,

Prihatin Konsumsi Ikan Rendah, KKP Gencarkan Lagi Gerakan Makan Ikan

Meski Indonesia merupakan negara kepulauan terluas di dunia dengan 70 persennya merupakan wilayah laut, tapi ada ironi yang terjadi.  Badan pangan dunia FAO menyebutkan Indonesia merupakan negara berperingkat kelima konsumsi ikan di negara ASEAN.

Tercatat konsumsi ikan Indonesia sebesar 32,24 kg/kapita/tahun, berada di peringkat kelima setelah Malaysia sebesar 58,1 kg/kapita/tahun,  Myanmar sebanyak 55 kg/kapita/tahun, Vietnam sebanyak 33,20 kg/kapita/tahun dan Filipina sebesar 32,70 kg/kapita/tahun.

Oleh karena itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggiatkan masyarakat mengkonsumsi ikan dengan Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan (Gemarikan).

KKP merasa optimis kampanye ini bisa membantu mengurangi ketergantungan konsumsi masyarakat Indonesia terhadap daging sapi yang saat ini harganya tinggi. Hal itu, karena ikan mengandung gizi yang sangat baik tapi harganya lebih terjangkau.

Pernyataan tersebut diungkapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Minggu (25/6/2016). Menurut dia, dengan banyak mengonsumsi ikan, maka intelegensia anak-anak akan meningkat dan itu bagus untuk masa depan bangsa.

“Karena itu ayo makan ikan mulai dari sekarang. Masyarakat Indonesia harus gemar lagi makan ikan dari sekarang,” ungkap dia di sela pasar ikan murah yang digelar kemarin.

Susi mengatakan, ketergantungan masyarakat selama ini terhadap daging sapi, juga seharusnya bisa dikurangi secara bertahap. Hal itu, karena harga daging sapi saat ini terhitung mahal dan berbanding terbalik dengan harga ikan yang sangat terjangkau untuk semua kalangan masyaakat.

“Jelas ini menguntungkan masyarakat. Karena harga beli jadi lebih terjangkau. Ini harus dimanfaatkan dengan baik,” tutur dia.

Dengan kondisi sekarang, Susi menyebut, daya konsumsi masyarakat Indonesia terhadap ikan masih jauh di bawah rerata masyarakat Jepang. Saat ini, tingkat konsumsi ikan di Indonesia masih sekitar 40 kilogram per tahun per orang, dan sementara di Jepang sudah mencapai 80 kg per orang per tahun.

“Itu jumlah yang rendah. Kita harus bisa meningkatkan daya konsumsi ikan. Karenanya, kita harus gemar makan ikan,” jelas dia.

Susi meyakini, semakin banyak mengonsumsi ikan, maka semakin banyak kandungan baik yang ada di dalam ikan bisa dinikmati oleh masyarakat. Jika itu terjadi, maka generasi bangsa Indonesia akan bertumbuh dengan sangat baik karena memiliki intelegensia yang mumpuni.

Kelestarian Laut

Tak hanya baik untuk meningkatkan kecerdasan generasi bangsa Indonesia, Susi menyebutkan, dengan mengonsumsi ikan, maka masyarakat secara tak langsung ikut melestarikan laut Indonesia. Karena, ikan yang ada di lautan itu memiliki umur yang terbatas.

“Jadi, ikan itu memang ada untuk dikonsumsi oleh manusia. Dengan dikonsumsi, maka mereka akan terus berkembang biak,” jelas dia.

Namun, Susi buru-buru mengingatkan, karena kampanye gemar makan ikan juga berpotensi untuk meningkatkan produksi ikan di laut, dia meminta semua pihak yang terlibat (stakeholder) di laut untuk bisa menjaga kelestarian laut dan menerapkan prinsip ramah lingkungan.

“Itu semua, agar biota laut yang ada di dalamnya bisa tetap terjaga dengan baik hingga anak cucu kita nanti dan ke depannya lagi,” tandas dia.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo dalam Rapat Terbatas beberapa waktu lalu, telah mengampanyekan makan ikan. Presiden menilai selain menyehatkan, ikan juga dipastikan halal tanpa perlu diuji keabsahannya.

Arahan Presiden tersebut ditindaklanjuti dalam Rapat Koordinasi antara Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dan Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek pada Jumat lalu (17/6/2016) bersama para pengusaha dan asosiasi di sektor kelautan dan perikanan serta beberapa perwakilan kementerian/lembaga lainnya.

Dalam rapat tersebut dibahas mengenai berbagai persoalan. Salah satunya adalah perbandingan antara jumlah tangkapan ikan saat ini dengan peningkatan konsumsi ikan yang belum signifikan. Selanjutnya, pemerintah akan mengagas kampanye nasional untuk mewujudkan masyarakat yang gemar mengkonsumsi ikan, sehingga hasil tangkapan nelayan, ekspor dan impor serta tingkat konsumsi dapat seimbang.

“Sudah sering saya sampaikan, kita meyakini bahwa masa depan kita ada di laut. Kita bisa menjadi negara besar kalau kita mampu menjaga dan memanfaatkan potensi kelautan yang sangat besar,” ungkap Presiden dalam Ratas.

Tidak hanya soal konsumsi ikan nasional, Presiden juga menyinggung tentang sumbangan pemasukan dari sektor kelautan dan perikanan secara nasional. Berdasarkan data yang disampaikan oleh Presiden, Jepang mampu menyumbang 48,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) nya atau setara dengan USD17.500 miliar hanya dari sektor ekonomi kelautannya.

“Sementara Thailand, yang garis pantainya hanya sepanjang 2.800 km, ekonomi kelautannya mampu menyumbang devisa sebesar USD212 miliar,” ucap Presiden.

“Indonesia dengan luas wilayah lautnya yang mencapai 70%, kontribusi di bidang kelautan terhadap PDB nasional kita masih di bawah 30%. Dari informasi yang saya peroleh, potensi ekonomi sektor kelautan di Indonesia adalah USD1,2 triliun per tahun dan diperkirakan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 40 juta orang,” tambahnya.

Hal tersebut, kata Presiden, dapat diartikan dengan belum maksimalnya potensi laut Indonesia dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia. Oleh karenanya, dia menginstruksikan kepada para menterinya untuk semakin mengkonsolidasikan segala kebijakan pembangunan kelautan Indonesia agar dapat semakin memaksimalkan potensi tersebut.

“Sehingga program-program pembangunan sektor kelautan tersebut harus kita lakukan dengan lebih terarah, lebih tepat sasaran, dan saya ingin kebijakan pembangunan kelautan Indonesia harus mampu mengkonsolidasikan seluruh program-program pembangunan yang ada,” ucap Presiden.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,