Pakar: Jika Kembangkan Sorgum, NTT Bakal Daulat Pangan

Sebagai negara yang kaya dengan berbagai ragam komoditas pangan, seharusnya Indonesia tidak perlu hanya tergantung kepada satu komoditi, semisal beras. Namun sudah waktunya, mulai memberdayakan berbagai potensi sumber energi dan pangan yang dapat dikembangkan. Salah satunya adalah sorgum, serelia yang termasuk dalam keluarga rumput-rumputan.

Data yang didapat dari BPS Pusat menyebutkan Indonesia masih menjadi negara pengimpor beras dari dari 5 negara, yakni Thailand, Pakistan, Vietnam, India, dan Myanmar selama periode Januari-Juni 2015 sebesar 194.495.467 kg senilai USD 84,943 juta. Angka ini tercatat lebih tinggi dari periode tahun sebelumnya sebesar 176.277.496 kg, atau senilai USD 76,206 juta.

“Sebenarnya sorgum merupakan salah satu sumber pangan andalan yang tidak boleh diabaikan. Jika dikembangkan dalam sistem budidaya yang baik negeri ini tidak perlu lagi mengimpor karbohidrat dalam jumlah besar,” jelas Dr Marcia Buanga Pabendon, peneliti dari Balai Penelitian Tanaman Serelia, Balitbangtan Kementan RI kepada Mongabay Indonesia, saat dijumpai di Desa Kawaleo, Flotim (21/06).

Apalagi sorgum memiliki kadar glukosa lebih rendah daripada beras dan kandungan serat tinggi, sehingga cocok untuk mencegah diabetes. Selain itu, sorgum merupakan tumbuhan yang dapat dimanfaatkan dari buah, batang hingga ampasya dan sangat adaptif dengan kondisi tempat tumbuh.

“Penderita autis pun cocok makan sorgum karena kandungan gultenfree sorgum yang rendah,” lanjut Marcia.

Alternatif Pangan dan Sumber Bioetanol

Hasil kajian Balai Penelitian Tanaman Serelia memaparkan, komposisi kimia biji sorgum tidak banyak berbeda dengan beras atau terigu yakni mengandung karbohidrat sebesar 73,8 persen dan protein 9,8 persen.

Kesamaan dengan beras atau terigu merupakan indikasi bahwa sorgum dapat mensubtitusi beras karena nilai gizinya yang tinggi. Tepung sorgum juga dapat menjadi bahan dasar kue, kue kering dan bahan baku industri. Ampas batang dan daun sorgum pun dapat digunakan sebagai pakan ternak. Selain sebagai bahan pangan, nira dari batang sorgum dapat menjadi sumber bahan baku bioetanol.

Hasil kajian Balai Penelitian Serealia menyebutkan sorgum yang telah diolah menjadi etanol dapat dimanfaatkan sebagai pengganti bahan bakar minyak tanah dengan kadar etanol 40-60 persen, untuk kebutuhan laboratorium dan farmasi 70-90 persen, dan sebagai bahan substitusi premium 90-100 persen. Bahkan seperti varietas Sweet Sorghum Super 1 dan Super 2 (SUPER singkatan Sorgum Untuk Pangan dan Energi), yang dirilis Marcia dalam uji cobanya mampu menghasilkan 90- 97 persen ethanol.

“Super ini kadar gulanya 15 sampai 17 tapi saat musim kemarau puncak kadar gulanya bisa 20 sampai 21. Kadar gula biji Sorgum mencapai 50.07 g/L,” jelas Marcia. “Kalau sweet sorghum kita fokus ke batangnya, bisa sampai 30-40 ton sekali panen per 3-3,5 bulan dan bisa dua kali panen lagi dengan totalnya bisa 70 sampai 80 ton per hektar.”

NTT Berdaulat Pangan

Menurut Marcia, di NTT sorgum dapat dikembangkan sebagai salah satu pangan lokal andalan. Sorgum pun bagus untuk dipanen di musim kering dan sangat cocok dengan iklim NTT yang musim kemaraunya panjang.

“Saya lihat lahan di NTT sangat potensial sebagai area pengembangan sorgum. Ampas perasan batang sorgum juga bisa untuk pakan ternak, apalagi peternakan cocok juga di NTT,” tutur Marcia.

Menurutnya, sorgum dapat ditanam tanpa dipupuk dan tumbuh maksimal karena di NTT karena cuacanya yang panas, memiliki sinar matahari yang penuh sepanjang hari yang mendorong proses fotosintesisa sorgum maksimum sehingga efisien dalam menghasilkan biji dan gula di dalam batang.

Dalam satu hektar lahan, di NTT berpotensi untuk menghasilkan 3-4 ton sorgum dalam sekali panen yang dapat dilakukan untuk 2-3 panen lagi, lewat sistem pengairan tetes dan pembuatan model embung sehingga ratun (akar) yang tumbuh dapat berkembang.

“Yang penting dilakukan adalah sosialisasi dan merubah sikap masyarakat agar mengenal manfaat sorgum. Di benak masyarakat, baru mengenal pangan utama sumber karbohidrat adalah beras, padahal ada sumber lain seperti sagu ataupun sorgum ini,” tutup Marcia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,