Puluhan Elang Ini Hasil Sitaan dari Aksi Dagang Lewat Facebook

Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sumatera, Senin (18/7/16) menangkap MR, pelaku perdagangan elang  melalui jejaring sosial Facebook.

MR, diamankan beserta 20 elang remaja yang ditempatkan dalam dua keranjang masing-masing berisi 10 anakan dan siap dijual. Penyidik juga mengamankan satu sepeda motor untuk membawa burung-burung itu dan satu telepon seluler sebagai sarana komunikasi dengan calon pembeli.

Halasan Tulus, Kepala Balai LHK Sumatera, kepada Mongabay di Medan, Selasa (19/7/16) mengatakan, kasus ini terungkap berawal dari informasi masyarakat. Setelah itu, dia membentuk tim untuk penyelidikan.

Tak membutuhkan waktu lama. Tiga hari setelah itu, penyidik bisa berkomunikasi dengan pelaku yang siap menyediakan satwa petugas penyamar.

“Pelaku memajangkan foto puluhan elang atau burung alap-alap. Kami langsung berkomunikasi dari Facebook hingga telepon. Tersangka setuju menjual. Lokasi disepekati. Saat dia membawa, langsung kami tangkap,” katanya.

Untuk penangkapan, tim berkoordinasi dengan BKSDA Lampung. Pelaku terpancing menjual pulahan elang, dan bertemu dengan ‘calon pembeli di Jalan Dipenogoro Gang Sirsak, Bandar Lampung, Lampung.

Hingga Rabu siang (20/7/16), petugas terus memeriksa MR. Dari penyidikan awal, diduga pelaku pemain lama. Terlihat dari cara kerja cukup rapi. Dugaan lain, pelaku jaringan perdagangan satwa antarprovinsi.

Menurut Tulus, ada dugaan pelaku menampung satwa dari para pemburu, kemudian memperdagangkan melalui jejaring sosial. Satwa-satwa ini Lampung.

Bersama tim BKSDA Wilayah III Lampung dibantu tim Wild Life Crime Unit (WCU), penyidik terus mendalami kelompok lain, termasyk pemburu, hingga pemain besar dan pemodal.

Irma Hermawati, Legal Advisor WCU mengatakan, penelusuran tim WCU di lapangan, burung-burung ini diduga diambil dari sarang langsung melalui para pemburu. MR pemain lama, dan pasti mempunyai anggota lain, dan memiliki tugas berbeda, yaitu mencari satwa atau memburu, menampung, hingga memperdagangkan baik langsung maupun pakai media sosial.

Penggunaan media sosial untuk perdagangan satwa dilindungi baik hidup maupun mati, katanya, menjadi modus paling diminati.  Untuk itu, katanya, perlu keterlibatan Kementerian Komunikasi membantu KLHK membongkar jaringan perdagangan satwa ini.

Menurut Irma,  KLHK tak bisa bekerja sendiri membongkar kasus ini, misal, ke Facebook langsung bekerjasama dalam memprotek iklan yang masuk.

Minat tinggi pelaku berdagang dengan Facebook, katanya, membuat WCU terus berkomunikasi dengan Facebook Asia dan sempat pertemuan di Singapura. Dalam pertemuan WCU menyampaikan harapan kepada Facebook agar bekerjasama dalam mem-filter para pelaku yang coba memperdagangkan satwa melalui Facebook.

Adapun perdagangan satwa-satwa yang biar ‘iklan’ di Facebook seperti elang, harimau, berbagai primata, termasuk orangutan dan lain-lain kecuali badak.  Dia berharap, fenomena ini segera disikapi serius. “KLHK gak bisa bekerja sendiri, Kemenkoinfo harus dilibatkan.”

Dia menyatakan, komunitas elang juga berperan menyebabkan laju kepunahan satwa ini di Lampung. “Kalau satu komunitas elang beranggotakan 100 orang , ada 100 elang disitu. Bisa terbayangkan kalau 100 komunitas dan mereka mempublish di media sosial dan menjual untuk alasan dipelihara sebagai komunitas.”

Segera rehabilitasi

WCU berkomunikasi dengan Direktorat Penegakan Hukum LHK, agar elang-elang ini segera masuk rehabilitasi hingga bisa segera proses peliaran. Kalau mereka di area tak layak khawatir tak bertahan hidup, terlebih elang-elang ini masih berusia muda.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,