Ada Konflik Sosial-Budaya, Amdal Reklamasi Teluk Benoa Belum Bisa Putus

Penolakan masyarakat Bali, terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa, begitu besar. Penolakan warga karena beragam alasan dari soal  lingkungan, sosial,  ekonomi, budaya dan lain-lain. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan, aspek sosial budaya belum terpenuhi menjadi salah satu alasan Analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal), belum ada keputusan terima atau ditolak.

San Avri Awang, Dirjen Planologi dan Tata Lingkungan KLHK, mengatakan, kajian analisis Amdal Teluk Benoa berdasarkan aspek biofisik, fisika-kimia, dan sosial-budaya. Aspek biofisik dan fisika-kimia, katanya, telah selesai dan terpenuhi tetapi aspek sosial-budaya masih belum terlaksana.

Dengan begitu, proyek reklamasi masih belum aman dilanjutkan ”Kita tak ingin ribut, masyarakat harus kita pikirkan, pengusaha juga harus kita pikirkan,” katanya.

Pulihkan Pulau Pudut solusi konflik?

San mengatakan, pemerintah, akan melakukan pemulihan Pulau Pudut. Dia menilai, langkah ini sebagai solusi penyelesaian konflik sosial di masyarakat adat Bali.

”Pudut, red) akan diurus dan diselesaikan dahulu, setelah itu kami melihat apakah Teluk Benoa layak atau tidak,” katanya.

Lokasi itu, menjadi tempat suci para pemuka adat Bali. Pemulihan ini dengan mengembalikan luas pulau delapan hektar, kini hanya kurang satu hektar.  Penyusutan itu, kata San, karena faktor lingkungan, abrasi dan kerusakan lain.

Berdasarkan data dia, pengakuan tempat suci hanya di Pulau Pudut, tak berlaku di sekitar. Pemulihan pulau, katanya, kemungkinan berlangsung tahun ini menggunakan dana APBN.

 

Pesan ke Presiden

Pekan lalu, Pasubayan Desa Adat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa, ForBALI dan Eksekutif Nasional Walhi mendatangi Kantor Staf Presiden.

Sebelumnya, pertemuan dijadwalkan dengan Kepala KSP Teten Masduki pukul 16.00, mundur pukul 17.10. Pertemuan tertutup dari awak media.

Koordinator Pasubayan Desa Adat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa, Wayan Suarsa menyebutkan, pemerintah masih belum memahami kepentingan atau arti kesucian dari tempat suci, di Teluk Benoa. ”Banyak masih belum paham seberapa penting nilai kesucian Teluk Benoa untuk tetap dijaga,” katanya.

Pemerintah, katanya, baru berjanji akan minidaklanjuti. “Belum sampaikan pasti. Kita lihat saja nanti.” Untuk itu, pergerakan Tolak Reklamasi Teluk Benoa akan terus dilakukan, biar pemerintah dan masyarakat melihat ke depan.

Dalam pertemuan itu, Teten meminta masyarakat tenang. Koordinator ForBALI, I Wayan Gendo Suardana mengatakan, Teten bilang, pemerintah akan mengecek sekecil apapun informasi yang disampaikan kepada meereka. Dia mengapresiasi respon pemerintah dan berharap keputusan segera keluar, yakni. Instrumen keputusan menghentikan reklamasi.

Dia berharap, pertemuan ini menjadi sarana langsung informasi kepada Presiden.

Khalisah Khalid, Juru Bicara Eksekutif Nasional Walhi mengatakan, Teten belum bisa memberikan keputusan. ”Mereka akan melakukan upaya terbaik, proses masih berlangsung, telah menjadi perhatian Presiden,” katanya.

Presiden,  baru mengarahkan kementerian terkait berkoordinasi terkait izin lokasi yang ketuk 25 Agustus 2016. Selain itu, pembahasan pencabutan Pepres hingga kini belum terjadwal.

Pada Februari lalu, perwakilan warga penolak reklamasi juga datang ke KSP ditemui Deputi II, Yanuar Nugroho dan staf khusus Noer Fauzi Rachman.

Penolakan rencana reklamasi ini muncul dari berbagai kalangan. Dari masyarakat biasa, masyarakat adat, akademisi, musisi, pekerja pariwisata dan lain-lain. Khusus masyarakat adat menolak meningkat, dari 14 kelompok, kini 38 komunitas dengan jumlah sekitar 334.000 jiwa, dari hanya 148.000 jiwa.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,