Penelitian: Pencemaran Logam Berat Berkurang dengan Ampas Kopi

Di tangan lima mahasiswa Universitas Jember, Jawa Timur, limbah ampas kopi yang selalu dibuang, diubah menjadi penyerap racun logam kadmium (Cd) yang sering ditemukan di air.

Penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat minat Kesehatan Lingkungan Universitas Jember (FKM UNEJ), yakni Puput Baryatik, Uswatun Asihta, Wita Nurcahyaningsih, Azzumrotul Baroroh, dan Herdian Riskianto, berupaya memanfaatkan ampas kopi yang biasanya tidak dimanfaatkan. Tujuannya, mengurangi pencemaran air akibat logam kadmium, yang biasanya berasal dari industri maupun tempat pembuangan akhir sampah (TPA).

“Berangkat dari keresahan tersebut, kami coba memanfaatkan ampas kopi yang banyak dibuang di Jember,” terang Anita Dewi Moelyaningrum, selaku dosen pembimbing.

Ampas kopi dapat menyerap racun pencemar logam kadmium (Cd), yaitu bahan beracun bagi semua organisme yang berada di lingkungan, akut maupun kronis. “Bila kandungan Cd terakumulasi dalam tubuh, akan sangat berbahaya karena dapat merusak ginjal, liver, sistem syaraf bahkan cacat janin,” kata Anita.

Ampas kopi yang biasanya dibuang dapat dimanfaatkan sebagai bahan penyerap pencemar logam berat pada air. Foto: tim peneliti FKM Universitas Jember
Ampas kopi yang biasanya dibuang dapat dimanfaatkan sebagai bahan penyerap pencemar logam berat pada air. Foto: tim peneliti FKM Universitas Jember

Hasil riset berjudul “Pemanfaatan Arang Aktif Ampas Kopi sebagai Adsorben Cadmium (Cd) Dalam Air Tanah” membuktikan bahwa ampas kopi dapat mengikat cemaran logam Cd dalam air. Dengan kualitas air yang baik, derajat kesehatan masyarakat pun meningkat.

Berlokasi di tempat pembuangan akhir (TPA) sampah Pakusari di Desa Kertosari, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember, mahasiswa ini dalam penelitiannya mengambil sampel air tanah atau air sumur warga yang ada di sekitar TPA  Pakusari. TPA yang luasnya sekitar 6,8 hektar dan mulai beroperasi Februari 1992.

“Sistem pengelolaan sampah dilakukan secara controlled landfill yang berpotensi mencemari air tanah. Karena, sampah yang ditimbun akan membusuk bersamaan air hujan yang akan menghasilkan air lindi,” jelas Puput Baryatik, salah satu mahasiswa yang melakukan penelitian.

Kandungan logam berat sering ditemukan pada air lindi yang merupakan cairan hasil timbunan sampah. Logam berat yang ditemukan antara lain timbal (Pb), kadmium (Cd), tembaga (Cu) dan besi (Fe).

Ampas kopi yang telah mengalami pemrosesan menjadi arang aktif. Foto: tim peneliti FKM Universitas Jember
Ampas kopi yang telah mengalami pemrosesan menjadi arang aktif. Foto: tim peneliti FKM Universitas Jember

Sampah yang menghasilkan kadmium (Cd) biasanya batere, peralatan elektronik, keramik, tekstil, dan plastik. Kadmium merupakan jenis logam berat berbahaya karena berisiko tinggi terhadap pembuluh darah manusia, yang dalam jangka waktu panjang dapat terakumulasi pada hati dan ginjal. Gangguan pada kardiovaskular dan hipertensi menjadi salah satu dampak keracunan Cd kronis pada manusia.

Dari temuan para mahasiswa ini, didapati kualitas air sumur di sekitar TPA Pakusari, berdasarkan konsentrasi Cd memiliki nilai yang lebih besar dari baku mutu air bersih yang telah ditetapkan pemerintah. Aturannya tertera pada Permenkes RI Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air yaitu sebesar 0,12 ppm (> BML 0,05 ppm).

“Air sumur di sekitar TPA Pakusari merupakan sumber air utama penduduk, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti minum, memasak, mandi dan sebagainya,” lanjut Puput.

Ampas kopi yang selama ini dikenal sebagai bahan organik untuk arang aktif, digunakan sebagai adsorben atau bahan penyerap. Bahan baku yang berasal dari bahan organik dapat dibuat menjadi arang aktif karena mengandung karbon. “Arang aktif merupakan padatan berpori, yang dihasilkan dari bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan suhu tinggi. Semakin luas permukaan arang aktif maka daya adsorpsinya semakin tinggi.”

Mahasiswa Universitas Jember dari Fakultas Kesehatan Masyarakat melakukan uji laboratorium terhadap limbah ampas kopi terhadap air sumur. Foto: tim peneliti FKM Universitas Jember
Mahasiswa Universitas Jember dari Fakultas Kesehatan Masyarakat melakukan uji laboratorium terhadap limbah ampas kopi terhadap air sumur. Foto: tim peneliti FKM Universitas Jember

Arang aktif

Penelitian sebelumnya memaparkan, penggunaan arang aktif dari ampas kopi sebagai adsorben, mampu mengabsorpsi ion besi pada air minum hingga 99,34 persen. Juga menyerap logam merkuri sampai 99 persen.

“Kami coba mengurangi kadar kadmium dalam air sumur di sekitar TPA Pakusari menggunakan arang aktif dari ampas kopi,” imbuh Uswatun Asihta, mahasiswa yang lain.

Bahan-bahan yang digunakan sebagai arang aktif adalah bubuk kopi jenis robusta, air sumur di sekitar TPA Pakusari yang mengandung Cd, aquades, KI, HCl 0,1 M, larutan iod 0,1 N, natrium thiosulfat 0,1 N, dan indikator amilum 1%.

Pengujian arang aktif ampas kopi pada air sumur yang tercemar logam berat. Foto: tim peneliti FKM Universitas Jember
Pengujian arang aktif ampas kopi pada air sumur yang tercemar logam berat. Foto: tim peneliti FKM Universitas Jember

Bubuk kopi diseduh air panas selama 10 menit dan disaring. Lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 105 derajat Celcius selama 5 jam, dan dikarbonisasi pada suhu 450 derajat Celcius selama 45 menit. Ampas kopi itu diayak dengan ukuran 100 mesh. Selanjutnya, arang ampas kopi sebanyak 300 gram direndam dalam larutan pengaktif HCl 0,1 M sebanyak 500 ml selama 48 jam, dan disaring menggunakan corong Buchner, kemudian dicuci dengan aquades sampai netral.

“Ampas yang sudah diaktivasi dibungkus alumunium foil kemudian dioven untuk mengurangi kandungan airnya terlebih dahulu pada suhu 100 derjat Celcius selama 4 jam. Kemudian, arang aktif ampas kopi dibiarkan dingin dan disimpan dalam desikator,” terang Puput.

Pada penelitian ini, arang aktif yang digunakan sebagai adsorben berbentuk serbuk dengan ukuran 100 mesh, untuk mempercepat reaksi. Hasilnya, terjadi penurunan kadar Cd pada air tanah setelah menambahkan arang aktif itu.

Anita berharap, hasil penelitian ini digunakan masyarakat dan pelaku industri. “Dengan begitu, limbah tertangani dan lingkungan terjaga,” tandasnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,