Tim penyelamat Orangutan Information Centre (OIC) mengevakuasi satu anak orangutan Sumatera, dari Markas Koramil di Aceh Timur, hasil serahan warga, Minggu (10/7/16).
Ceritanya, anak orangutan diperkirakan berusia satu tahunan ini, dipelihara warga Desa Simpang Jernih, Kecamatan Simpang Jernih, Aceh Timur, Aceh, bernama Abu. Abu menyerahkan orangutan betina itu kepada TNI dari Koramil usai diberi penjelasan kalau satwa ini dilindungi. Setelah itu, dia langsung pergi.
Tim Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Aceh bersama OIC mendapatkan informasi ada anak orangutan dititipkan di Markas Koramil Aceh Timur. Mereka langsung meluncur dan evakuasi.
Ketika tim datang, matanya menatap tajam. Kala akan dibawa pergi, jemari lemah itu tampak menggenggam kuat tubuh tim penyelamat OIC, seolah tak mau melepas.
Krisna, tim OIC mengatakan, setelah evakuasi, dia memeriksa kondisi kesehatan orangutan. Ada sejumlah luka di beberapa bagian tubuh seperti pinggang kanan, tangan, dan bagian lain. Dugaan sementara, bekas benda tumpul untuk melumpuhkan anak orangutan ini.
Badan orangutan ini juga kurus, diduga kekurangan nutrisi. Berat badan berkisar tiga kilogram, dan kemungkinan cacingan. Saat baru evakuasi, satwa ini terlihat lemah hingga segera diberi makanan, vitamin, dan menempatkan di tempat bersih.
Dia mengatakan, Abu bilang kalau anak orangutan ditinggal sang induk. “Itu sangat mustahil.” Pengalaman berpuluh tahun, dan hasil penelitian, induk orangutan takkan pernah meninggalkan anak kurang enam tahun. Pasti anak dijaga sangat ketat. Dia yakin induk sudah mati tertembak pemburu dari Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL).
Suparman, Staf Resort Wilayah VI Langsa, BKSDA Aceh, mengatakan, selain evakuasi satu anak orangutan, juga menyelidiki motif Abu memiliki satwa ini. Awalnya, pemilik takut diperiksa, baru lama-kelamaan bersedia dan mengatakan, anak orangutan dapat di kebun. Dia mengaku tak tahu kalau satwa dilindungi.
Sementara Panut Hadisiswoyo, Direktur Yayasan Orangutan Sumatera Lestari – Orangutan Information Centre (YOSL-OIC), mengatakan, karena kondisi kurang sehat, diputuskan segera perawatan di Karantina Batu Mbelin, Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara. Di karantina, katanya, pemeriksaan lebih daalam oleh tim dokter hewan.
Panut prihatin karena perburuan orangutan terus terjadi. Anak orangutan masih dipelihara bebas. Kondisi ini menunjukkan, ada persoalan belum tuntas.
Panut mendesak, pelaku yang memelihara, memperdagangkan apalagi sampai membunuh orangutan ditindak tegas. Selama ini, dianggap belum ada penjeraan. Terlebih, kala pelaku di peradilan, hukuman terlalu kecil. Dampaknya, mereka kembali beraksi memburu satwa.
“Kalau mau menyelamatkan orangutan, berikan hukuman berat kepada pelaku.”
Dia menyatakan, dari Januari-10 Juli 2016, sudah enam bayi orangutan disita dari Leuser Timur, yaitu Aceh Tamiang dan Aceh Timur. Kemudian ada satu orangutan dewasa disita dari rumah warga di Kabanjahe, Karo. Kembali pengakuan klasik pemelihara, kalau mereka tak tahu orangutan dilindungi.
Dia berharap, ada penyidikan khusus dan mendalam menguak kebenaran ucapan para pemilik ilegal ini. “Apakah benar tak tahu atau hanya modus.”
Panut mengatakn, orangutan mudah tertangkap atau diburu di Leuser karena terjadi deforestasi besar-besaran. Dari 2,6 juta hektar kawasan Leuser, rata-rata deforestasi 1.5 persen per tahun. Penyebab utama perkebunan sawit. Makin banyak orangutan terisolasi di kantong-kantong hutan kecil, daya gerak terbatas. Indukpun mudah tertembak pemburu agar anak bisa diambil.
Pasar orangutanpun, katanya, selalu ada. Penampung juga ada. “Ini cukup riskan bagi perkembangan orangutan di alam. Harus ada tindakan nyata pemerintah mengatasi ini.”