Sejak perairan Natuna di Provinsi Kepulauan Riau mengalami banyak kekosongan karena ditinggalkan kapal perikanan asing, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bertekad untuk mengembalikan kondisi di kawasan tersebut. Salah satunya, adalah dengan memindahkan kapal-kapal berukuran besar di perairan lepas pantai Pantura Jawa ke Natuna.
Untuk mendukung rencana tersebut, Menteri Kelautan dan Perikanan bahkan sudah menjanjikan akan ada sejumlah fasilitas baru yang sengaja dibangun untuk melengkapi aktivitas para nelayan dan pengusaha yang pindah ke sekitar Natuna.
“Kita akan persiapkan rumah susun, rumah sementara atau rumah singgahlah namanya di Natuna,” ucap dia di Jakarta, Selasa (26/07/2016).
Selain permukiman, Susi menjanjikan, pihaknya juga akan membangun fasilitas Puskodal dan detention center keimigrasian untuk anak buah kapal (ABK) asing yang sedang menjalani masa persidangan.
“Kan selama ini tidak ada tempat untuk para ABK asing dari KIA (Kapal Ilegal Asing). Jadi kita sediakan juga fasilitas untuk mereka,” tutur dia.
Untuk kapal dari Pantura Jawa, Susi menyebutkan, pihaknya juga akan terus meningkatkan jumlahnya dari rencana awal 400 kapal menjadi sekitar 600 kapal. Penambahan sekitar 200 kapal tersebut, dinilai bisa membantu untuk menghidupkan kembali Natuna yang sekarang sepi sejak ditinggalkan kapal ikan asing (KIA).
Dengan jumlah kapal 400 saja, Susi menghitung, diperkirakan akan ada sekitar 4.000 nelayan yang akan bekerja di Natuna dan sekitarnya. Jumlah tersebut, akan membengkak lagi jika kapal tambahan sebanyak 200 unit mulai masuk ke Natuna.
Dibangunnya beragam fasilitas pendukung, menurut Susi, adalah langkah awal untuk menjadikan Natuna sebagai pusat perikanan di Indonesia. Pembangunan tersebut mendesak dilakukan, karena selama ini nelayan dari Pantura Jawa yang mencari ikan di Natuna, terpaksa harus kembali ke daerahnya.
Setelah fasilitas terbangun di Natuna, Susi mengatakan, seluruh aktivitas kapal akan dipusatkan di Natuna. Termasuk, aktivitas bongkar muat tangkapan, dan juga pengolahan. Adapun, fasilitas pendukung lain yang juga akan dibangun, adalah seperti pelabuhan, cold storage terintegrasi, pabrik es, dan sarana prasarana penunjang industri perikanan lainnya.
“Selanjutnya, pendaratan ikan yang semula dilakukan di beberapa pangkalan/pelabuhan yang tersebar di Jakarta, Pontianak, Belawan dan Batam, secara bertahap akan diarahkan ke sentra perikanan terpadu di Natuna,” sebut dia.
Untuk mewujudkan tahapan tersebut, Susi mengungkap, KKP mengalokasikan anggaran sebesar Rp300 miliar. Namun, selain itu juga, KKP mendatangkan calon investor nasional yang ingin berinvestasi dalam industri pengolahan yang berorientasi pada nilai tambah dan tujuan eskpor.
“Sedangkan calon pembeli untuk pasar nasional maupun ekspor akan didatangkan dengan dimotori BUMN perikanan dan swasta nasional,” jelas dia.
Manajemen Lokasi Tangkapan
Karena kapal yang akan beroperasi sebagian besar adalah kapal dari luar Natuna, Susi mengungkapkan, pihaknya sudah mengantisipasi munculnya potensi konflik antara nelayan lokal dengan nelayan pendatang. Antisipasi tersebut, adalah dengan mengatur lokasi tangkapan yang berbeda antara keduanya.
“Untuk nelayan lokal itu mereka diberi lokasi di bawah 12 mil dari bibir pantai. Sementara, nelayan dari Pantura Jawa itu diarahkan untuk mencari ikan di atas 12 mil laut. Itu dibedakan, karena nelayan lokal kapal-kapalnya cenderung kecil, sementara dari Pantura itu besar-besar,” papar dia.
Perairan Natuna yang masuk dalam Wilayah Perairan Perikanan (WPP) 11 adalah kawasan yang kaya akan sumber daya laut. Susi menaksir, di sana dalam setahun bisa dilakukan produksi perikanan hingga mencapai 400 ribu ton.
“400 ribu ton ikan, kalau diuangkan itu sekitar 400 juta dolar US. Itu jumlah yang sangat banyak,” ucap dia.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal KKP Sjarief Widjaja mengatakan, pemindahan nelayan dari Pantura Jawa ke Natuna menjadi bagian dari program Pemerintah untuk memberdayakan potensi kelautan dan perikanan di Natuna. Untuk bisa menggenjot produksi dan memudahkan dalam distribusi, KKP berencana untuk menjadikan Selat Lampa sebagai lokasi penjualan hasil tangkapan dari Natuna.
“Sedangkan langkah kedua yang ditempuh adalah dengan mengembangkan sektor budidaya, antara lain komoditas ikan napoleon, kerapu dan rumput laut. Itu bisa dilakukan di Natuna,” tambah dia.
Untuk kapal-kapal yang pindah ke Natuna, Sjarief menjelaskan, KKP memberlakukan bagi kapal yang berukuran besar lebih dari 30 gros ton (GT). Adapun, untuk 400 kapal yang sudah direncanakan pindah, dia menyebut bahwa pada tahun ini akan dilaksanakan sebanyak 300 kapal dan sisanya pada 2017.
Untuk kapal yang sudah mendapatkan izin, Sjarief menuturkan, saat ini jumlahnya sudah mencapai 915 kapal ijin pusat yang berukuran lebih dari 30 GT, 2.000 kapal ijin lokal kurang dari 30 GT, serta diberikan alokasi tambahan 200 kapal lokal Natuna berukuran lebih dari 30 GT dan 400 kapal eks cantrang lebih dari 30 GT dari pantai Utara Jawa.
“Jadi ijin sekarang sudah ada 119. Lokal Natuna sudah 2000, tapi di bawah 30 GT, 10 GT, 5 GT hingga 3 GT. Kemudian kita akan memberikan bantuan kapal ke Natuna 200 kapal serta pemindahan 400 kapal. Itu komposisinya,” tutupnya.