Keberadaan Peraturan Presiden Nomor 45 jo. Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan) menjadi kunci penerbitan izin lokasi untuk reklamasi Teluk Benoa di Bali. Perpres tersebut dinilai menjadi pemicu mulusnya jalan izin lokasi untuk tetap terbit.
Pernyataan tersebut diungkapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastutidi Jakarta, Selasa (26/07/2016). Dia mengatakan, karena Perpres tersebut ada, maka perpanjangan izin lokasi untuk reklamasi Teluk Benoa tidak bisa ditolak.
“Jika memang izin lokasi bermasalah, maka itu kuncinya ada di Perpres Nomor 51 Tahun 2014. Yang berhak membatalkan Perpres tersebut hanya Presiden RI. Jadi, perubahan perpres tersebut harus didasarkan pada perintah Presiden,” ucap dia.
“Jadi, izin lokasi ini sudah diajukan oleh investor sejak dua tahun lalu. Hingga sekarang izinnya sudah habis, tapi pembuatan AMDAL (analisis mengenai dampak lingkungan) masih belum dilakukan. Makanya, izin lokasi harus diperpanjang lagi,” ungkap dia.
Pernyataan Susi tersebut kemudian diperjelas, keberadaan izin lokasi menjadi penting karena itu menjadi proses untuk memulai tahapan uji AMDAL yang dilaksanakan oleh Komisi AMDAL yang anggotanya terdiri dari anggota pakar dan seluruh kementerian/instansi terkait seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan KKP. Jika izin lokasi tidak ada, maka AMDAL tidak akan pernah ada.
“Sementara, pembuatan AMDAL itu menjadi hak dari setiap pengusaha kelompok ataupun perseorangan yang ingin melaksanakan usahanya. Jika tidak ada AMDAL, maka itu juga menjegal mereka untuk berkembang,” tutur dia.
Untuk itu, Susi meminta kepada semua pihak untuk mencoba memahami duduk perkara sebenarnya tentang reklamasi Teluk Benoa. Karena, dengan memberikan perpanjangan izin lokasi, itu tidak berarti KKP memberikan izin pelaksanaan reklamasi Teluk Benoa.
“Penentuan boleh atau tidaknya dilaksanakan reklamasi, itu bukan dari izin lokasi, melainkan dari izin AMDAL. Jika emang uji AMDAL menghasilkan layak dilaksanakan, maka itu akan dikeluarkan izin pelaksanaan oleh KKP,” sebut dia.
Secara keseluruhan, Susi menyatakan bahwa untuk bisa mendapatkan izin pelaksanaan reklamasi, pengembang harus mengajukan izin mencakup kelengkapan syarat yang ditetapkan. Adapun, syarat-syarat yang dimaksud adalah izin lokasi, rencana induk reklamasi, izin lingkungan (AMDAL), dokumen studi kelayakan teknis dan ekonomi finansial.
“Selain itu, harus melampirkan juga dokumen rancangan detail reklamasi, metoda pelaksanaan dan jadwal pelaksanaan reklamasi, serta bukti kepemilikan dan atau penguasaan lahan,” papar dia.
Tolak Reklamasi Teluk Benoa
Sebelumnya, Koordinator Pasubayan Desa Adat/Pakraman Bali Tolak Reklamasi yang juga Bendesa Adat Kuta Wayan Suarsa mendesak KKP untuk menolak perpanjangan izin lokasi yang akan berlaku hingga dua tahun ke depan. Penolakan tersebut menjadi sangat penting, karena izin lokasi akan berdampak signifikan ke depannya.
“Kita sudah paham bahwa izin lokasi ini menjadi cikal bakal dari izin pelaksanaan reklamasi di Teluk Benoa. Karenanya kita tolak dan kita desak KKP untuk tidak memperpanjangnya. Ini menjadi harga mati bagi kami,” ungkap dia saat bertemu Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Brahmantya Satyamurti Poerwadi di Jakarta.
Menurut Wayan Suarsa, dengan ditolaknya izin lokasi, maka ke depan kondisi Bali akan lebih kondusif lagi. Namun, jika sebaliknya, maka Bali akan kembali bergejolak karena masyarakat Bali sama sekali tidak menginginkan reklamasi.
“Buat apa membuat rencana yang tidak diinginkan oleh masyarakat Bali sama sekali. Buat apa membuat pulau yang di atasnya dibangun hotel, jika di pulau Bali saja masih ada ribuan hotel yang bisa dipakai,” jelas dia.
Wayan Suarsa kemudian mengingatkan kepada semua, jika ada yang meragukan apa yang dilakukan seandainya izin lokasi ditolak, dengan tegas dia mengatakan bahwa Teluk Benoa akan langsung dibersihkan. Jawaban tersebut sekaligus untuk membantah anggapan bahwa penolakan reklamasi Teluk Benoa itu mengada-ada.
“Kami tidak mengada-ada. Ini harga mati. Kalau aspirasi kami tidak diperhatikan, maka kami akan turun ke jalan lebih banyak lagi,” tandas dia.
Wayan Suarsa sendiri mengklaim datang ke Jakarta mewakili 63.835 kepala keluarga (KK) yang hidup di sekitar Teluk Benoa.
Sementara Ketua Dewan Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Bali yang juga Koordinator Forum Bali Tolak Reklamasi (ForBALI) Wilayah Bali Wayan ‘Gendo’ Suardana meminta ketegasan dari KKP dan juga Pemerintah Pusat untuk menyikapi persoalan rencana reklamasi di Teluk Benoa dengan lebih seksama.
“Jangan sampai kasus Teluk Jakarta terulang lagi di Teluk Benoa. Karenanya, mumpung ini masih awal, maka kita akan menolaknya dengan keras. Kita harus bisa mendesak Pemerintah,” pungkas dia.
Selain Wayan Suarsa dan Wayan Gendo, rombongan juga diikuti 2 perwakilan mewakili desa adat dan tokoh Bali. Antara lain Bendasa Adat Kelan, Bendesa Adat, Serangan, Bendesa Adat Sanur, Direktur Eksekutif Walhi Bali Suriadi Darmoko dan Khalisa Khalid dari WALHI.