Restorasi Gambut di Musi Banyuasin Harus Selamatkan Situs Pra-Sriwijaya

Beni Hernedi, pelaksana tugas Bupati Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan, menginginkan program restorasi gambut dan pengelolaan lanskap Lalan berkelanjutan yang dijalankan di daerahnya, turut menjaga situs sejarah masyarakat pra-Sriwijaya dan Sriwijaya.

Lahan gambut di Kabupaten Muba bukan hanya menyimpan karbon. Lahan gambut itu juga menyimpan bukti besar sejarah Sriwijaya, sebelum maupun sesudah kerajaan tersebut dilahirkan.

“Oleh karena itu, program restorasi maupun pengelolaan lanskap Lalan berkelanjutan di Muba bukan hanya memperbaiki kondisi lahan gambut, mensejahterahkan rakyat, tapi juga harus menyelamatkan berbagai situs sejarah terkait Kerajaan Sriwijaya,” kata Beni kepada Mongabay Indonesia, usai menjadi narasumber dalam diskusi Potensi dan Tantangan Pengelolaan Berkelanjutan Landskap Lalan Kabupaten Musi Banyuasin yang diselenggarakan BPDP, IDH (The Sustainable Trade Initiative), dan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), di Palembang, Jumat (29/07/2016).

Fragmen gerabah dan keramik Tiongkok dari Situs Kanal 12. Foto: Nurhadi Rangkuti

“Terkait niat tersebut, saya sangat mendukung program Taman Sriwijaya yang digagas Tim Spirit Sriwijaya untuk Pelestarian Lingkungan Hidup. Saya berharap, program tersebut mendapat dukungan dari Badan Restorasi Gambut (BRG), Tim Restorasi Gambut (TRG) Sumsel, Pemerintah Sumsel, serta perusahaan-perusahaan yang dekat lokasi situs, termasuk di konsesi ditemukannya situs sejarah.”

“Sebelum dibangun Taman Sriwijaya, saya akan menetapkan kawasan tersebut sebagai cagar budaya,” katanya.

Penggalian situs pra-Sriwijaya di Lalan Muba. Foto: Balai Arkeologi Sumsel
Penggalian situs pra-Sriwijaya di Lalan Muba. Foto: Balai Arkeologi Sumsel

Sebelumnya, dalam paparannya, Beni berharap program Pengelolaan Berkelanjutan Landskap Lalan yang luasnya mencapai 100 ribu hektare dengan penduduk sekitar 39.785 jiwa, mencapai lima target.

Pertama, sebagai gerbang perairan menuju Pelabuhan Internasional Tanjung Api-Api (TAA). Kedua, adanya keragaman komoditi di Landskap Lalan (Sawit – Karet – Kelapa dalam, Kehutanan, Persawahan, Palawija, dan lainnya). Ketiga, wilayah transmigrasi yang  telah tertata dan memiliki legalitas lahan. Keempat, zona penyangga (Buffer Zone) kawasan Taman Nasional Sembilang dan Suaka Margasatwa Bentayan (Koridor harimau dan gajah Sumatera) dan sebaran gambut. Kelima, pelestarian situs pra Sriwijaya dan Sriwijaya.

“Target ini tentunya harus mendapatkan dukungan semua pihak, baik lokal maupun internasional,” katanya.

Dua guci dari masa Dinasti Tang yang ditemukan di situs pemukiman Sriwijaya. Foto: Taufik Wijaya

Terpisah, Nurhadi Rangkuti dari Tim Spirit Sriwijaya untuk Pelestarian Lingkungan Hidup mengatakan, Taman Pra Sriwijaya di Muba merupakan bagian DAS (Daerah Aliran Sungai) Lalan dan Sembilang. Tepatnya di daerah Karangagung Tengah.”

“Lokasi penemuan situs, selain di lahan milik warga juga di beberapa titik di lokasi perkebunan, yang turut menjadi target restorasi,” katanya.

Selain Beni Hernedi, diskusi tersebut juga mendengarkan paparan dari Dr. Najib Asmani (Staf Khusus Gubernur Sumsel Bidang Perubahan Iklim), Fitrian Ardiansyah (IDH), Prof. Dr. Robiyanto Hendro Susanto (pakar gambut dari Universitas Sriwijaya), Damayanti Buchori dari IPB (Institut Pertanian Bogor).

Terkait target Pemerintah Kabupaten Muba tersebut, IDH sebagai pendukung program Ekoregion Kelola Pemerintah Sumsel, juga menargetkan Pengelolaan Berkelanjutan Landskap Lalan. “Yakni sebagai sentra produksi beras, sawit, dan karet. Juga, menjadi potensi lumbung pangan dan sawit berkelanjutan. Kawasan penyangga TN Sembilan dan kawasan gambut. Serta, sebagai proteksi hutan lindung, gambut, pencegahan kebakaran hutan dan lahan, dan pengembangan bioenergi untuk listrik,” papar Fitrian Ardiansyah.

Wilayah Kecamatan Lalan (Landskap Dangku-Sembilang). Peta: Pemkab Muba
Wilayah Kecamatan Lalan (Landskap Dangku-Sembilang). Peta: Pemkab Muba
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,