Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat, Kamis 21 Juli 2016, telah mengevakuasi satu individu orangutan betina berusia lima tahun, dari warga Kampung Lubuk Batu, Dusun Tual, Kecamatan Simpang Hilir, Kabupaten Kayong Utara.
“Orangutan yang dinamai Utat oleh pemiliknya Amat (40), itu kondisinya sehat. Menurut pengakuannya, Utat telah dipelihara sejak berusia satu tahun, yakni empat tahun lalu,” ungkap Kepala BKSDA Kalbar, Sustyo Iriyono.
Amat menyerahkan Utat kepada Tim Evakuasi dan Penyelamatan TSL Seksi Konservasi Wilayah I Ketapang bersama staf dari Yayasan International Animal Rescue Indonesia (YIARI). Kini, Utat menghuni pusat rehabilitasi YIARI di Kecamatan Sungai Awan, Kabupaten Ketapang. Utat akan menjalani proses pembelajaran untuk menjadi liar hingga dapat dilepaskan di alam bebas.
Sebelumnya, pada 28 Juni 2016, YIARI bersama BKSDA Kalbar dan Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR) melakukan pelepasan orangutan di Resort Mentatai, Dusun Juoi, Kecamatan Menukung, Kabupaten Melawi. Butan dan Marsela, dilepasliarkan setelah menjalani rehabilitasi dan proses belajar hidup di alam liar sejak 2011 dan 2012, atau saat mereka dievakuasi dari pemeliharanya.
Butan dan Marsela adalah orangutan yang diselamatkan YIARI ketika berusia 2-3 tahun. “Di habitatnya, bayi orangutan hidup bersama induknya dari lahir hingga usia 7-8 tahun,” jelas Gail Campbell-Smith, Manager Program YIARI. “Jika bayi orangutan ditemukan sendirian, hampir bisa dipastikan induknya sudah mati,” tambah Gail.
Kondisi Butan sangat memprihatinkan ketika diselamatkan dari kasus pemeliharaan oleh warga di areal Laman Satong, Ketapang. Butan nyaris mati akibat malaria. Setelah enam bulan mendapatkan perawatan, Butan dinyatakan sembuh total oleh tim medis YIARI.
Marsela juga berasal dari wilayah yang sama, tepatnya dari perkebunan sawit PT. Kayong Agro Lestari (KAL) di Ketapang. Anak orangutan yang masih liar ini ditemukan tanpa induknya oleh satpam perusahan, yang segera melaporkan ke BKSDA dan diserahkan kepada YIARI.
Selain Butan dan Marsela, YIARI juga melepaskan satu individu orangutan liar bernama Sabtu. Ia adalah orangutan liar berusia 25 tahun yang diselamatkan dari perkebunan warga di Sungai Awan Kiri, Delta Pawan, Ketapang, Maret 2016. Sabtu menjalani perawatan di Pusat Penyelamatan dan Konservasi YIARI di Ketapang untuk memulihkan kondisinya agar siap kembali ke alam bebas.
Tim medis YIARI juga sudah memastikan ketiga orangutan ini sudah dalam kondisi yang sehat dan siap untuk dikembalikan kehabitatnya. “Orangutan ini sudah melalui prosedur karantina dan telah dilakukan beberapa tes,” jelas drh. Ayu Budi Handayani, Animal Care Manager YIARI.
Puluhan jam perjalanan
Dari Kabupaten Ketapang menuju Kabupaten Melawi, tepatnya di kawasan TNBBBR, tim pelepasan harus menempuh kurang lebih 40 jam perjalanan darat. Tak hanya itu, perjalanan masih dilanjutkan dengan perahu selama satu jam, ditambah empat jam jalan kaki. Tim dilepas oleh Kepala BKSDA Singkawang I, Ruswanto, dengan melibatkan 12 porter.
Sabtu, ketika dilepaskan langsung keluar dari kandang transport dan memanjat pohon. Sedangkan, Butan dan Marsela dilepaskan sehari kemudian setelah diistirahatkan di kandang habituasi semalam. Ketika dilepaskan, Butan dan Marsela langsung memanjat pohon tinggi, menjelajahi area sekitar titik pelepasan dan mencari makan.
“Sejak awal rehabilitasi, Butan dan Marsela mempunyai perilaku alami yang bagus. Mereka sudah bisa memanjat tinggi, dan mencari makan sendiri. Bahkan, tinggal di hutan, membuat sarang, dan tidak pernah pulang ke kandang,” ungkap Karmele Llano Sanchez, Direktur Program YIARI.
Karena kondisi dan perilaku alaminya semakin bagus, YIARI mulai mengambil data perilaku mereka dan memasukkannya ke kandidat rilis. “Proses rehabilitasi orangutan sangat panjang dan setelah pelepasan masih akan diikuti oleh tim monitoring di hutan dengan alat radio tracking selama 1-2 tahun.”
Kegiatan monitoring ini, melibatkan beberapa warga di dusun sekitar titik pelepasan. Sebelumnya, mereka telah mendapatkan peningkatan kapasitas melalui pelatihan monitoring dan observasi perilaku orangutan oleh YIARI.
Tim monitoring akan mengikuti Butan, Marsela dan Sabtu, sejak bangun tidur sampai tidur lagi. Selama itu, mereka akan mencatat semua hal dan perilaku orangutan tersebut. “Ini untuk memastikan, orangutan memang mampu hidup di hutan yang sebenarnya,” papar Karmele.