Masyarakat Desa Sungai Jeruju Bilang, Ada Harimau Sumatera Cacat di Wilayah Mereka

Kemunculan harimau sumatera di Kedaton, Kota Kayuagung, pekan ini, ternyata bukan satu-satunya harimau yang masih tersisa di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan.

Seekor harimau cacat yang berjalan menggunakan pantat dan kedua kaki depannya karena dua kaki belakangnya cacat, yang disebut warga lokal “harimau pengkor” terlihat setiap tahun di kawasan perkebunan dan hutan Tulung Semanting, Dusun Kebun Angkik, Desa Sungai Jeruju, Kecamatan Cengal, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI).

“Dia selalu muncul saat musim kemarau. Tidak mengganggu. Tapi, kami juga takut menganggunya. Melihat matanya saja kami tidak berani. Kami tahu harimau ini penjaga hutan dusun kami,” kata Sumi (45), warga Dusun Kebun Angkik, Sabtu (16/07/2016).

2015 lalu, Suni mengaku melihat harimau itu berada di kebun karetnya. “Tapi tahun ini warga belum melihatnya. Kalau dia muncul dan terlihat warga pasti pertanda musim kemarau. Banyak warga yang melihatnya saat subuh atau pagi.”

Sama seperti para pendahulu, jelas Suni, warga sangat menghormati keberadaan harimau. Mereka yakin jika tidak diganggu dan harimau juga tidak akan mengganggu manusia. “Sejak kecil kami selalu diceritakan orang tua, jika ada yang membunuh seekor harimau, pasti si pembunuhnya akan dicari oleh harimau lain. Pembunuh itu pasti terbunuh.”

Dijelaskan Suni, keberadaan harimau saat ini memang mulai berkurang. Ketika dia masih kecil di Desa Talang Rimba, merupakan hal biasa jika mendengar warga bertemu atau melihat harimau di kebun atau hutan. “Namun, sejak hutan dibuat kebun dan dusun baru, harimau berangsur hilang. Mungkin pergi ke hutan lain,” ujarnya.

Awetan harimau sumatera yang berhasil diamankan dari pelaku perdagangan ini berada di BKSDA Sumatera Selatan. Foto: Muhammad Ikhsan

Hutan rusak, harimau terdesak

Seperti halnya wilayah lain di Sumatera Selatan, Kabupaten OKI yang luasnya sekitar 1.923.347 hektare, sekitar 75 persen merupakan kawasan rawa gambut. Hampir setengah luas kabupaten tersebut, sekitar 645.249 hektare, merupakan kawasan hutan produksi.

Tahun 1970-an, sebagian besar Kabupaten OKI merupakan hutan primer, yang menjadi habitat berbagai hewan khas Sumatera, seperti gajah, harimau, rusa, dan lainnya. Namun, akibat praktik perusahaan kayu baik yang memiliki izin hak pengusahaan hutan (HPH) maupun illegal, membuat hutan primer di kabupaten tersebut mengalami degradasi. Konflik manusia dengan gajah maupun harimau terjadi. Pada akhirnya, manusia menjadi pemenang.

Kerusakan paling parah dialami kawasan hutan produksi (HP) di lahan rawa gambut, seperti Simpang Heran Beyeku, Mesuji, dan Pedamaran, yang luasnya mencapai 617.350 hektare. Kawasan HP yang dulunya dipenuhi pohon meranti, jelutung, terenteng, pulai, ramin, kempas dan lainnya itu, setelah dihabisi perusahaan HPH yang menggunakan sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI), mengalami kebakaran dari 1993 hingga puncaknya 1997 dan 1998.

Berdasarkan penafsiran data Citra Landsat dan Citra SPOT tahun 2002–2005, kawasan hutan produksi ini menjadi rawa semak belukar dengan luas sekitar 567.970 hektare, dan menyisakan formasi hutan alam dengan jenis-jenis alami sporadis, yang luasnya sekitar 49.380 hektare.

Selanjutnya, kawasan hutan produksi ini dijadikan konsesi hutan tanaman industri (HTI) yang diyakini mampu menghijaukan kembali rawa gambut dan menghasilkan pendapatan ekonomi. Namun, upaya ini tidak optimal, sebab kebakaran terus terjadi, akibat penataan hidrologi kurang baik. Puncaknya, 2015 lalu.

Kondisi kerusakan hutan primer di Kabupaten OKI ini yang memberikan pengaruh cukup besar terhadap keberadaan gajah dan harimau. Konflik manusia dengan gajah hingga hari ini terus berlangsung. Tidak heran, sampai saat ini belum ada data resmi mengenai jumlah harimau sumatera di Kabupaten OKI.

Ancaman lain terhadap harimau sumatera yakni para pemburu liar. Bukan tidak mungkin, informasi keberadaan harimau di Dusun Kebun Angkik ini membuat mereka memburu harimau tersebut. “Nanti hidup mereka kualat,” kata Sumi.

Terhadap kemunculan harimau sumatera yang terlihat di Kedaton, Yoan Dinata, Ketua Forum Harimau Kita, sebelumnya memperkirakan harimau tersebut berasal dari Air Sugihan yang masuk wilayah Kabupaten Banyuasin. Ada dua kemungkinan. Pertama, harimau itu berusia muda, tengah mencari wilayah hidup. Kedua, harimau tersebut telah tua, tersingkirkan dari komunitasnya sehingga mencari lokasi yang aman untuk hidup. “Umumnya, harimau tua yang kalah pamor dengan harimau dewasa akan minggir. Itu hukum alam,” katanya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,