan Tiongkok terkait dengan wilayah penangkapan ikan tradiisional di ZEEI. Itu artinya, kapal dari negara tersebut jika masuk ke ZEEI dan menangkap ikan, ya ilegal mereka,” tutur dia.

Susi menambahkan, kalaupun ada perjanjian dengan negara lain untuk pemanfaatan di ZEEI, hingga saat ini hanya dijalin dengan negeri jiran Malaysia. Perjanjian itu pun hanya sebatas pemanfaatan perairan ZEEI di wilayah perbatasan di Selat Malaka.

“Masyarakat internasional seharusnya paham bahwa aturan laut internasional itu terikat dengan UNCLOS dan hampir seluruh negara sudah melakukan ratiffikasi perjanjian internasional tersebut,” sebut dia.

Berdasarkan perjanjian internasional mengenai laut UNCLOS 1982, semua negara termasuk Indonesia, berhak melakukan penegakan hukum di perairannya termasuk di lokasi ZEEI.

Kapal Ilegal Tiongkok

Sementara itu Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Armanatha Nasir mengungkap lebih detil tentang penangkapan kapal ikan asing (KIA) di perairan Natuna yang berada dalam ZEEI, pada Jumat (17/6/2016) lalu pukul 04.24 WIB.

Dalam penangkapan itu, kapal TNI AL memergoki 10 hingga 12 KIA dan terlihat sedang menebar jala atau jaring. Aktivitas tersebut diduga kuat sedang melaksanakan penangkapan ikan secara ilegal dan masuk kategori illegal, unreported, unregulated (IUU) Fishing.

Saat sedang melakukan aktivitas tersebut, kapal TNI AL mulai mendekat. Namun, diduga karena kapal-kapal asing tersebut tahu, mereka langsung berpencar untuk melarikan diri. Akibatnya, 4 (empat) kapal TNI AL yang datang berpatroli langsung melakukan pengejaran secara terpisah ke segala penjuru mata angin.

Armanatha menjelaskan, saat melakukan pengejaran, TNI AL melakukan komunikasi melalui radio dan meminta mereka untuk mematikan mesin. Namun, permintaan itu diabaikan dan justru seluruh kapal asing tersebut menambah kecepatan untuk melajukan kapal.

“Setelah beberapa jam pengejaran dilakukan tembakan peringatan ke udara dan laut,” jelas dia.

Lebih lanjut Armanatha mengatakan, saat melakukan pengejaran, beberapa kapal asing tersebut bermanuver hampir menabrak kapal KRI dan kapal ikan asing tersebut lari keluar Perairan Natuna ZEE Indonesia.

Dari pengejaran tersebut, satu kapal ikan asing no 19038 berhasil diberhentikan dan ditangkap oleh kapal TNI AL pada pukul 09.55 tanggal 17 Juni 2016.Saat ditangkap kapal tersebut terdapat tujuh anak buah kapal (ABK) yang terdiri atas enam laki-laki dan satu perempuan.

“Ke tujuh ABK dalam keadaan baik dan tidak ada yang luka dan saat ini dibawa menuju Sabang Mawang,” ujar dia.

Saat sedang menuju Sabang Mawang itulah, Armanatha mengatakan, KRI didekati oleh kapal penjaga pantai (coastguard) milik Tiongkok dan meminta KRI untuk melepaskan KIA yang ditangkap. Tetapi, KRI menolak dan menjelaskan bahwa itu akan dilakukan proses hukum di Indonesia.

Strategi Tiongkok

Dalam kesempatan terpisah, Panglima Komando Armada Barat TNI AL Laksmana Muda TNI Achmad Taufiqurrohman menuturkan, masuknya gerombolan KIA asal Tiongkok ke perairan Natuna, menjadi bagian dari strategi negara komunis tersebut dalam persaingan laut internasional.

“Ini strategi mereka, jadi kalau ditangkap satu, kapal lainnya bisa kabur,” ungkapTaufiqoerrohman di Aula Koarmabar, Jakarta, Selasa.

“Mereka cukup provokatif datang dengan kecepatan tinggi dan tiba-tiba berhenti di depan kita. Tapi pasukan tetap tenang. Meski dia ikuti kami sampai keluar, kami tidak mau menyerahkan ABK sampai kami bawa ke Pulau Natuna,” jelas dia.

Lebih jauh Taufiq mengatakan, dia menduga adanya KIA yang jumlahnya banyak di Natuna, berkaitan dengan sengketa Laut Tiongkok Selatan yang akan diputuskan pada Mahkamah Arbitrase Internasional di Den Haag, Belanda bulan depan.

“Indikasinya bisa dilihat dari adanya coastguard Tiongkok pada kapal-kapal yang ditangkap TNI AL. Itu menjelaskan bahwa mereka itu merestui,” tandas dia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,